الله أكبر أما بعد : &<ايها الحاضرون ! هذا يوم العيد. هذا يوم الفرح. فرح المسلمون لتوفيق الله إياهم باستكمال بلاء ربهم بفرض الصيام مع الترويحات فرح المسلمون بوعد ربهم بغفران ما اجترحوا من السيئات واستحلال بعضهم من بعض فى الحقوق والواجبات. إخوانى الكرام ! فى هذا اليوم حرم الله علينا الصيام بعد أن فرضه علينا جميع الشهر وأخبر أنه فرضه لنكون من المتقين. فمن هذا اليوم ينبغى لنا أن نبعث فى أنفسنا بارتقائها على مراتب التقوى ونهتم بدين ربنا حتى ننال ما وعدنا ربنا حقا. الله أكبر ! إخوانى الكرام ! إن الله شرع لنا هذا العيد لنعود الى السمع والطاعة. ونعمل بكتابه بالجد والإجتهاد والقوة. ونبتعد عن التقصير والأعمال كما وقع فى أعوامنا الماضية. الله أكبر. وقال تعالى : ومن أظلم ممن ذكر بأيات ربه فأعرض عنها ونسى ما قدمت يداه. إنا جعلنا على قلوبهم أكنة أن يفقهوه وفى أذانهم وقرا وإن تدعهم إلى الهدى فلن يهتدوا إذن أبدا. الله أكبر, إخوانى الكرام ! إعلموا أن الله تعالى قد طالبنا فى إقرارنا أن نطيع ونسمع. فقال تعالى ألم ياءن للذين أمنوا أن تخشع قلوبهم لذكر الله وما نزل من الحق ولا يكونوا كالذين أوتوا الكتاب من قبل فطال عليهم الأمد فقست قلوبهم وكثير منهم فاسقون. الله أكبر. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. بادروا بالأعمال قبل ان تظهر فتنا كقطع الليل المظلم يصبح الرجل مؤمنا ويمسى كافرا ويمسى مؤمنا ويصبح كافرا. يبيع أحدهم دينه بعرض قليل من الدنيا. رواه مسلم عن أبى هريرة
 
Kaum Muslimin yg Dimuliakan Allah
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan puja kehadirat Allah swt sebab pada pagi hari ini kita masih diberikan karunia buat melakukan shalat ied, setelah sebelumnya kita diberi kesempatan buat menunaikan ibadah puasa. Mudah-mudahan kita dapat mensyukuri karunia ini dgn sungguh-sungguh, khususnya karunia kesehatan dan kebahagiaan.

Hari ini kita masuk ke bulan Syawal 1431 H dan merayakan Idul Fitri. Hari ini kita kembali kepada fitrah yg suci, kembali kepada lembaran yg bersih. Semuanya ini dalam rangka meningkatkan takwa kita. Membersihkan hati kita ini semata-mata hanyalah ibadah kepada Allah swt. Dalam sebuah kata-kata hikmah dikatakan,”Laisa al-Id li man yalbasu al-jadid, wa innama al-id li man taqwahu yazid’, yg berarti, Bukanlah yg disebut hari raya itu hanya buat orang yg berpakaian baru saja, atau alat parabot rumah tangga yg baru saja. Tapi, yg dinamakan hari raya itu ialah bagi orang yg bertambah taatnya kepada Allah swt. Selain melestarikan hablum minallah, Idul Fitri ini juga berfungsi sebagai sarana hablum minan nas.

Menghayati inti ajaran yg dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan menyadari persoalan bangsa yg pada saat ini serta memperhatikan bagaimana perjuangan Rasulullah dalam membangun masyarakat yg damai dan sejahtera melalui ajaran Islam (Islam tamaddun), maka dalam suasana Idul Fitri ini mau tepat kiranya bila kita gunakan sebagai momentum buat membangun Indonesia ke depan yg lebih cerah. Puasa dan Idul Fitri telah seharusnya dijadikan sebagai momentum buat membangun gerakan kebangkitan bangsa ke depan, bukan sekedar ritual atau banalitas tahunan bagi umat Islam.

Puasa dan Idul Fitri seyogyanya mampu melahirkan persepsi dan kesadaran yg benar terhadap persoalan bangsa yg sesungguhnya. Persoalan bangsa Indonesia yg kita hadapi sekarang ini sesungguhnya, bukanlah sebatas menygkut satu bidang misalnya masalah ekonomi atau seperti yg dilontarkan banyak pengamat, kita tengah mengalami krisis enerji dan pangan, melainkan lebih mendasar dan luas dari sebatas itu. “Laisa minna ma lam yahtamma bi amril muslimin”, bahwa tak termasuk umatku mereka yg tak peduli terhadap urusan umat Islam.

