Keutamaan Mengiringi Jenazah sampai Pemakaman

Kematian mau menghampiri siapa saja. Saat ada orang meninggal dunia, orang yg masih hidup berkewajiban memenuhi hak mayit. Tanggung jawab ini masuk kategori fardlu kifayah atau kewajiban kolektif, yakni apabila salah seorang telah melaksanakannya maka gugurlah kewajiban orang-orang sisanya.

 

Bila ada salah seorang umat Muslim meninggal dunia yg matinya tak sebab mati syahid (di medan pertempuran) atau meninggal ketika sedang berihram, maka kewajiban yg hidup terdapat empat macam, yaitu memandikan, mengafani, menshalati, dan menguburkannya.

 

Lain halnya dgn orang kafir. Menshalatkannya justru dilarang sebab shalat itu sendiri bermakna mendoakan (meski saat masih hidup, mendoakan mereka diperbolehkan). Adapun memandikan jenazah orang kafir diperbolehkan. Bahkan, mengafani dan menguburkan kafir dzimmi hukumnya wajib (Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah Al-Baijuri, [Beirut: DKI, 1999], juz 1, hal. 365-366).

 

Lalu bagaimana hukum mengiring jenazah Muslim sampai ke pemakaman?

 

Pada dasarya, hukum mengiring janazah tak wajib sebab yg pokok ialah telah ada yg menshalatkan dan memakamkan tanpa pengiring. Namun, Baginda Nabi Muhammad ï·º memberikan kabar gembira bagi siapa saja yg mau mengiringi janazah baik sampai ke tempat penyelenggaraan shalat maupun sampai ke pemakaman, mau mendapatkan dua qirath. Satu qirath setara dgn besar gunung Uhud. Hal ini berdasarkan hadits yg diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah ï·º bersabda:

 

مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا، فَإِنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيرَاطَيْنِ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ، وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ، فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ.

 

Artinya: “Barangsiapa yg mengiring janazah seoran muslim dgn sebuah keimanan dan mencari ridla Allah, orang itu mengiringi janazah sampai shalat selesai dan sampai usai menguburkannya, ia pulang membawa pahala dua qirath. Setiap qirath itu sama dgn gunung Uhud. Dan barangsiapa yg menshalatinya lalu pulang sebelum dimakamkan, dia pulang dgn membawa satu qirath. (HR Bukhari: 47)

 

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari menyatakan bahwa pahala dua qirath itu didapat apabila seseorang mengiring dgn membersamai janazah, tak berangkat sendiri-sendiri.

 

وَمُقْتَضَى هَذَا أَنَّ الْقِيرَاطَيْنِ إِنَّمَا يَحْصُلَانِ لِمَنْ كَانَ مَعَهَا فِي جَمِيعِ الطَّرِيقِ حَتَّى تُدْفَنَ فَإِنْ صَلَّى مَثَلًا وَذَهَبَ إِلَى الْقَبْرِ وَحْدَهُ فَحَضَرَ الدَّفْنَ لَمْ يَحْصُلْ لَهُ إِلَّا قِيرَاطٌ وَاحِدٌ انْتَهَى

 

Artinya: “Konteks mendapatkan dua qirath di sini dihasilkan bagi orang yg membersamai janazah sepanjang jalan sampai dikebumikan. Kalau melaksanakan shalat lalu pergi ke kuburan sendiri, maka hanya mendapatkan satu qirath saja” (Ahmad bin Ali ibn Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, [Beirut: Darul Ma’rifah, 1379 H], juz 3, hal. 197).

 

Selain itu, Ibnu Hajar juga mengingatkan tentang pentingnya niat. Hadits di atas memberikan aturan dalam mengiring janazah atas dasar iman dan mencari ridha Allah, maka orang yg mengiring janazah supaya mendapat hadiah atau imbalan dan supaya dicintai salah seorang mahluk, tak mau mendapatkan pahala dua qirath. Wallahu a’lam.

 

 

 

Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudlatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang.

 

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.