Naskah khutbah Jumat kali ini menjelaskan tentang bagaimana akhlak seorang Muslim dalam bertetangga. Naskah khutbah ini menginagtkan kita betapa pentingnya menjaga keharmonisan dgn tetangga.
Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul “Khutbah Jumat: Akhlak Kepada Tetangga“. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)
Khutbah I
الØَمْد٠لÙلّٰه٠الْمَلÙك٠الدَّيَّانÙØŒ وَالصَّلَاة٠وَالسَّلَام٠عَلَى Ù…ÙØَمَّد٠سَيÙّد٠وَلَد٠عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلÙه٠وَصَØْبÙه٠وَتَابÙعÙيْه٠عَلَى مَرÙÙ‘ الزَّمَانÙØŒ وَأَشْهَد٠أَنْ لَّا Ø¥Ùلٰهَ Ø¥Ùلَّا الله٠وَØْدَه٠لَا شَرÙيْكَ لَه٠الْمÙنَـزَّه٠عَن٠الْجÙسْمÙيَّة٠وَالْجÙهَة٠وَالزَّمَان٠وَالْمَكَانÙØŒ وَأَشْهَد٠أَنَّ سَيÙّدَنَا Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙه٠وَرَسÙوْلÙه٠الَّذÙيْ كَانَ Ø®ÙÙ„ÙÙ‚Ùه٠الْقÙرْآنَ أَمَّا بَعْدÙØŒ عÙبَادَ الرَّØْمٰنÙØŒ ÙَإنÙّي Ø£ÙوْصÙيْكÙمْ ÙˆÙŽÙ†ÙŽÙْسÙÙŠ بÙتَقْوَى الله٠المَنَّانÙØŒ الْقَائÙÙ„Ù ÙÙÙŠ ÙƒÙتَابÙه٠الْقÙرْآنÙ: وَتَعَاوَنÙوْا عَلَى الْبÙرّ٠وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنÙوْا عَلَى الْاÙثْم٠وَالْعÙدْوَان٠ۖوَاتَّقÙوا اللّٰهَ Û— اÙنَّ اللّٰهَ شَدÙيْد٠الْعÙقَاب٠ Â
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Pada hari yg mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian buat senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dgn semaksimal mungkin, takwa dalam artian menjauhi segala larangan yg ditetapkan Allah subhânahu wa ta’âla dan menjalankan perintah-Nya. Karena dgn ketakwaan, setiap persoalan hidup yg kita alami mau ada jalan keluarnya dan mau ada pula rezeki yg datang kepada kita tanpa disangka-sangka.
Jama’ah shalat Jumat yg dimuliakan Allah
Sebagai makhluk sosial, manusia mau selalu berinteraksi dgn lingkungannya. Oleh sebab itu, Islam sangat memperhatikan cara menjaga hubungan sosial supaya tetap harmonis. Salah satunya ialah menjaga hubungan dgn tetangga. Sebagai orang yg hidupnya berdampingan dgn kita, tentu tetangga merupakan orang yg paling melakukan interaksi dgn kita.
Terkait perintah menjaga hubungan baik dgn tetangga, dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 36, Allah berfirman:
وَٱعۡبÙدÙواْ ٱللَّهَ وَلَا تÙشۡرÙÙƒÙواْ بÙÙ‡ÙÛ¦ شَيۡٔٗاۖ وَبÙٱلۡوَٰلÙدَيۡن٠إÙØۡسَٰنٗا وَبÙØ°ÙÙŠ ٱلۡقÙرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكÙين٠وَٱلۡجَار٠ذÙÙŠ ٱلۡقÙرۡبَىٰ وَٱلۡجَار٠ٱلۡجÙÙ†Ùب٠وَٱلصَّاØÙب٠بÙٱلۡجَنۢب٠وَٱبۡن٠ٱلسَّبÙيل٠وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنÙÙƒÙÙ…Û¡Û— Ø¥Ùنَّ ٱللَّهَ لَا ÙŠÙØÙبّ٠مَن كَانَ Ù…Ùخۡتَالٗا ÙÙŽØ®Ùورًا
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dgn sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yg dekat dan tetangga yg jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tak menyukai orang-orang yg sombong dan membangga-banggakan diri.â€
Pada ayat di atas terdapat kata al-jâr yg memiliki arti tetangga. Menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsrinya menjelaskan, kata al-jâri dzil qurbâ diperbuatkan bagi tetangga yg masih memiliki hubungan kerabat. Sedangkan al-jâri junub diperbuatkan bagi tetangga yg tak memiliki hubungan kerabat. Dalam riwayat lailn, al-jâri dzil qurbâ diartikan sebagai tetangga Muslim, sementara al-jâri junub ialah non-Muslim.
