Kedudukan Jenazah Pasien Covid-19 dalam Fiqih

Reaksi masyarakat berupa penolakan terhadap korban Covid-19 supaya tak dimakamkan di perkampungan masih sering meramaikan pemberitaan media. Mereka menuntut supaya area pemakamannya berada jauh dari perkampungan/makam khusus.

Penolakan ini didorong perasaan takut mau tertular Covid-19 yg dapat saja tersebar dari makam korban. Tidak hanya penolakan jenazahnya, mereka juga menolak kewajiban penshalatan shalat jenazah. 

Mereka bahkan menstigma korban dan keluarganya serta menuntut keluarga korban buat meninggalkan kampungnya. Apakah langkah preventif harus seperti ini? Bagaimana seharusya orang mukmin (yg beriman) menyikapi fenomena wabah Covid-9 yg sesuai dgn ajaran Islam?

Seorang mukmin dalam menghadapi musibah atau cobaan (bala’) tentu tak dgn nalar akalnya saja, melainkan dgn nalar akal yg dibangun di atas fondasi akidah/keyakinan yg benar. Sebab bagi orang mukmin, apapun yg dialami di dunia ini ialah ujian dari Allah. 

Bagi seorang mukmin dalam menyikapai wabah Covid-19 mesti memadukan dua apek :

1. Aspek Aqidah.

Setiap orang atau kaum mau menghadapi ujiannya sendiri-sendiri. Terhadap wabah Covid-19 bila kita takut itu hal wajar namun jangan berlebihan sampai menghilangkan/merusak akidah. Seorang mukmin harus meyakini bahwa wabah ini ujian dan harus berupaya meraih kelulusan terbaik sehingga kita mesti berdoa kepada Zat yg mencipta wabah ini sebab hakikatnya hanya Dia yg kuasa menghilangkanya.

Di samping itu kita tak boleh berburuk sangka kepada pihak lain sebagai penyebab datangnya wabah, justru semestinya kita mengaku bersalah dan berdosa serta segera bertobat.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: «عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ» 

Artinya, “Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah SAW, sungguh ia bersabda,”Kebesaran balasan dibayar sesuai dgn besarnya ujian. Sungguh ketika Allah mencintai suatu kaum, Allah mau mengujinya. Lalu barang siapa yg menerimanya dgn kerelaan maka ia mau mendapatkan ridha Allah, dan barang siapa yg membencinya maka ia mau mendapatkan murka Allah” (HR. Ibnu Majah)

وَاعْلَمُوْا أَنَّ الْبَلِيَّةَ لَمْ تَأْتِ الْمُؤْمِنَ لِتُهْلِكَهُ وَإِنَّمَا أَتَتْهُ لِتَخْتَبِرَهُ

Artinya, “Ketahuilah bahwa cobaan tak datang kepada seorang mukmin buat membinasakan, namun datang buat menguji keimananya,” (Sayyid Ja’far Al-Barzanji, Al-Lujainid Dani fi Manaqibis Syekh Abdil Qadir Al-Jilani, [Kediri Maktabah Pondok Pesantren Tahfidh wal Qiraat Lirboyo, tth], 136.

وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى ذُنُوبِ النَّاسِ كَأَنَّكُمْ أَرْبَابٌ وَلَكِنَّكُمُ انْظُرُوا فِي ذُنُوبِكُمْ كَأَنَّكُمْ عَبِيدٌ، وَالنَّاسُ رَجُلَانِ: مُعَافًى وَمُبْتَلًى، فَارْحَمُوا أَهْلَ الْبَلَاءِ فِي بَلِيَّتِهِمْ، وَاحْمَدُوا اللَّهَ عَلَى الْعَافِيَةِ “

Artinya, “Jangan memandang dosa-dosa orang lain seakan kalian ialah tuan-tuan, tetapi lihatlah dosa-dosamu sendiri seakan kalian ialah para hamba. Manusia ada dua macam, yg diberi kesehatan dan yg diberi cobaan. Jadi bersikaplalah kasih sayg kepada mereka yg sedang tertimpa cobaan dan bersyukurlah kepada Allah atas kondisi sehat,” (HR Ahmad).

2. Aspek Ikhtiar Lahir.

Aspek ini telah lumrah kita lakukan, yaitu berobat bila sedang sakit dan menjaga diri supaya tetap sehat ketika dalam kondisi sehat. Menjaga diri supaya tetap sehat tentu dapat ditempuh dgn banyak cara. Namun di saat pandemic Covid-19, cara supaya tetap sehat perlu ditingkatkan mulai dari kewaspadaan, olahraga, peningkatan imunitas tubuh, dan ketaatan pada protokol pencegahan yg dianjurkan oleh kesehatan.

Upaya-upaya ini tak berarti menentang takdir, melainkan bagian ikhtiar yg disyariatkan. Wudhu, mandi, istinja’, dan menghilangkan najis, serta semua yg diperintahkan oleh agama tentang kebersihan ialah ibadah dan mengandung hikmah supaya tetap bersih dan sehat.

Rasulullah SAW terkait penyakit menular pernah menolak bersalaman dan memerintahkan supaya tak mendekati penderitanya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” فِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ فِرَارَكَ مِنَ الْأَسَدِ 

Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA,  ia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Larilah kamu dari penderita penyakit lepra sebagaimana kamu lari dari kejaran singa,’” (HR Bukhari dan Ahmad).

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan, perintah Nabi SAW supaya menjauhi orang yg sakit lepra bukanlah pembenaran bahwa penularan penyakit itu suatu hal yg pasti, melainkan sebatas kebiasaan belaka apabila terjadi kontak langsung atau lewat udara. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, juz X, halaman 160).

Kesimbangan sikap lahiriah dan bathiah sangat diperlukan supaya dalam menghadapi Covid-19 ini seseorang tak berperilaku berlebihan dan harapan liar tanpa kontrol. Jika keseimbangan ini terjaga dgn baik, tentu tak terjadi pembiaran terhadap jenazah korban Covid-19 tanpa dimandikan, dikafani dan dishalatkan bahkan ditolak penguburannya di perkampungan.

Semestinya ketika jenazah telah diurus sesuai standar protokol pencegahan oleh ahlinya berarti kewajiban-kewajiban terhadap jenazah harus dijalankan sesuai tuntunan syariat bila memungkinkan. Selanjutnya kita memasrahkannya (tawakal) kepada Allah SWT dgn berharap semoga korban Covid-19 termasuk golongan syahid akhirat, keluarganya diberikan ketabahan, tenaga medis diberi kekuatan lahir bathin, dan Covid-19 tak menyebar dan segera sirna.

Jangan sampai terjadi keluarga korban Covid-19 semakin bertambah berat beban kesusahannya akibat pengurusan jenazah keluarganya kurang secara sempurna, apalagi tak dishalati dan langsung dikubur.

Andaikan terjadi betul ada jenazah muslim korban Covid-19 tak dimandikan atau tak ditayammumi, ternyata masih ada pendapat fiqih bahwa ia masih boleh dishalati.

وجزم الدارمي وغيره أن من تعذر غسله صلي عليه 

Artinya, “Ad-Darimi dan yg lain menegaskan bahwa mayit yg tak mungkin dimandikan supaya tetap dishalati,” (Abu Bakar Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 1418 H/1997 M], juz II, halaman 149).

 

KH Ahmad Asyhar Shafwan, Ketua LBM PWNU Jawa Timur.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.