Kisah Nabi Ibrahim yg Enggan Menjamu Nonmuslim sebab Kekufurannya

Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin bercerita tentang hubungan sosial Nabi Ibrahim dan nonmuslim di zamannya. Nabi Ibrahim as dikenal sebagai bapak tauhid dan seorang dermawan. Ia orang yg kuat mempertahankan keimanannya.

Nabi Ibrahim juga dikenal sebagai seorang dermawan yg tak dapat makan sendirian tanpa kehadiran orang lain. Kalau di dekatnya tak orang yg menemaninya makan, ia tak melangsungkan makannya. Ia mau berjalan ke timur, barat, utara, dan selatan hanya buat mencari orang yg menemaninya di meja makan.

Pada kali ini ceritanya berbeda. Nabi Ibrahim as yg terkenal dermawan terhadap siapa saja itu memberikan syarat atas jamuannya. (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz IV, halaman 161).

Suatu malam yg gelap seorang beragama Majusi lansia mendatangi Nabi Ibrahim as. Ia merasa lapar dan tak memiliki bekal buat memenuhi rasa laparnya. Ia mengetahui Nabi Ibrahim as sebagai seorang dermawan. Oleh sebab itu, ia berharap Ibrahim dapat memberikan jamuan kepadanya.

Ibrahim mengerti orang di hadapannya seorang pemeluk Majusi yg memasuki usia senja. Ibrahim memberikan syarat keimanan atas jamuannya.

“Kalau kau berkenan memeluk Islam, aku mau memberikan jamuan kepadamu hari ini,” kata Ibrahim.

Majusi tua itu terperanjat mendengar jawaban Ibrahim. Ia kecewa. Ia menghadapi seseorang yg berbeda dari Ibrahim yg ia baygkan. Ia tak mau mengemis di hadapan Ibrahim. Ia kemudian pergi meninggalkan Ibrahim yg dikenal orang sebagai seorang dermawan.

Allah menegur Ibrahim. “Ibrahim, mengapa kamu enggan memberi makan dia kecuali dia mau mengganti keyakinannya? Sedangkan Kami selama 70 tahun memberinya makan di tengah kekufurannya.”

“Andai saja mala mini kau berkenan menghidangkan jamuan buatnya, tentu itu tak menyulitkanmu,” tegur Allah buat Ibrahim.

Ditegur demikian, Ibrahim segera insaf. Ia kemudian mengejar Majusi tua di kegelapan malam. Ia berlari di belekang Majusi tersebut. Ia mengajaknya kembali ke rumah buat menyantap hidangan dan bermalam.

“Mengapa kamu berubah sikap seperti ini Ibrahim?” tanya Majusi tua.

Nabi Ibrahim kemudian menceritakan teguran Allah kepadanya. Nabi Ibrahim mengakui kekeliruan sikapnya dalam persyaratan jamuan berdasarkan keyakinan.

“Benarkah demikian Tuhanmu memperlakukanku Ibrahim? Terangkan Islam kepadaku,” kata Majusi tua itu.

Majusi tua itu kemudian memeluk Islam setelah mendapatkan keterangan perihal agama Islam dari Nabi Ibrahim as.

*

Az-Zabidi menambahkan, Allah menjadikan sebab-sebab remeh (jamuan makan malam) yg dapat mengantarkan seseorang pada pengampunan dosa besar (kekufuran). Kisah ini mengisyaratkan bahwa dunia itu sangat kecil dan tak ada artinya bagi Allah; bobotnya tak sampai seberat satu sayap nyamuk.

Artinya, Allah tetap menghamparkan dunia buat musuh-Nya (orang-orang kafir) sekalipun. Allah juga menurunkan rahmat duniawi-Nya buat alam semesta, baik orang kafir maupun orang beriman.

Ketika menyaksikan kemurahan Allah buatnya dgn menegur kekeliruan sikap nabi-Nya terhadap musuh-Nya sekalipun, Majusi tua itu bersyukur kepada Allah. Dosa kufurnya pun diampuni oleh Allah dgn pemberian hidayah buat menerima Islam.

Demikian keterangan Az-Zabidi, (Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin, bi Syarhi Ihya Ulumiddin, [Beirut, Muassasatu Tarikh Al-Arabi: 1994 M-1414 H], juz IX, halaman 189). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan).





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.