Khutbah pertama:
الله٠اَكْبَرْ (3×) الله٠اَكْبَرْ (×3) الله٠اَكبَرْ (×3
 الله٠اَكْبَرْ كَبÙيْرًا وَالØَمْد٠لÙلّه٠بÙكْرَةً وَأصÙيْلاً لاَ اÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ اÙلاَّ الله٠وَالله٠اَكْبَرْ الله٠اَكْبَرْ ÙˆÙŽ لله٠اْلØَمْدÙ
 الله٠اَكْبَرْ ماتØرك متØرك وارتـج. ولبى Ù…Øرم وعـج. وقصد الØرم من كل Ùـج. وأقيمت ÙÙ‰ هذا الأيام مناسك الØج. الله٠اَكْبَرْ (3×) Â
اَشْهَد٠اَنْ لاَ اÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ اÙلاَّ الله٠وَØْدَه٠لاَ شَرÙيْكَ لَه٠لَه٠اْلمَلÙك٠اْلعَظÙيْم٠اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيّÙدَناَ Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙه٠وَرَسÙوْلÙÙ‡Ù. اللهÙمَّ صَلّ٠عَلىَ سَيّÙدÙنَا Ù…ÙØَمَّد٠وَعَلَى اَلÙه٠وَاَصْØَابÙه٠ومن تبع دين Ù…Øمد. وسلم تسليما كثيرا. Ùياايها المسلمون الكرام. اوصيكم ونÙسى بتقوى الله. واعلموا أن هذا الشهر شهر عظيم. وأن هذاليوم يوم عيد المؤمين. يوم خليل الله إبراهيم أبو ألانبياء والمرسلين. اَمَّا بَعْدÙ. Ùَيَا عÙبَادَالله٠اÙتَّقÙوااللهَ Øَقَّ تÙقَاتÙه٠وَلاَ تَمÙوْتÙنَّ اÙلاَّ وَاَنْتÙمْ Ù…ÙسْلÙÙ…Ùوْنَ
Hadirin Jama’ah Idul Adha Rahimakumullah,
Alhamdulillah pagi ini kita dapat berkumpul menikmati indahnya matahari, sejuknya hawa pagi sembari mengumandangkan takbir mengagungkan Ilahi Rabbi dirangkai dgn dua raka’at Idul Adha sebagai upaya mendekatkan diri kepada Yang Maha Suci. Marilah kita bersama-sama meningkatkan taqwa kita kepada Allah swt dgn sepenuh hati. Kita niatkan hari ini sebagai langkah awal memulai perjalanan diri mengarungi kehidupan seperti yg tercermin dalam keta’atan dan ketabahan Nabi Allah Ibrahim as menjalani cobaan dari Allah Yang Maha Tinggi.
Muslimin dan Muslimat yg dimuliakan Allah
Hari ini ini ialah hari yg penuh berkah, hari yg sangat bersejarah bagi umat beragama di seluruh penjuru dunia, dan bagi umat muslim pada khususnya. Karena hari ini merupakan hari kemenangan seorang Nabi penemu konsep ke-tuhidan dalam berketuhanan. Sebuah penemuan maha penting dijagad raya, tak tertandingi nilainya dibandingkan dgn penemuan para santis dan ilmuan. Karena berkat konsep ke-tauhidan yg ditemukan Nabi Allah Ibrahim, manusia dapat menguasai alam dgn menjadi khalifah alal ardh. Setelah Nabi Allah Ibrahim as menyadari bahwa Allah swt ialah The Absolute One, Dzat yg paling Esa, maka semenjak itu juga umat manusia tak dibenarkan menyembah matahari, menyembah bintang, menyembah binatang, menyembah batu dan alam. Ini artinya manusia telah memposisikan dirinya di atas alam. Ajaran ke-Esa-an yg diprakarsai oleh Nabi Allah Ibrahim telah mengangkat derajat manusia atas alam se-isinya.