Khutbah Jumat: Islam & Tradisi Lokal

Naskah khutbah Jumat kali ini menjelaskan tentang hubungan agama dan tradisi lokal. Naskah khutbah ini menegaskan kepada kita semua bahwa antara agama dan tradisi tak dapat dibenturkan. Selama tradisi itu masih dapat diadaptasi dan tak melanggar dasar-dasar ajaran Islam, maka tradisi tersebut patut kita jaga, bahkan digunakan sebagai pendekatan dakwah yg efektif.

Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul “Khutbah Jumat: Islam dan Tradisi Lokal“. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَهُ. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَـمِ كُلِّهِ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ، وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ  

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Islam merupakan agama yg terbuka terhadap tradisi lokal. Artinya, di mana pun dan kapan pun, Islam selalu dapat menyesuaikan diri dgn tradisi yg ada. Islam menyadari bahwa antara satu bangsa dan bangsa lainnya tak sama. Antara satu pulau dan pulau lainnya juga berbeda. Begitupun seterusnya. Keberagaman ini telah menjadi sunnatulllah.

Sejawaran Ibnu Khaldun dalam kitabnya yg berjudul Muqaddimah menjelaskan:

أَنَّ أَحْوَالَ الْعَالَمِ وَالْأُمَمِ وَعَوَائِدَهُمْ وَنِحَلَهُمْ لَا تَدُومُ عَلىٰ وَتِيرَةٍ وَاحِدَةٍ وَمِنْهَاجٍ مُسْتَقِرٍّ.  إِنَّمَا هُوَ اخْتِلَافٌ عَلىٰ الْأَيَّامِ وَالْأَزْمِنَةِ. وَانْتِقَالٌ مِنْ حَالٍ إِلىٰ حَالٍ. وَكَمَا يَكُونُ ذٰلِكَ فِي الْأَشْخَاصِ وَالْأَوْقَاتِ وَالْأَمْصَارِ. فَكَذٰلِكَ يَقَعُ فِي الْآفَاقِ وَالْأَقْطَارِ وَالْأَزْمِنَةِ وَالدُّوَلِ سُنَّةُ اللهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ.

Artinya: “Sungguh keadaan dunia, bangsa-bangsa, adat istiadat dan keyakinan mereka tak selalu mengikuti satu model dan sistem yg tetap, melainkan selalu berbeda-beda (berubah) seiring perjalanan hari dan masa, berpindah dari satu kondisi menuju kondisi lainnya. Sebagaimana hal itu terjadi pada manusia, waktu, dan kota, di berbagai kawasan, zaman, dan negeri juga terjadi sunnah Allah (sunnatullah) yg telah terjadi pada hamba-hamba-Nya.”

Menyadari bahwa kebaragaman tak dapat dihindari, maka Islam harus menyesuaikan. Tentunya dgn tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip ajaran Islam yg ada. Bagaimana Islam tetap disampaikan dgn cara yg ramah tanpa mengusik budaya lokal yg telah mengakar di tengah masyarakat. Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125, Allah SWT berfirman:

ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ  

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dgn hikmah dan pelajaran yg baik dan bantahlah mereka dgn cara yg baik. Sungguh Tuhanmu Dialah yg lebih mengetahui tentang siapa yg tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yg lebih mengetahui orang-orang yg mendapat petunjuk.”

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, maksud ‘bantahlah mereka dgn cara yg baik’ ialah, bila kita menyampaikan kebenaran kepada pihak yg membutuhkan upaya lebih, tetap harus disampaikan dgn cara yg baik dan lemah lembut. 

Mencermati penafsiran Ibnu Katsir tersebut, dapat kita ambil benang merah. Dalam menyebarkan Islam di tengah masyarakat yg telah kental dgn budayanya, Islam tetap harus disampaikan dgn cara-cara yg santun. Jangan sampai Islam justru mengusik dan mengakibatkan Islam sulit diterima. 

Jamaah shalat Jumat yg dimuliakan Allah

Rasulullah SAW sendiri telah mempraktikkan bagaimana beliau tak mengusik tradisi lokal selama tak bertentangan dgn syariat Islam. Sebagaimana kita ketahui, Nabi Muhammad menyampaikan ajaran Islam bukan di ruang hampa, melainkan di tengah masyarakat yg telah mapan dgn tradisi setempat.

