Keutamaan sepuluh Hari Awal Dzulhijjah dalam Al-Qur’an & Hadits

Di antara kemuliaan yg Allah berikan kepada umat Islam sekaligus menjadi nikmat yg sangat besar dan harus disyukuri ialah menjadikan waktu-waktu tertentu buat setiap ibadah tertentu supaya umat Islam meraih pahala lebih banyak di waktu tersebut. Ibaratnya, waktu itu sebagai media bagi umat Islam buat berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Di antara waktu tersebut ialah 10 hari awal Dzulhijjah.

 

Dalam 10 hari awal Dzulhijjah, semua ketaatan dan kebaikan umat Islam menjadi ibadah yg pahalanya sangat besar. Tentu, semua pemberian Allah yg sangat besar dan patut disyukuri ini tak dapat ditemukan di waktu yg lain. Sebagai muqaddimah dari penjelasan tentang kemuliaan bulan Dzulhijjah, yaitu dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wata’ala berfirman:

 

وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)

Artinya, “1. Demi fajar; 2. Demi malam yg sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)

 

Para ulama ahli tafsir berbeda pendapat dalam mengartikan ayat kedua. Ada yg berpendapat yg dimaksud ialah 10 hari terakhir di Ramadhan; ada yg berpendapat 10 hari awal Muharram; dan ada juga yg berpendapat 10 hari awal Dzulhijjah. Hanya saja, pendapat yg sahih sebagaimana yg disampaikan oleh Imam Ibnu Katsir ialah pendapat ketiga, yaitu 10 hari di awal Dzulhijjah. (Abul Fida’ Ad-Dimisqi, Tafsîr Ibnu Katsîr, [Bairut, Dârul Fikr: 1999], juz VIII, halaman 391).

 

Alasan ketiga pendapat di atas tentunya berbeda-beda. Menurut pendapat pertama sebab Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam sangat menjaga 10 malam terakhir di Ramadhan. Tidak hanya itu, di antara malam-malam itu juga bertepatan dgn Lailatul Qadar. Menurut pendapat kedua sebab pada Muharram terdapat hari yg sangat mulia, yaitu hari Asyura. Sedangkan alasan pendapat ketiga sebab pada Dzulhijjah bertepatan dgn kesibukan umat Islam dalam menjalankan pilar Islam yg kelima, yaitu ibadah haji ke Baitullah. (Fakhruddin Ar-Razi, Tafsîr Mafâtîhul Ghaib, [Bairut, Dârul Fikr: 1992], juz XXXI, h. 149).

 

Sebagai bukti keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah ialah Allah bersumpah atas nama fajar dan malam 10 awal Dzulhijjah. Semua itu sebenarnya tak lepas dari beberapa kemuliaan di dalamnya. Kata kemuliaan di sini dapat diartikan dgn dua arti: (1) kemuliaan dan keagungan secara ukhrawi, seperti mengesakan Allah subhânahu wata’âlâ; dan (2) kemuliaan dan keagungan secara duniawi, seperti harusnya bersyukur saat itu disebabkan kenikmatan yg telah Allah berikan.

 

Maksud dari kemuliaan ukhrawi dgn mengesakan Allah ialah bahwa pada hari itu semua umat Islam berkumpul dalam rangka mensucikan Allah dari segala sekutu dan kekurangan. Dikemas dgn ibadah haji bagi yg mampu, dan dgn melaksanakan shalat Idul Adha bagi yg tak mampu. Dengannya Allah mau memberikan pahala bagi mereka yg mengerjakannya. Tentunya, pahala yg diberikan mau dinikmati kelak di akhirat. Sedangkan yg dimaksud kemuliaan secara duniawi ialah pada hari tersebut umat Islam ditakdirkan sebagai makhluk yg beriman kepada Allah dan mempercayai semua ketentuan-Nya. Tidak ada nikmat yg lebih besar selama di dunia selain nikmat Islam dan Iman.

 

Berkaitan dgn keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ اَلْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّام. يَعْنِي أَيَّامُ الْعُشْرِ. قَالُوْا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيءٍ. (رواه البخاري)

Artinya, “Tidak ada hari di mana amal kebaikan saat itu lebih dicintai oleh Allah ketimbang hari-hari ini. Rasulullah menghendaki 10 hari (awal Dzulhijjah). Lantas para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, tak juga jihad di jalan Allah?’ Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yg keluar berjihad dgn jiwa dan hartanya, kemudian tak kembali dgn sesuatu apapun (mati syahid)’.” (HR. Al-Bukhari). (An-Nawawi, Riyâdhus Shâlihîn, juz II, halaman 77-78).

 

Dalam hadits ini seolah Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam hendak memberikan motivasi yg sangat tinggi kepada para sahabat dan umatnya buat tak menyia-nyiakan keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah. Bahkan perbandingannya dgn jihad di jalan Allah.

 

Motivasi itu disampaikan Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam tak lain sebab banyaknya manfaat dan agungnya kemuliaan pada hari itu. Di antara hari tersebut terdapat hari Arafah dan hari penyembelihan kurban, sekaligus menjadi hari pelaksanaan ibadah haji. Semuanya tak diragukan kemulian dan keagungannya. Umat Islam sepakat bahwa hari-hari tersebut merupakan hari yg sangat dimuliakan oleh Allah Ta’ala.

 

Hadits di atas juga memberikan pemahaman bahwa adanya keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah secara khusus meniscayakan hari-hari tersebut lebih mulia dari hari lainnya. Semua ibadah dan amal kebaikan yg dilakukan saat itu lebih mulia dan lebih besar pahalnya ketimbang di hari-hari lainnya. Karenanya, tak heran bila Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam sangat memotivasi para sahabat dan umatnya buat melakukan ibadah dan amal kebaikan pada hari-hari tersebut.

 

Syekh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfuri menyampaikan penjelasan ulama:

 

لِأَنَّهَا أَيَّامُ زِيَارَةِ بَيْتِ اللهِ وَالْوَقْتُ إِذَا كاَنَ أَفْضَلَ كاَنَ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهِ أَفْضَلُ

 

Artinya, “Karena 10 hari awal Dzulhijjah tersebut menjadi hari berkunjung ke Baitullah, sementara suatu waktu apabila lebih mulia dari waktu yg lain, maka amal kebaikan di dalamnya juga lebih utama.” (Abdurrahman Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadi, [Bairut, Dârul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1999], juz III, halaman 386).

 

Karenanya sangat beruntung bagi umat Islam yg dapat menjumpai 10 hari awal bulan Dzulhijjah dan dapat melakukan ibadah disertai berbagai kebaikan lainnya. Semua itu merupakan nikmat sangat besar yg Allah berikan kepada hamba-Nya yg dikehendaki. Tidak sepantasnya umat Islam menyia-nyiakan hari yg sangat berlimpah nilai pahalanya di sisi Allah subhânahu wata’âlâ.

 

Umat Islam yg menjumpai 10 hari awal Dzulhijjah mempunyai momentum buat melakukan ibadah dan kebaikan dgn pahala yg lebih besar dibandingkan hari-hari lainnya. Sepatutnya hari-hari mulia itu dijadikan kesempatan buat lebih giat dan semangat dalam menjalankan semua kewajiban, menambah ibadah sunnah, dan melakukan berbagai kebaikan melebihi kesehariannya.

 

Sunnatullah, Pengajar di Pesantren Al-Hikmah Darussalam, Kokop Bangkalan.
 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.