<>Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sesungguhnya tak berlebihan bila hari ini kita jadikan sebagai salah satu hari besar kemanusiaan internasional yg harus diperingati oleh manusia se-jagad raya. Oleh sebab itu hari ini ialah momen yg tepat buat mengenang perjuangan Nabi Allah Ibrahim as dan upayanya menemukan Allah swt. Bagaimana beliau bersusah payah melatih alam kebathinannya buat mengenal Tuhan Allah Yang Paling Berkuasa. Bukankah itu hal yg amat sangat rumit? Apalagi bila kita membandingkan posisi manusia sebagai makhluk yg hidup dalam dunia kebendaan, sedangkan Allah Tuhan Yang Maha Sirr berada ditempat yg tak dapat dicapai dgn indera? Bagaimana Nabi Allah Ibrahim dapat menemukan-Nya? Tentunya melalui berbagai jalan thariqah yg panjang. Melalui latihan dan penempaan jiwa yg berat. Untuk itulah mari kita lihat rekaman tersebut dalam surat Al-An’am ayat 75-79
ÙˆÙŽÙƒÙŽØ°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ Ù†ÙرÙÙŠ Ø¥ÙبْرَاهÙيمَ Ù…ÙŽÙ„ÙŽÙƒÙوتَ السَّمَاوَات٠وَالْأَرْض٠وَلÙÙŠÙŽÙƒÙونَ Ù…ÙÙ†ÙŽ الْمÙوقÙÙ†Ùينَ(75) Ùَلَمَّا جَنَّ عَلَيْه٠اللَّيْل٠رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبّÙÙŠ Ùَلَمَّا Ø£ÙŽÙÙŽÙ„ÙŽ قَالَ لَا Ø£ÙØÙبّ٠الْآÙÙÙ„Ùينَ (76)Ùَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازÙغًا قَالَ هَذَا رَبّÙÙŠ Ùَلَمَّا Ø£ÙŽÙÙŽÙ„ÙŽ قَالَ لَئÙنْ لَمْ يَهْدÙÙ†ÙÙŠ رَبّÙÙŠ Ù„ÙŽØ£ÙŽÙƒÙونَنَّ Ù…ÙÙ†ÙŽ الْقَوْم٠الضَّالّÙينَ (77)Ùَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازÙغَةً قَالَ هَذَا رَبّÙÙŠ هَذَا أَكْبَر٠Ùَلَمَّا Ø£ÙŽÙَلَتْ قَالَ يَا قَوْم٠إÙنّÙÙŠ بَرÙيءٌ Ù…Ùمَّا تÙشْرÙÙƒÙونَ(78) إÙنّÙÙŠ وَجَّهْت٠وَجْهÙÙŠÙŽ Ù„ÙلَّذÙÙŠ Ùَطَرَ السَّمَاوَات٠وَالْأَرْضَ ØÙŽÙ†ÙÙŠÙًا وَمَا أَنَا Ù…ÙÙ†ÙŽ الْمÙشْرÙÙƒÙينَ (79)
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yg terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) supaya dia termasuk orang yg yakin. (75)
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tak suka kepada yg tenggelam “ (76)
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya bila Tuhanku tak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yg sesat.” (77)
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yg lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yg kamu persekutukan (78)
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yg menciptakan langit dan bumi, dgn cenderung kepada agama yg benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yg mempersekutukan Tuhan (79)
Para Hadirin yg dimuliakan Allah
Jika kita lihat dokumen sejarah yg termaktub dalam al-Qur’an di atas, hal ini menunjukkan betapa proses pencarian yg dilakukan Nabi Allah Ibrahim as sangatlah berat. Meskipun pada akhirnya Nabi Ibrahim berhasil menemukan Tuhan Allah Rabbil Alamin, bukan tuhan suku dan bangsa tertentu, tapi Tuhan seru sekalian alam. Tuhan yg senantiasa berada sangat dekat dgn manusia baik ketika terpejam maupun ketika terjaga. Itulah sejarah terbesar yg dipahatkan oleh Nabi Allah Ibrahim di sepanjang relief kehidupan umat manusia yg seharusnya selalu dikenang oleh umat beragama.