Salah satu contohnya ialah tetang puasa ‘Asyura. Sebelum Islam datang, puasa ‘Asyura telah diamalkan oleh orang-orang Yahudi sebagai rasa syukur atas kemenangan Nabi Musa dari kejaran Fir’aun. Kemudian Nabi mengadopsi praktik puasa tersebut. Dalam sebuah hadits dijelaskan:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ، فَوَجَدَ الْيَهُودَ يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَسُئِلُوا عَنْ ذَلِكَ؟ فَقَالُوا: هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي أَظْهَرَ اللهُ فِيهِ مُوسَى، وَبَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى فِرْعَوْنَ، فَنَحْنُ نَصُومُهُ تَعْظِيمًا لَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَحْنُ أَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَأَمَرَ بِصَوْمِهِ. رواه مسلم

Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata: ‘Rasulullah saw hadir di kota Madinah, kemudian beliau menjumpai orang Yahudi berpuasa Asyura. Mereka ditanya tentang puasanya tersebut, lalu menjawab: ‘Hari ini ialah hari dimana Allah swt memberikan kemenangan kepada Nabi Musa as dan Bani Israil atas Fir’aun. Maka kami berpuasa buat menghormati Nabi Musa’. Kemudian Nabi saw bersabda: ‘Kami (umat Islam) lebih utama memuasai Nabi Musa dibanding dgn kalian’. Lalu Nabi saw memerintahkan umat Islam buat berpuasa di hari Asyura.” (HR Muslim).

Menurut Syekh Az-Zurqani dalam kitab Mawahibul Ladduniyah menjelaskan, dapat jadi alasan Nabi melakukan puasa tersebut buat meluluhkan hati orang-orang Yahudi dgn melakukan ibadah yg sama dgn ibadah mereka. Hal ini juga pernah Nabi lakukan saat kiblat umat Islam menghadap ke Baitul Maqdis (sebelum berkiblat ke arah Ka’bah).

Baca Juga: Khutbah Jumat: Merawat Kebhinekaan Indonesia

Jamaah shalat Jumat yg dimuliakan Allah

Dalam jejak kesuksesan dakwah Walisongo juga banyak menggunakan pendekatan budaya. Memang, agama dan budaya ialah dua hal yg berbeda. Agama bersumber dari wayhu, sementara budaya ialah hasil karya cipta manusia. Namun, supaya agama lebih mudah diterima oleh masyarakat setempat, perlu dilakukan pendekatan budaya.

Contohnya ialah pendekatan dakwah yg dilakukan oleh Sunan Kalijaga yg terkenal dgn media wayg buat menyampaikan nilai-nilai Islam. Dalam setiap pertunjukan waygnya, Sunan Kalijaga selalu menyelipkan ajaran-ajaran Islam dan zikir-zikir. Melalui pertunjukan wayg itu pula, ia menuntun masyarakat buat mengucapkan kalimat syahadat.

Apa yg dilakukan Sunan Kudus juga tak jauh berbeda. Ia telah membangun masjid Menara Kudus yg berada di kota Kudus, Jawa Tengah. Masjid yg didirikan sekitar abad 15 atau 16 ini merupakan potret akulturasi antara Islam dgn Hindu.

Sampai saat ini kita dapat merasakan. Berkat pendekatan budaya dalam dakwah Walisongo di bumi Nusantara, terkhusus di tanah Jawa, Islam menjadi agama mayoritas tanpa perlu menggunakan cara-cara kekerasan.

Baca Juga Mencintai Tanah Air, Memaklumi Keberagaman

Jamaah shalat Jumat yg dimuliakan Allah

Semoga Allah SWT menjadikan kita semua menjadi hamba-hamba-Nya yg selalu bijak dalam bersikap. Terlebih dalam menyikapi tradisi lokal di daerah masing-masing.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ

 
أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

 
اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ

 
عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ  

Ustadz Muhamad Abror, pengajar Ma’had Ali Pesantren As-Shiddiqiyah Kedoya.

Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI

Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.