Mencermati penjelasan Ibnu Katsir, ayat Al-Qur’an tersebut memberi pesan pada kita semua bahwa hubungan antara sesama tetangga, baik tetangga yg masih ada hubungan kerabat atau tak, baik yg sesama Muslim atau bukan, harus terjalin dgn rukun.
Dalam beberapa hadits, Rasulullah SAW banyak menyinggung perintah buat menghormati tetangga. Di antaranya hadits berikut:
عَنْ أَبÙيْ Ù‡Ùرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسÙوْل٠الله٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ ÙŠÙؤْمÙن٠بÙاللَّه٠وَالْيَوْم٠الآخÙر٠Ùَلاَ ÙŠÙؤْذ٠جَارَهÙØŒ وَمَنْ كَانَ ÙŠÙؤْمÙن٠بÙاللَّه٠وَالْيَوْم٠الآخÙر٠ÙَلْيÙكْرÙمْ ضَيْÙÙŽÙ‡ÙØŒ وَمَنْ كَانَ ÙŠÙؤْمÙن٠بÙاللَّه٠وَالْيَوْم٠الآخÙر٠ÙَلْيَقÙلْ خَيْرًا، أَوْ Ù„ÙيَصْمÙتْ. (رواه البخاري).
Artinya: “Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda rasulullah SAW: “Barangsiapa yg beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya. Barangsiapa yg beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya. Dan barangsiapa yg beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yg baik atau diamlah.†(HR. al-Bukhari).
Sebenarnya hadits di atas telah sangat cukup buat dijadikan dasar dalam menghormati tetangga. Saking besarnya tuntutan buat menghormati tetangga, sampai-sampai langsung dikaitkan dgn keimanan. Barangsiapa yg benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berbuat baiklah terhadap tetangga.
Dalam hadits lain, Rasullullah juga menegaskan bahwa seorang Muslim yg baik ialah Muslim yg mau berbuat baik terhadap tetangganya. Berikut sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah:
قَالَ قَالَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ يَا أَبَا Ù‡Ùرَيْرَةَ ÙƒÙنْ وَرÙعًا تَكÙنْ أَعْبَدَ النَّاس٠وَكÙنْ Ù‚ÙŽÙ†Ùعًا تَكÙنْ أَشْكَرَ النَّاس٠وَأَØÙبَّ Ù„Ùلنَّاس٠مَا تÙØÙبّ٠لÙÙ†ÙŽÙْسÙÙƒÙŽ تَكÙنْ Ù…ÙؤْمÙنًا ÙˆÙŽØ£ÙŽØْسÙنْ جÙوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكÙنْ Ù…ÙسْلÙمًا ÙˆÙŽØ£ÙŽÙ‚Ùلَّ الضَّØÙÙƒÙŽ ÙÙŽØ¥Ùنَّ كَثْرَةَ الضَّØÙك٠تÙÙ…Ùيت٠الْقَلْبَ