Selain sebagai orang yg menemukan konsep Ketuhaan. Beliau juga salah satu hamba tersukses di dunia yg mampu menaklukkan nafsu dunyawi demi memenangkan kecintaannya kepada Allah Sang Maha Suci. Fragmen ketaatan dan keikhlasannya buat menyembelih Ismail sebagai anak tercinta yg diidam-idamkannya, ialah bukti kepasrahan total kepada Allah swt. Baygkan saudara-saudara, Ismail ialah anak yg telah lama dinanti dan diidamkan, Ismail ialah anak tercintanya namun demikian semua itu ditundukkan oleh Nabi Ibrahim as demi memenangkan cintanya kepada Allah swt.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Dua hal di atas yaitu penemuan Ibrahim atas ke-Esaan Allah dan perintah penyembelihan terhadap anak tercinta merupakan satu perlambang bahwa ruang di mana Nabi Allah Ibrahim as. hidup ialah garis batas yg memisahkan antara kehidupan brutal dan kehidupan berpri-kemanusiaan. Penyembelihan terhadap Ismail yg kemudian diganti dgn kambing merupakan tanda bahwa semenjak itu tak ada lagi proses penyembahan dgn cara pengorbanan manusia (sesajen). Karena manusia ialah makhluk mulia yg tak pantas dikorbankan secara cuma-cuma, meskipun dilakukan dgn suka rela. Allah swt sendiri yg tak memperbolehkannya, dgn Kuasa-Nya ia ganti Ismail dgn seekor kambing.
Itulah beberapa hal yg harus dikenang dari Nabi Allah Ibrahim as. Sebagai umat manusia yg beriman dan beragama telah sewajibnya kita mengenang dan menteladani apa yg dilakukan Nabi Allah Ibahim as seperti yg diterangkan dalam al-Baqarah 127:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah ketimbang kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Dengan kata lain Allah swt menganjurkan manusia buat mengingat dan meneladai kehidupan Ibrahim terutama ketika Nabi Allah Ibrahim as merawat dan merekontruksi ka’bah sebagai baitullah. Sehingga berbagai ibadah dan ritual peyembahan kepada Allah swt menjadi kewajiban bagi umat muslim sedunia yg mampu menjalankannya. Itulah ibadah Haji.
Para Jama’ah idhul adha yg berbahagia
Haji meupakan salah satu ibadah yg sarat dgn simbol dan perlambang. Oleh sebab itu, bilalau ibadah haji dilaksanakan tanpa mengerti makna yg tersimpan didalamnya sangatlah percuma, sebab yg demikian itu hanya menyisakan kelelahan belaka. Kelelahan yg kerontang tanpa kesadaran.
Kaum muslimin dan muslimat, meskipun saat ini kita berada di sini, jauh dari tanah Haram, tak berarti kita tak dapat meneladani Nabi Ibrahim. Karena keteladanan itu taklah bersifat fisik. Namun sejatinya keteladanan itu berada dalam semangat yg tak mengenal batas ruang dan waktu. Keteladanan atas ibadah haji dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari ketika kita berinteraksi dgn tetangga, teman, saudara dan umat manusia pada umumnya.
Saudara-saudaraku seiman dan setaqwa
Bila kita tengok bahwa haji dimulai dgn niat yg dibarengi dgn menanggalkan pakaian sehari-hari buat digantikan dgn dua helai kain putih yg disebut dgn busana ihram. Maka ketahuilah dibalik keseragaman ini tersimpan beragam makna. Pertama bahawa pakaian yg selama ini kita pakai sehari-hari sangat menunjukkan derajat dan status sosil manusia. Oleh sebab itu, ketika seorang muslim telah berniat buat haji dan berniat menghadap-Nya maka segeralah tanggalkan pakaian itu dan gantilah dgn busana Ihram yg serba putih, sebab manusia di hadapan Ilahi Rabbi sejatinya tak berbeda.
Kedua, Pakaian itu tak hanya apa yg kita pakai namun juga identitas yg menyelimuti diri manusia hendaknya segera diluluhkan ketika menghadap-Nya. Allah tak mau pernah membedakan antara peabat dan rakyat, antar penguasa dan hamba, antara pedagang dan nelayan. Semua itu dimata Allah swt ialah sama. Seperti putihnya seragam yg membalut raga.
المسلمون إخوة لاÙضل لأØد على Ø£Øد إلابالتقوى (رواه الطبرانى)
Artinya, orang-orang Islam itu satu sama lain bersaudara, tiada yg lebih utama seorangpun dari seorang yg lain, melainkan sebab taqwanya (HR. Tabhrani)
Ketiga, Pakaian itu ialah sifat manusia. Ketika seorang muslim telah berniat menghadap Allah Sang Maha Kuasa, hendaklah ia mencopot segala identitasnya. Baik identitas sebagai tikus, buaya, serigala ataupun identitas sebagai kupu-kupu, merpati ataupu kasuwari. Artinya, segala macam sifat yg melekat baik negative maupun positif sebaiknya dihilangkan. Jangan pernah merasa sebagai apa-apa bilalau engkau menghadap-Nya.
