Banyak dari para ulama menyebut bahwa redaksi hadits surga di bawah telapak kaki ibu (al-jannatu tahta aqdam al-ummahaat) merupakan riwayat yg lemah bahkan palsu. Seperti dikutip dari berbagai sumber, situs Lembaga Fatwa Mesir menyebutkan kalau riwayat al-jannatu tahta aqdÄmil ummahÄt disebutkan dalam Kitab Al-KÄmil fi Dhu’afÄ’ir RijÄl karya Ibnu ‘Adi dgn jalur sanad dan matan selengkapnya sebagai berikut,
من طريق موسى بن Ù…Øمد بن عطاء: Øدثنا أبو المليØØŒ Øدثنا ميمون، عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «الْجَنَّة٠تَØْتَ أَقْدَام٠الأمَّهَات؛ Ù…ÙŽÙ† Ø´Ùئن أدخلن، ومَنْ Ø´Ùئن أخْرَجن-.
Artinya, “Dari jalur Musa bin Muhammad bin ‘Atha’, dari Abu al-Malih, dari Maimun, dari Ibn ‘Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, ‘Surga di bawah telapak kaki ibu. Siapa yg dikehendaki (diridhai) para ibu, mereka dapat memasukkannya (ke surga); siapa yg dikehendaki (tak diridhai), mereka dapat mengeluarkannya (dari surga).â€
Ibnu ‘Adi dalam konteks ini hanya sedang mendata riwayat-riwayat yg bersumber dari para perawi-perawi yg memang dikenal lemah atau bermasalah. Itu sebabnya setelah mengutip riwayat di atas, ia menyatakan kalau riwayat tersebut bersumber dari sosok bernama Musa bin Muhammad al-Maqdisi yg dilabeli sebagai seorang munkir al-hadits.
Menurut para ulama, istilah munkir al-hadits ditujukan buat perawi yg riwayat-riwayat haditsnya banyak menyelisihi riwayat hadits dari orang-orang yg kuat hafalannya. Dalam hirarki kritik terhadap kualitas rawi (al-jarh wa al-ta’dil), derajat munkir al-hadits termasuk di satu tingkat sebelum paling parah dalam kritik terhadap perawi hadits.
Hadits-haditsnya masih boleh diriwayatkan namun hanya sebagai perbandingan (i’tibar) terhadap riwayat-riwayat yg shahih, bukan menjadi satu-satunya dalil utama.
Penjelasan lain gelar munkir al-hadits bagi Musa bin Muhammad bin ‘Atha’ al-Maqdisi ialah yasriq al-hadits (menyisipkan satu potong redaksi hadits dan mencampuradukkan dgn hadits lain). Demikian seperti disebutkan oleh Ibnu ‘Addi yg dikutip oleh Ibnul Jauzi dalam Ad-Dhu’afÄ’ wal MatrÅ«kÅ«n.
Penilaian tersebut kemungkinan ada benarnya. Potongan redaksi hadits al-jannatu tahta aqdÄmil ummahÄt dapat ditemukan dalam redaksi lain yg menurut banyak ulama, status riwayatnya minimal secara sanad (jalur perawinya) ialah  hasan. Hadits tersebut diriwayatkan di antaranya oleh An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad, dan disahihkan oleh Al-Hakim.