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Wahai Abu Hurairah, Jadilah kamu seorang yg wara’, niscaya kamu menjadi manusia yg paling taat beriabadah. Jadilah kamu orang yg merasa berkecukupan, niscaya kamu menjadi manusia yg paling bersyukur. Cintailah mmanusia seperti kamu mencintai dirimu sendiri, niscaya kamu mau menja di seorang mukmin. Perbaikilah hubungan dalam bertetangga dgn tetanggamu, niscaya kamu mau menjadi seorang Muslim yg baik. Dan sedikitkanlah tertawa, sebab banyak tertawa mau mematikan hati.” (HR Ibnu Majah)
Rasulullah juga pernah berpesan supaya siapa yg benar-benar mencintai Allah dan rasul-Nya, maka hendaklah berbuat baik kepada tetangganya. Sebagaimana dijelaskan oleh salah satu hadits yg terdapat dalam kitab Jamî’ush Shaghîr:
Ø¥Ùنْ Ø£ÙŽØْببْتÙمْ أَنْ ÙŠÙØÙبَّكÙم٠الله٠تَعَالَى ÙˆÙŽ رَسÙوْلÙÙ‡Ù ÙَأَدÙّوْا Ø¥Ùذَا ائْتÙÙ…ÙنْتÙمْ ÙˆÙŽØ£ÙصْدÙÙ‚Ùوْا Ø¥Ùذَا ØَدَّثْتÙمْ ÙˆÙŽ Ø£ÙŽØْسÙÙ†Ùوْا جÙوَارَ مَنْ جَاوَرَكÙمْ
Artinya: “Jika kalian mau dicintai oleh Allah dan rasul-Nya, maka penuhilah amanat-amanat kalian, jujurlah saat berbicara, dan berbuat baiklah dgn tetangga.â€
Menjelaskan maksud berbuat baik dalam hadits di atas, Imam Al-Munawi dalam Faidhul Qadîr mengatakan, berbuat baik dgn tetangga pada hadits tersebut ada banyak cara, seperti memberi kenyamanan jalan yg biasa dilalui tetangga, berinteraksi sosial dgn baik, dan mengingatkannya bahwa orang yg berkhianat, berbohong, serta tak berlaku baik dgn sesama tetangga, tak mau dicintai oleh Allah dan rasul-Nya.
Â
Â
Termasuk keutamaan berbuat baik dgn tetangga ialah dapat memperpanjang usia. Rasulullah SAW pernah bersabda,
Ø¥Ùنَّه٠مَنْ Ø£ÙعْطÙÙŠÙŽ Øَظَّه٠مÙÙ†ÙŽ الرّÙÙْقÙØŒ Ùَقَدْ Ø£ÙعْطÙÙŠÙŽ Øَظَّه٠مÙنْ خَيْر٠الدّÙنْيَا وَالْآخÙرَةÙØŒ وَصÙلَة٠الرَّØÙÙ…Ù ÙˆÙŽØÙسْن٠الْخÙÙ„ÙÙ‚Ù ÙˆÙŽØÙسْن٠الْجÙوَار٠يَعْمÙرَان٠الدّÙيَارَ، وَيَزÙيدَان٠ÙÙÙŠ الْأَعْمَارÙ
Artinya: “Sesungguhnya barang siapa yg dikaruniai sifat lembut dan santun, berarti telah dikaruniai kebaikan dunia dan akhirat yg banyak. Menyambung tali silaturahmi, berakhlak mulia dan menjadi tetangga yg baik, hal itu mau memakmurkan negeri dan memanjangkan umur.†(HR Ahmad)
Hadirin jama’ah shalat Jumat yg dimuliakan Allah SWT
Untuk menjaga hubungan dgn tetangga, ada beberapa hak-hak tetangga yg harus kita penuhi. Imam Al-Ghazali dalam risalahnya yg bejudul Majmu’ah Rasail Imam al-Ghazali, menyebutkan beberapa etika dalam bertetangga:
آدَاب٠الجَارÙ: اÙبْتÙدَاؤÙه٠بÙالسَّلَامÙØŒ ÙˆÙŽ لَا ÙŠÙØ·Ùيْل٠مَعَه٠الْكَلَام،َ وَلَا ÙŠÙكْثÙر٠عَلَيْه٠السّÙؤَالَ، وَيَعÙوْدÙÙ‡Ù ÙÙÙŠ مَرَضÙÙ‡ÙØŒ ÙˆÙŽÙŠÙعْزÙيْه٠ÙÙÙŠ Ù…ÙصÙيْبَتÙÙ‡ÙØŒ ÙˆÙŽÙŠÙهَنّÙيْه٠ÙÙÙŠ ÙَرَØÙÙ‡ÙØŒ ويتلط٠لولده Ùˆ عبده ÙÙŠ الكلام، وَيَصْÙÙŽØ٠عَنْ زَلَّتÙÙ‡ÙØŒ ÙˆÙŽÙ…ÙعَاتَبَتÙه٠بÙرÙÙْق٠عÙنْدَ Ù‡ÙŽÙْوَتÙÙ‡ÙØŒ وَيَغÙضÙÙ‘ عَنْ ØÙرْمَتÙÙ‡ÙØŒ ÙˆÙŽÙŠÙعÙيْنÙه٠عÙنْدَ صَرْخَتÙÙ‡ÙØŒ وَلَا ÙŠÙدÙيْم٠النَّظْرَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ خَادÙمَتÙÙ‡Ù
Artinya: “Beberapa etika dalam bertetangga, yaitu mendahului berucap salam, tak lama-lama berbicara, tak banyak bertanya, menjenguk yg sakit, berbela sungkawa kepada yg tertimpa musibah, ikut bergembira atas kegembiraannya, berbicara dgn lembut kepada anak tetangga dan pembantunya, memaafkan kesalahan ucap, menegur secara halus ketika berbuat kesalahan, menundukkan mata dari memandang istrinya, memberikan pertolongan ketika diperlukan, tak terus-menerus memandang pembantu perempuannya.â€
Â
Karena tak mesti tetangga kita dari sesama Muslim, maka kita juga harus pandai-pandai memposisikan diri dalam berinteraksi dgn tetangga. Setaknya ada tiga kategori  tetangga yg dapat kita kelompokkan.Â
Pertama ialah tetangga sesama Muslim yg masih memilki ikatan kerabat. Mereka memiliki hak sebagai orang Islam, hak sebagai kerabat, dan hak sebagai tetangga. Kedua ialah tetangga sesama Muslim tetapi tak ada memiliki ikatan kerabat. Ia memiliki hak sebagai orang Islam dan hak tetangga.
Sementara yg ketiga ialah tetangga yg berbeda agama dan bukan kerabat. Mereka tetap mendapatkan hak sebagai tetangga yg harus kita hormati dan menjaga keharmonisan dgnnya.
Bagi orang yg hidup di lingkungan padat penduduk, mungkin memiliki tetangga yg tak sedikit. Dalam hal ini tentu kita tak dapat memenuhi hak-hak tetangga dgn sama rata. Solusinya ialah kita mendahulukan tetangga yg jarak rumahnya paling dekat, sebab mereka yg lebih tahu tentang keseharian kita di rumah dibanding tetangga lainnya.
Misalkan kita sedang memasak makanan. Maka dahulukan tetangga terdekat. Syukur bila masih dapat berbagi dgn seluruh tetangga yg ada.