Keempat, pakaian itu mengingatkan manusia mau ketakberdayaannya. Nanti ketika menghadap Ilahi Rabbi manusia tak membawa apa-apa kecuali kain putih yg menemaninya. Sebagai pertanda bahwa sebaiknya manusia hidup dgn sederhana, sebab semua mau ditinggalkannya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Selanjutnya Thowaf mengelilingi ka’bah tujuh kali putaran ialah perlambang kedekatan manusia dgn Sang Khaliq. Begitu harunya jiwa manusia ketika lebur mendekatkan diri pada Baitullah, seolah ke-dirian manusia hilang ditelan kebesaran-Nya. Thowaf dapat diartikan hilangnya diri terhanyut dalam pusaran Energi keilahiyan yg tak terkira. Thowaf ialah simbol hablum minallah yg hakiki, bahkan lebih dari itu. Tidak ada lagi habl penghubung antara manusia dan Sang Khaliq. Karena keduanya telah menyatu.
Kemudian sa’i berlari kecil dari shofa ke marwah. Ini merupakan rangkaian setelah Thowaf yg dapat diartikan sesuai perspketif sejarah. Ketika Siti Hajar Ibunda Nabi Ismail ditinggal oleh Nabi Allah Ibrahim as. Maka ia pun harus bertarung mempertahankan hidup ini dgn mencari air dari bukit Shofa ke Marwa. Kehidupan sarat dgn perjuangan. Usaha menjadi suatu kewajiban bagi manusia. Tiada air yg turun dari langit, namun air itu harus dicari sumbernya. Begitulah kehidupan di dunia ini. Hidup itu suci dan harus dijaga seperti makna hafiah kata Shofa yaitu kemurnian dan kesucian sedangkan. Namun hidup itu juga cita-cita yg jumawa dan penuh idealism seperti makna kata marwa yaitu kemurahan, memaafkan dan menghargai.
Jika thowaf menggambarkan hubungan dan kemanunggalan manusia dgn Sang Khaliq, maka sa’i menunjukkan bahwa kehidupan haruslah dijalani sesuai dgn hukum kemanusiaan. Berinteraksi, berhubungan dan berkomunikasi dgn sesame. Maka kehidupan ini haruslah menyeimbangkan antara keilahiyahan dan keinsaniyahan.
Ma’asyiral Muslimin yg berbahagia
Selain itu simbolisme dalam ibadah haji juga melekat pada Ka’bah Baitullah. Di sana ada hijir Ismail yg berarti ‘pangkuan Ismail’. Di sanalah seorang Ismail putera Ibrahim yg membangun Ka’bah pernah berada dalam pangkuan sang Ibu Hajar, seorang wanita hitam yg miskin juga seorang budak. Dengan ini Allah swt membuktikan bahwa seorang hamba pun dapat dimuliakanya dgn memposisikan kuburnya disamping ka’bah baitullah. Itu semua sebab ketaqwaannya. Ketaqwaan Ibu Hajar yg mampu berhijrah menuju kebaikan dan kemuliaan.
Sedangkan padang Arafah sebagai tempat para haji menunaikan wuquf merupakan ruang luas yg terhampar buat memasak diri seorang muslim hingga ia mengenal siapa jati dirinya sebagai manusia. Arafah ialah ruang berintrospeksi diri, siapa, dari mana sosok diri itu dan hendak kemana nantinya. Oleh sebab itu ruang ini dinamakan arafah yg mempunyai satu asal kata yg sama dgn ma’rifat yaitu mengeatuhi dan mengerti hakikat diri. Diharapkan setelah diramu dalam padang arafah ini seorang diri dapat menjadi lebih arif (bijaksana) dalam mengarungi kehidupan dan mempertimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat seperti yg disimbolkan dalam thowaf dan sa’i.