عَنْ Ù…ÙعَاوÙÙŠÙŽØ©ÙŽ بْن٠جَاهÙÙ…ÙŽØ©ÙŽ السَّلَمÙيّ٠، أَنَّ جَاهÙÙ…ÙŽØ©ÙŽ رضي الله عنه جَاءَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ النَّبÙيّ٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ Ùَقَالَ : يَا رَسÙولَ اللَّه٠أَرَدْت٠أَنْ أَغْزÙÙˆÙŽ وَقَدْ جÙئْت٠أَسْتَشÙيرÙÙƒÙŽ . Ùَقَالَ : هَلْ Ù„ÙŽÙƒÙŽ Ù…Ùنْ Ø£Ùمّ٠؟ قَالَ نَعَمْ . قَالَ: Ùَالْزَمْهَا ÙÙŽØ¥Ùنَّ الْجَنَّةَ تَØْتَ رÙجْلَيْهَاÂ
Artinya, “Dari Mu’awiyah bin Jahimah As-Sulami, ia datang menemui Rasulullah SAW. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya mau ikut berperang dan saya sekarang memohon nasihat kepadamu?’ Rasulullah SAW lalu bersabda, ‘Kamu masih punya ibu?’ Mu’awiyah menjawab, ‘Ya, masih.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Berbaktilah kepada ibumu (lebih dahulu) sebab sungguh ada surga di bawah kedua kakinya.’â€Â
Dalam riwayat versi Ibn Majah, bahkan Mu’awiyah bin Jahimah sampai menemui Rasulullah SAW sampai tiga kali,Â
أتيت٠النبي صلى الله عليه وآله وسلم Ùقلت: يا رسول الله، إني كنت أردت الجهاد معك أبتغي بذلك وجه الله والدار الآخرة، قال: «وَيْØÙŽÙƒÙŽØŒ Ø£ÙŽØَيَّةٌ Ø£ÙمّÙكَ؟» قلت: نعم يا رسول الله، قال: «ÙارْجÙعْ Ùَبَرَّهَا»، ثم أتيته من الجانب الآخر Ùقلت: يا رسول الله إني كنت أردت الجهاد معك أبتغي بذلك وجه الله والدار الآخرة، قال: «وَيْØÙŽÙƒÙŽØŒ Ø£ÙŽØَيَّةٌ Ø£ÙمّÙكَ؟» قلت: نعم يا رسول الله، قالâ€:†«ÙارْجÙعْ Ùَبَرَّهَا»، ثم أتيته من أمامه Ùقلتâ€:†يا رسول الله إني كنت أردت الجهاد معك أبتغي بذلك وجه الله والدار الآخرة قالâ€:†«وَيْØÙŽÙƒÙŽØŒ الْزَمْ رÙجْلَهَا، Ùَثَمَّ الْجَنَّةÙ».
Artinya, “Saya (Mu’awiyah bin Jahimah) datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya mau ikut berperang bersamamu dgn harapan mencari keridhaan Allah dan kemuliaan di akhirat.’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Duh, ibumu masih hidup bukan?’ Saya menjawab, ‘Benar wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah SAW menyarankan, ‘Balik saja dan berbakti kepada ibumu.’ Kemudian saya datang lagi dari arah yg lain, lalu saya bilang, “Wahai Rasulullah, saya mau ikut berperang bersamamu dgn harapan mencari keridhaan Allah dan kemuliaan di akhirat.’ Rasulullah SAW bertanya balik, ‘Duh, ibumu masih hidup bukan?’ Saya jawab, ‘Benar wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah SAW menyarankan, ‘Balik saja dan berbakti kepada ibumu.’ Kemudian saya saya datang dari arah depan, lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya mau ikut berperang bersamamu dgn harapan mencari keridhaan Allah dan kemuliaan di akhirat.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Duh, teruslah berbakti kepada ibumu. Di sanalah terdapat surga.’â€
Ada banyak pelajaran yg dapat diraih dari penjelasan mengenai hadits tersebut. Berbakti kepada kedua orang tua, dalam hal ini ialah ibu, ialah di antara jalan yg Allah SWT sebutkan langsung buat mendapatkan ganjaran terbaik di sisi-Nya. Imam Al-Munawi mengatakan dalam kitabnya Faydhul Qadir bi Syarhil Jami’is Shaghir,
والمعنى أن التواضع للأمهات وإطاعتهن ÙÙŠ خدمتهن وعدم مخالÙتهن إلا Ùيما Øظره الشرع سبب لدخول الجنة
Artinya, “Makna dari bersikap rendah hati kepada ibu, menaati dalam kaitannya berbakti kepadanya, dan tak menyelesihinya kecuali pada perkara yg diharamkan oleh agama, (keseluruhannya itu) menjadi sebab buat memasukkan seseorang ke dalam surga-Nya.†Wallahu a’lam.
Ustadz Muhamad Masrur Irsyadi, redaktur bincangsyariah.com