Cara Tradisional Pemulasaraan Jenazah Pasien Covid-19 bagi Masyarakat Kepulauan

Dasar utama penanganan korban meninggal akibat wabah penyakit menular di dalam hukum positif ialah didasarkan pada UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan dan Surat Edaran Dirjen P2P Nomor 483 Tahun 2020 tentang Revisi ke-2 Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Corona Virus (Covid-19). 

Masing-masing dari aturan itu fokus berbicara tentang penanganan jenazah pasien korban wabah menular pada layanan kesehatan, mencegah transmisi penularan penyakit dari jenazah ke petugas kamar jenazah, dan mencegah terjadinya penularan penyakit dari jenazah ke pengunjung, termasuk keluarganya.

Idealnya aturan tersebut berlaku bagi korban yg meninggal di rumah sakit atau jasa layanan kesehatan dan ditangani oleh petugas jasa kesehatan. Repotnya, buat beberapa wilayah kepulauan di tanah air, tak memiliki lembaga tempat karantina pasien.

 

Repotnya lagi, pasien yg diduga positif mengidap wabah menular, tak dapat menggunakan jasa transportasi kapal buat menyeberang ke wilayah-wilayah pulau lain yg telah dijadikan sebagai tempat rujukan pasien. Mengapa? Sebelum naik ke atas kapal, ada prosedur standar pencegahan penularan yg telah dilakukan oleh petugas dinas setempat. Akibatnya, orang yg teridentifikasi tertular tak dapat menyeberang sehingga harus tetap berada di kepulauan itu, dan berjuang sendiri menanganinya. 

Lebih repot lagi, ketika terjadi korban meninggal. Umumnya masyarakat kepulauan yg beragama Islam mau dgn serta merta memandikan mayit korban wabah menular. Padahal, tindakan ini telah positif berbahaya bagi yg memandikan sebab transmisi penyakit sangat besar kemungkinan terjadi saat itu. 

Tidak hanya bagi yg memandikan, kepada keluarganya dan para pentakziah yg lain, serta petugas penggali kubur dan sekaligus petugas yg menurunkan mayat ke dalam kubur juga rentan tertular wabah. Sadar atau tak sadar, hal ini besar kemungkinan terjadi pada penduduk kepulauan di tengah merebaknya wabah. Apalagi ditambah lalu lalang keluar masuknya penduduk setempat yg bepergian setiap harinya ke wilayah-wilayah yg berzona merah buat keperluan niaga, menambah semakin rentannya penduduk kepulauan buat terinfeksi wabah menular. 

Untuk mengantisipasi hal itu, maka perlu kiranya disampaikan dalam tulisan ini mengenai beberapa prosedur standar minimal dalam syariat, bila terjadi korban meninggal akibat wabah menular akibat coronavirus. Prosedur ini pastinya dgn tetap mempertimbangkan: 

1. Faktor keselamatan bagi masyarakat yg bertugas menangani jenazah korban wabah. Bagaimanapun juga, Allah SWT telah melarang hamba-Nya buat menjatuhkan diri dalam kebinasaan (Surat Al-Baqarah ayat 195).

2. Jenazah korban wabah menular tetap dapat dipulasarkan sesuai tuntunan yg dibenarkan oleh syariat.

3. Allah SWT menghendaki kemudahan dan tak menghendaki kesulitan (Surat Al-Baqarah ayat 185).

Beberapa prosedur yg berhasil penulis adopsi ialah sebagai berikut:

Pertama, bila terjadi korban meninggal, maka yg harus dilakukan oleh para pentakziah dan keluarga korban, ialah segera memakai prosedur minimal kesehatan. Misalnya, memakai baju yg terbuat dari plastik sederhana, atau mantel yg dapat melindungi dirinya dan keluarganya dari penularan. Masker merupakan hal yg tak boleh ditinggalkan, sebab coronavirus merupakan penyakit yg tinggal pada saluran mukosa hidung, dan dapat bertransmisi melalui pernapasan. (Dokumen Resmi Negara Per 16 Maret 2020, Pedoman Pencegahan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19), Jakarta: Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maret 2020, halaman: 52)

Kedua, hendaknya segera menutup seluruh lubang mayit, khususnya hidung dan mulut dgn “solasi”, dan segera menyemprot dgn menggunakan larutan antiseptik (alkohol 70%), lalu menyiapkan jenazah buat dipulasarkan. Semua pakaian yg berhubungan dgn mayit, bantal dan lain sebagainya, sebaiknya dijauhkan dari jangkauan keluarga yg masih sehat dan para pengunjung. (Dokumen Resmi Negara, 2020: 53).

Ketiga, setelah jenazah disemprot dgn larutan antiseptik, jenazah hendaknya dihindarkan dari orang yg melakukan pemulasaran dgn menggunakan air, sebab air merupakan mediator transmisi virus yg paling cepat. Pemulasaran tradisional yg paling aman bagi masyarakat umum dalam kasus wabah semacam ini ialah dgn menayamumkan korban meninggal dgn alasan sebagaimana disebutkan pada poin pertama.