Dari Arafah menuju Muzdalifah guna mempersiapkan diri dan mempersenjatainya melawan syaithan yg mau dihadapi nanti di Mina. Manusia haruslah selalu waspada bahwa syaitan ada dimana-mana. Karena itulah senjata pemusnahnya taklah sesuatu yg besar dan menakutkan. Tetapi cukup dgn kerikil yg kecil sebagai simbol atas kesabaran dan keteguhan hati.
Ma’asyiral Muslimin
Demikianlah uraian dalam khutbah ini semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Dan amrilah kita berdoa kepada Allah swt semoga amal ibadah kita diterima. Semoga kita yg disini diberikan kesempatan mengunjungi tanah haram di lain waktu, seperti cita-cita kita semua. Dan semoga mereka yg berada di sana diberi keselamatan semua. Amien
أعÙوْذ٠بÙالله٠مÙÙ†ÙŽ الشَّيْطن٠الرَّجÙيْمÙ. بÙسْم٠الله٠الرَّØْمن٠الرَّØÙيمÙ. Ø¥Ùنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ Ùَصَلّ٠لÙرَبّÙÙƒÙŽ وَانْØَرْ Ø¥Ùنَّ شَانÙئَكَ Ù‡ÙÙˆÙŽ الْأَبْتَرÙ
بَارَكَ الله٠لÙÙŠ ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙƒÙمْ ÙÙÙŠ الْقÙرْآن٠الْعَظÙيْمÙ. ÙˆÙŽÙ†ÙŽÙَعَنÙÙŠ وَاÙيّÙاكÙمْ بما Ùيه Ù…ÙÙ†ÙŽ الآيَات٠وَالذّÙكْر٠الْØÙŽÙƒÙيْمÙ. وَتَقَبَّلْ Ù…ÙنّÙيْ ÙˆÙŽÙ…ÙنْكÙمْ تÙلاوَتَه٠اÙنّه٠هÙÙˆÙŽ السَّمÙيْع٠اْلعَلÙيْمÙ. ÙَاسْتَغْÙÙرÙوْا اÙنَّه٠هÙوَاْلغَÙÙوْر٠الرَّØÙيْمÙ
Khutbah Kedua:
الله٠اَكْبَرْ (3×) الله٠اَكْبَرْ (4×) الله٠اَكْبَرْ كبيرا وَاْلØَمْد٠لله٠كَثÙيْرًا وَسÙبْØَانَ الله بÙكْرَةً ÙˆÙŽ أَصْيْلاً لاَ اÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ اÙلاَّ الله٠وَالله٠وَ الله٠اَكْبَرْ الله٠اَكْبَرْ وَلله٠اْلØَمْدÙ
اَلْØَمْد٠لله٠عَلىَ اÙØْسَانÙه٠وَالشّÙكْر٠لَه٠عَلىَ تَوْÙÙيْقÙه٠وَاÙمْتÙنَانÙÙ‡Ù. وَاَشْهَد٠اَنْ لاَ اÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ اÙلاَّ الله٠وَالله٠وَØْدَه٠لاَ شَرÙيْكَ لَه٠وَاَشْهَد٠اَنَّ سَيّÙدَنَا Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙه٠وَرَسÙوْلÙه٠الدَّاعÙÙ‰ اÙلىَ رÙضْوَانÙÙ‡Ù. اللهÙمَّ صَلّ٠عَلَى سَيّÙدÙنَا Ù…ÙØَمَّد٠وَعَلَى اَلÙه٠وَاَصْØَابÙه٠وَسَلّÙمْ تَسْلÙيْمًا ÙƒÙثيْرًا
