Keutamaan Waktu Menjelang Dhuhur

Dalam kajian ilmu tauhid, sebagaimana tertulis dalam kitab Jawahirul Kalamiyah karya Syekh Thahir bin Shalih, cara beriman kepada Allah dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, beriman kepada Allah secara universal, yaitu meyakini bahwa Allah tak memiliki sifat kekurangan. Kedua, beriman secara terperinci, yaitu dgn mengetahui sifat-sifat wajib dan muhal (mustahil) bagi Allah.

 

Secara keseluruhan dapat dipahami bahwa tiada yg sia-sia segala yg Allah ciptakan di alam semesta ini, termasuk penciptaan waktu buat umat manusia. Untuk menunjukkan pentingnya waktu, Allah bersumpah dgnnya. Demikian ini dapat dilihat dalam Surat Al-‘Ashr ayat 1

 

وَالْعَصْرِ (١)

 

“Demi masa.”

 

Cukup bijak rasanya bila seorang Muslim berpikir tentang makna di balik sumpahnya Allah dgn waktu. Tidak mungkin sang maha segalanya bersumpah dgn waktu bila tak ada rahasia di dalamnya.

 

Tentu banyak mufasir menuangkan pendapatnya terkait hal ini. Namun secara garis besar ayat tersebut mengajak kepada manusia buat menghargai waktu yg diberikan oleh Allah kepadanya. Waktu, usia, harta, pangkat dan jabatan tak lain ialah jatah yg telah ditentukan awal dan batas akhirnya. Oleh sebabnya langkah terbaik bagi setiap manusia ialah mengatur waktu dgn sebaik-baiknya supaya setiap pergantian detik ke detik berikutnya bernilai ibadah.

 

Bersyukur kepada Allah yg telah mengutus para rasul hingga pewarisnya para ulama. Atas jasa merekalah umat manusia dapat mengetahui keutamaan dalam setiap hitungan waktu. Syekh Nawawi al-Jawi dalam Syarah Maraqil Ubudiyah ialah an-naum fi nishfi an-nahari salah satunya, beliau menjelaskan manajemen waktu yg semestinya diikuti oleh para Muslimin supaya memperoleh keberuntungan dunia juga akhirat.

 

Terdapat satu bab menarik buat dikaji bersama ialah Adab al-Isti’dad Lisairi ash-Shalawat. Bab ini diawali pembahasan persiapan menjelang shalat Dhuhur. Amalan pertama yg disebutkan dalam tulisan belaiau ialah fataqaddim al-qailulata (maka dahulukan qailulah). Menurut Syekh Nawawi, qailulah ialah tidur di tengah hari. Salah satu keutamaannya ialah dapat menolong supaya dapat bangun malam. Dan banyak artikel mengaji tentang ini, terutama arti dan ketentuannya.

 

Baca: 8 Kiat Mudah Bangun Malam Menurut Imam al-Ghazali

 

Sebagaimana telah disebutkan di atas, qailulah merupakan tidur sebentar menjelang datangnya waktu shalat Dhuhur. Dalam kitabnya Syekh Nawawi menambahkan, hendaknya bangun dari qailulah sebelum matahari tergelincir (sebelum datang waktu Dhuhur). Kemudian mengambil air wudlu hingga terdengar suara adzan dan menjawab setiap seruannya.

 

Amaliah selanjutnya berdasarkan sunnah Rasulullah ialah shalat sunnah empat rakaat sebelum melaksanakan shalat Dhuhur. Sebagaimana redaksinya tertulis

 

(كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُطَوِّلُهُنَّ) اي هذه الركعات (وَيَقُوْلُ هَذَا) اي وقت الزوال (وَقْتٌ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعُ لِيْ فِيْهِ) (عَمَلٌ صَالِحٌ) كما رواه أبو أيوب ألأنصاري

 

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallama memanjangkan shalatnya (empat rakaat), dan bersabda, ‘Waktu tergelincirnya matahari ialah waktu dibukanya pintu-pintu langit, maka saya lebih suka amal baik saya diangkat pada waktu tersebut’. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Ayub al-Anshari” (Syekh Nawawi al-Jawi dalam Syarah Maraqil Ubudiyah, Semarang: Toha Putra, hal. 36-37).

 

Melanjutkan sabdanya, Rasulullah menjelaskan keutamaan shalat empat rakaat dari Abi Hurairah radliallahu ‘anhu

 

(أَنَّ مَنْ صَلَاهُنَّ) اي اربع ركعات بعد زوال الشمس (فَأَحْسَنَ رَكُوْعَهُنَّ وَسُجُوْدَهُنَّ) اي وقراءتهن (صَلَّى مَعَهُ سَبْعُوْنَ أَلْفِ مَلَكٍ يَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ إِلَى اللَّيْلِ)

 

“Sungguh barang siapa shalat empat rakaat (setelah matahari tergelincir) dgn menyempurnakan ruku’, sujud, dan bacaannya, maka shalat bersamanya tujuh puluh ribu malaikat, dan mereka memohonkan ampunan baginya sampai waktu malam.”

 

Demikian itulah keutamaan yg sepertinya banyak dari umat Islam belum mengetahuinya. Atau mengetahui namun belum sempat mempraktikannya. Bagaimana tak, waktu tersebut ialah waktu sibuk-sibuknya orang dgn urusan duniawi. Bukan saja tak sempat buat qailulah, makan saja sering kali terabaikan.

 

Dengan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah dan ber-muhasabah diri, setaknya dapat mulai mengatur waktu, menyeimbangkan amal dunia dan akhirat supaya setiap waktunya bernilai positif. Dan pada akhirnya mau mendapatkan keberkahan waktu, umur dan mencapai kesempurnaan diri sebagai khalifah dan hamba Allah di bumi.

 

Jaenuri, Dosen Fakultas Agama Islam UNU Surakarta

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.