Khutbah II
الْØَمْد٠لÙلّٰه٠وَ الْØَمْد٠لÙلّٰه٠ثÙمَّ الْØَمْد٠لÙلّٰهÙ. أَشْهَد٠أنْ Ù„ÙŽØ¢ إلٰهَ Ø¥Ùلَّا الله٠وَØْدَه٠لَا شَرÙيكَ Ù„ÙŽÙ‡ÙØŒ وَأَشْهَد٠أَنَّ سَيÙّدَنَا Ù…ÙØَمَّدًا عَبْدÙه٠وَرَسÙوْلÙه٠الَّذÙيْ لَا نَبÙيَّ بَعْدَهÙ. اَللّٰهÙÙ…ÙŽÙ‘ صَلÙÙ‘ وَسَلÙّمْ عَلَى نَبÙÙŠÙّنَا Ù…ÙØَمَّد٠وَعَلَى اٰلÙه٠وَأَصْØَابÙه٠وَمَنْ تَبÙعَهÙمْ بÙØ¥ÙØْسَان٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ يَوْم٠القÙيَامَةÙ
أَمَّا بَعْدÙØŒ Ùَيَا أَيّÙهَا النَّاس٠أÙوْصÙيْكÙمْ ÙˆÙŽÙ†ÙŽÙْسÙيْ بÙتَقْوَى الله٠Ùَقَدْ Ùَازَ الْمÙتَّقÙوْنَ. Ùَقَالَ الله٠تَعَالَى: Ø¥Ùنَّ اللهَ وَمَلَائÙكَتَه٠يÙصَلّÙوْنَ عَلَى النَّبÙيّÙØŒ يٰأَ يّÙها الَّذÙيْنَ آمَنÙوْا صَلّÙوْا عَلَيْه٠وَسَلّÙÙ…Ùوْا تَسْلÙيْمًا. اَللَّهÙÙ…ÙŽÙ‘ صَلÙÙ‘ عَلَى سَيÙّدَنَا Ù…ÙØَمَّد٠وَعَلَى أَل٠سَيÙّدَنَا Ù…ÙØَمَّدÙ. اللهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙلْمÙؤْمÙÙ†Ùيْنَ وَاْلمÙؤْمÙنَات٠وَاْلمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ وَاْلمÙسْلÙمَاتÙØŒ اَلْأَØْياء٠مÙنْهÙمْ وَاْلاَمْوَاتÙ. اللهÙمَّ ادْÙَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقÙرÙوْنَ وَالزَّلاَزÙÙ„ÙŽ وَاْلمÙØÙŽÙ†ÙŽ وَسÙوْءَ اْلÙÙتَن٠وَاْلمÙØÙŽÙ†ÙŽ مَا ظَهَرَ Ù…Ùنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدÙنَا Ø¥ÙنْدÙونÙيْسÙيَّا خآصَّةً وَسَائÙر٠اْلبÙلْدَان٠اْلمÙسْلÙÙ…Ùيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمÙيْنَ
اللّٰهÙمَّ أَرÙنَا الْØَقَّ Øَقًّا وَارْزÙقْنَا اتّÙبَاعَه٠وَأَرÙنَا الْبَاطÙÙ„ÙŽ بَاطÙلًا وَارْزÙقْنَا اجْتÙنَابَهÙ. رَبَّنَا اٰتÙنَا ÙÙÙ‰ الدّÙنْيَا Øَسَنَةً ÙˆÙŽÙÙÙŠ اْلآخÙرَة٠Øَسَنَةً ÙˆÙŽÙ‚Ùنَا عَذَابَ النَّارÙ. وَاَلْØَمْد٠لÙلّٰه٠رَبّ٠الْعٰلَمÙيْنَ
عÙبَادَ اللهÙØŒ Ø¥Ùنَّ اللهَ يَأْمÙر٠بÙاْلعَدْل٠وَاْلإÙØْسَان٠وَإÙيْتاء٠ذÙÙŠ اْلقÙرْبىَ وَيَنْهَى عَن٠اْلÙÙŽØْشاء٠وَاْلمÙنْكَر٠وَاْلبَغْي٠يَعÙظÙÙƒÙمْ لَعَلَّكÙمْ تَذَكَّرÙوْنَ، وَاذْكÙرÙوا اللهَ اْلعَظÙيْمَ يَذْكÙرْكÙمْ، وَاشْكÙرÙوْه٠عَلىَ Ù†ÙعَمÙه٠يَزÙدْكÙمْ، ÙˆÙŽÙ„ÙŽØ°Ùكْر٠الله٠أَكْبَر
Ustadz M Abror, pengajar Mahad Ali Pesantren As-Shiddiqiyah, Kedoya, Jakarta Barat.
Â