اَمَّا بَعْد٠Ùَياَ اَيّÙهَا النَّاس٠اÙتَّقÙوااللهَ ÙÙيْمَا اَمَرَ وَانْتَهÙوْا عَمَّا Ù†ÙŽÙ‡ÙŽÙ‰ وَاعْلَمÙوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكÙمْ بÙاَمْر٠بَدَأَ ÙÙيْه٠بÙÙ†ÙŽÙْسÙه٠وَثَـنَى بÙمَلآ ئÙكَتÙه٠بÙÙ‚ÙدْسÙه٠وَقَالَ تَعاَلَى اÙنَّ اللهَ وَمَلآ ئÙكَتَه٠يÙصَلّÙوْنَ عَلىَ النَّبÙÙ‰ يآ اَيّÙهَا الَّذÙيْنَ آمَنÙوْا صَلّÙوْا عَلَيْه٠وَسَلّÙÙ…Ùوْا تَسْلÙيْمًا. اللهÙمَّ صَلّ٠عَلَى سَيّÙدÙنَا Ù…ÙØَمَّد٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلّÙمْ وَعَلَى آل٠سَيّÙدÙناَ Ù…ÙØَمَّد٠وَعَلَى اَنْبÙيآئÙÙƒÙŽ وَرÙسÙÙ„ÙÙƒÙŽ وَمَلآئÙكَة٠اْلمÙقَرَّبÙيْنَ وَارْضَ اللّهÙمَّ عَن٠اْلخÙÙ„ÙŽÙَاء٠الرَّاشÙدÙيْنَ اَبÙÙ‰ بَكْرÙوَعÙمَروَعÙثْمَان وَعَلÙÙ‰ وَعَنْ بَقÙيَّة٠الصَّØَابَة٠وَالتَّابÙعÙيْنَ وَتَابÙعÙÙŠ التَّابÙعÙيْنَ Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ بÙاÙØْسَان٠اÙلَىيَوْم٠الدّÙيْن٠وَارْضَ عَنَّا مَعَهÙمْ بÙرَØْمَتÙÙƒÙŽ يَا اَرْØÙŽÙ…ÙŽ الرَّاØÙÙ…Ùيْنَ
اَللهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙلْمÙؤْمÙÙ†Ùيْنَ وَاْلمÙؤْمÙنَات٠وَاْلمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ وَاْلمÙسْلÙمَات٠اَلاَØْيآء٠مÙنْهÙمْ وَاْلاَمْوَات٠اللهÙمَّ اَعÙزَّ اْلاÙسْلاَمَ وَاْلمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ ÙˆÙŽØ£ÙŽØ°Ùلَّ الشّÙرْكَ وَاْلمÙشْرÙÙƒÙيْنَ وَانْصÙرْ عÙبَادَكَ اْلمÙÙˆÙŽØÙ‘ÙدÙيَّةَ وَانْصÙرْ مَنْ نَصَرَ الدّÙيْنَ وَاخْذÙلْ مَنْ خَذَلَ اْلمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ ÙˆÙŽ دَمّÙرْ اَعْدَاءَالدّÙيْن٠وَاعْل٠كَلÙمَاتÙÙƒÙŽ اÙÙ„ÙŽÙ‰ يَوْمَ الدّÙيْنÙ. اللهÙمَّ ادْÙَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزÙÙ„ÙŽ وَاْلمÙØÙŽÙ†ÙŽ وَسÙوْءَ اْلÙÙتْنَة٠وَاْلمÙØÙŽÙ†ÙŽ مَا ظَهَرَ Ù…Ùنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدÙنَا اÙنْدÙونÙيْسÙيَّا خآصَّةً وَسَائÙر٠اْلبÙلْدَان٠اْلمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمÙيْنَ. رَبَّنَا آتÙناَ ÙÙÙ‰ الدّÙنْيَا Øَسَنَةً ÙˆÙŽÙÙÙ‰ اْلآخÙرَة٠Øَسَنَةً ÙˆÙŽÙ‚Ùنَا عَذَابَ النَّارÙ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْÙÙسَنَاوَاÙنْ لَمْ تَغْÙÙرْ لَنَا وَتَرْØَمْنَا Ù„ÙŽÙ†ÙŽÙƒÙوْنَنَّ Ù…ÙÙ†ÙŽ اْلخَاسÙرÙيْنَ. عÙبَادَالله٠! اÙنَّ اللهَ يَأْمÙرÙنَا بÙاْلعَدْل٠وَاْلاÙØْسَان٠وَإÙيْتآء٠ذÙÙ‰ اْلقÙرْبىَ وَيَنْهَى عَن٠اْلÙÙŽØْشآء٠وَاْلمÙنْكَرÙ٠وَاْلبَغْي يَعÙظÙÙƒÙمْ لَعَلَّكÙمْ تَذَكَّرÙوْنَ وَاذْكÙرÙوااللهَ اْلعَظÙيْمَ يَذْكÙرْكÙمْ وَاشْكÙرÙوْه٠عَلىَ Ù†ÙعَمÙه٠يَزÙدْكÙمْ ÙˆÙŽÙ„ÙŽØ°Ùكْر٠الله٠اَكْبَرْ