إذا تعذر غسل الميت لفقد الماء أو احترق بحيث لو غُسِّل لتَهَرَّى، لم يُغَسَّل بل يُيَمَّم ، وهذا التيمم واجب ؛ لأنه تطهير لا يتعلق بإزالة نجاسة ، فوجب الانتقال فيه عند العجز عن الماء إلى التيمم كغسل الجنابة ، ولو كان ملدوغاً بحيث لو غُسَّل لتَهَرَّى أو خيف على الغاسل يُمِّم لما ذكرناه

Artinya, “Bila sulit memandikan mayit sebab ketiadaan air atau mayit gosong sebab terbakar, dgn sekira bila dimandikan justru berakibat merusak, maka ia tak dimandikan, melainkan cukup ditayamumi. Hukum menayamumi ini ialah wajib, sebab tayamum menjadi wasilah bagi penyucian yg tak ada kaitannya dgn menghilangkan najis. Kewajiban berpindah pada menayamumi ini juga berlaku bagi pihak yg tak dapat tersentuh air, seperti sebab mandi janabah. Meski kondisi mayit itu hancur, dgn sekira bila dimandikan maka menjadi terkelupas, atau timbul kekhawatiran bagi orang yg memandikannya, maka cukup dgn menayamumkannya, sebagaimana yg telah kami sebutkan.” (Al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Juz 5, halaman 178 dan I’anatut Thalibin, juz II, halaman 127). 

Setelah selesai pemulasaran, maka disarankan supaya mayit kembali disemprot larutan antiseptik, lalu dikafani.

Keempat, semua petugas yg menangani dan mengangkat mayit ke tempat pemulasaraan hingga penguburannya wajib menggunakan perangkat pengaman standar, seperti masker, hand sanitizer atau cairan pembersih tangan, baju kedap air yg dapat dibikin dari plastik dan yg terpenting dapat menghindar dari kontak langsung dgn tubuh mayit. Setiap penanganan hendaknya dilakukan secara hati-hati guna menghindari diri dari tertular.

Penguburan mayit hendaknya disegerakan dan tak menunggu waktu yg melebihi waktu 4 jam buat menghindari hal-hal yg diluar dugaan dan berbahaya bagi kesehatan. (Dokumen Resmi Negara, 2020: 55-56).

Kelima, mayit yg selesai ditajhizkan, hendaknya dikafani dgn kafan standart kemudian dibungkus dgn plastik yg dapat dirobek dgn mudah. Tujuan dari membungkus korban dgn plastik ini, ialah buat menghindari adanya cairan yg keluar dari mayit yg diduga menjadi perantara penyebaran virus. Atau dapat juga dgn memasukkannya ke dalam peti mati, tanpa perlu dibuka lagi. (Dokumen Resmi Negara, 2020: 57).

Keenam, ketika mayit dimasukkan ke dalam peti mati, hendaknya posisinya telah dalam kondisi tidur miring, dgn bagian mukanya yg disentuhkan dgn tanah yg ditempatkan di dalam peti tersebut. Tujuan dari memiringkan posisi mayat korban ini ialah supaya posisi mayit dapat menghadap kiblat saat telah ditaruh di dalam kubur. Karena bagaimanapun, menghadapkan mayit ke arah qiblat, hukumnya ialah wajib. 

وَوَضْعُهُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ وَاجِبٌ، كَذَا قَطَعَ بِهِ الْجُمْهُورُ. قَالُوا: فَلَوْ دُفِنَ مُسْتَدْبِرًا أَوْ مُسْتَلْقِيًا نُبِشَ وَوُجِّهَ إِلَى الْقِبْلَةِ مَا لَمْ يَتَغَيَّرْ. فَإِنْ تَغَيَّرَ لَمْ يُنْبَشُ

Artinya, “Dan meletakkan mayit menghadap kiblat hukumnya wajib, demikian jumhur ulama memastikan hukumnya. Mereka berpendapat: ‘Andaikan mayit dikubur dgn membelakangi kiblat atau terlentang, maka harus digali dan dihadapkan ke arah kiblat selama belum berubah. Bila telah berubah maka tak boleh digali,’” (Lihat An-Nawawi, Raudhat Thalibin wa ‘Umdatul Muftiyin, [Beirut, Al-Maktab Al-Islami: 1405 H], juz II, halaman 134).

Demikian kiranya yg dapat dirangkum oleh penulis mengenai prosedur standar bagi kalangan awam dalam melakukan pemulasaran mayit korban wabah menular di wilayah kepulauan, yg mana proses pemulasarannya harus dilakukan oleh masyarakat secara mandiri.

Prosedur ini diadopsi dgn mengkombinasikan antara buku pedoman standar penanganan wabah menular coronavirus terbitan Direktorat Jenderal Penanganan Penyakit per Maret 2020 dan beberapa hasil keputusan bahtsul masail NU tentang corona virus. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Muhammad Syamsudin, Tim Peneliti Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.