Memang membangun ekonomi ialah penting, mau tetapi bukanlah segala-galanya. Bangsa yg berperadaban tinggi selalu dibangun di atas dasar keyakinan, jiwa atau spritualitas yg dalam serta akhlak yg luhur. Keadaan ekonomi yg kurang baik, di tengah-tengah negeri yg subur seperti Indonesia, sesungguhnya merupakan akibat dari lemahnya iman, spritualitas, keterbatasan ilmu dan akhlak yg disandangnya. Betapa pentingnya aspek-aspek ini buat membangun peradaban, maka ayat-ayat Al-Quran pada fase awal yg diterimakan kepada Rasulullah ialah menygkut ilmu pengetahuan (yakni dalam bentuk perintah membaca, Iqra’), larangan berbuat angkara murka dan sebaliknya, beliau diperintah buat membangun akhlaq yg mulia (bu’itstu li utammima makarimal akhlaq). Dikatakan bahwa “al-dinu husnul khulq” bahwa agama identik dgn kebaikan budi pekerti.

Puasa dan Idul Fitri harus mampu membangkitkan jiwa optimisme yg kuat terhadap kehidupan hari esok yg lebih baik. Akhir-akhir, muncul dari kalangan luas rasa pesimisme yg berkelebihan terhadap keadaan negeri ini. Barangkat dari suasana pesimisme itu, bangsa ini dilabeli dgn identitas yg sedemikian rendah, seperti disebutnya sebagai bangsa yg terpuruk, bangsa korup, bangsa yg carut marut, bangsa yg berada pada titik nadir dan istilah-istilah lain yg kurang sedap. Istilah-istilah seperti itu dapat jadi mau melahirkan mental bangsa yg inferior, (‘adamul tsiqoh) tak percaya diri dan selalu berharap pada uluran pertolongan bangsa lain. Bangsa Indonesia sesungguhnya tak semalang itu.

Sebaliknya, bangsa Indonesia ini ialah bangsa yg beruntung, memiliki tanah kepulauan yg luas lagi subur, samudera dan lautan yg luas, aneka tambang, serta penduduk berjumlah besar. Semua itu ialah karunia Allah, yg seharusnya selalu disyukuri dan dijadikan modal buat membangun kemakmuran bersama.

Puasa dan Idul Fitri supaya bermakna terhadap upaya menjadikan Indonesia bangkit, harus mampu melahirkan sikap solidaritas sosial atau kemauan berjuang dan berkorban yg tinggi. Membangun bangsa tak mau berhasil bila tak terdapat orang-orang yg rela berjuang dan berkorban. Sejarah bangsa ini membuktikan secara jelas tentang hal itu. Indonesia berhasil meraih kemerdekaan dari penjajah, ialah sebagai buah dari adanya kesediaan para pejuang termasuk di garda depan ialah peran para ulama-ulama kita yg ikhlas mengorbankan apa saja yg ada padanya. Demikian pula, Rasulullah Muhammad SAW tak mau mampu mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat madani yg damai dan berperadaban bila tak ditempuh melalui perjuangan dan pengorbanan yg berat.

Dan selaras dinamika yg ada, pemerintah telah seharusnya buat terus menerus memegang teguh pada prinsip memperjuangkan kemakmuran dan kemahslahatan rakyat. Dalam kaidah fikih dikatakan,”tasharruf al-imam ‘ala al-ra’iy manuthun bi al-mashlahah,” bahwa kebijakan pemerintah wajib ditaati selama kebijakan tersebut berpijak pada kebijakan yg memberikan kebaikan bagi banyak rakyat. Imam Syafi’i menggambarkan hubungan rakyat dan penguasa ibarat hubungan wali dgn anak yatim.

Puasa dan hari raya Idul Fitri selayaknya melahirkan sifat-sifat profektif, seperti amanah, ialah, istiqamah dan salam. Sifat-sifat itu sangat diperlukan buat membangun masyarakat yg lebih adil dan maju. Lebih ketimbang itu, puasa dan Idul Fitri seharusnya berhasil melahirkan suasana batin yg pandai bersyukur, ikhlas, tawakkal dan istiqamah. Di sinilah, pentingnya memahami dan meresapi kata-kata “al-dinu huwa al-nashihah lillahi wa li rasulihi wa lil mu’minin”, bahwa agama ada nasehat.

Kaum Muslimin yg Dimuliakan Allah
Akhirnya, melalui momentum Idul Fitri ini, marilah kita bersama-sama menyadari betapa pentingnya semua komponen bangsa ini bersigap dan bertekad buat ikut berpartisipasi secara aktif dalam membangun bangsa. Demikian juga, NU sebagai organisasi Islam terbesar di negeri ini, yg diakui telah memberikan corak bagi khazanah keberagamaan, sosial, politik dan budaya di Indonesia, tentu saja mau berupaya semaksimal mungkin buat turut memikirkan dan menindaki dalam rangka membangun Indonesia yg lebih maju dan beradap. NU menyadari sepenuhnya bahwa upaya membangun bangsa bukan sekedar memakmurkan secara fisik, melainkan yg terpenting ialah membangun peradaban (tsaqafah wa al-hadharah). Hal ini demi terwujudnya impian Indonesia menjadi “negeri yg berperadaban adiluhung” (madinah al-fadhilah).