Ramai Penolmau Jenazah Pasien Covid-19, Ini Penjelasan Agamanya

Selain membawa dampak kesehatan, ekonomi, politik dan dan bidang semisalnya, pandemi Sars-Cov-2 juga membawa dampak sosial keagamaan yg sangat luas. Di antaranya ialah penolakan pemakaman jenazah terjangkit virus corona atau positif pengidap Covid-19 di beberapa kota. Tentu ini ialah sikap seperti ini justru menambah keprihatinan bersama.

Dari sini muncul pertanyaan, sejauh mana kita boleh berhati-hati dalam menyikapi pandemi virus corona? Bolehkah kehati-hatian itu sampai mengarah pada penolakan penguburan jenazah pengidap Covid-19?

Penulis sepakat bahwa dalam menghadapi pandemi virus corona semua orang harus berhati-hati dan tak boleh meremehkannya. Sebab secara ilmu kesehatan bahaya virus ini telah diakui bahkan telah dinyatakan sebagai pandemi global oleh World Health Organization (WHO) bahkan secara resmi mengumumkan virus corona sebagai pandemic pada Rabu (11/3/2020). Pertanyaannya, sejauh mana kita kehati-hatian kita dalam hal ini?

Karena berkaitan dgn kesehatan, tentu kehati-hatian harus merujuk kepada ahlinya, yaitu para dokter yg memang memunyai basis ilmu kesehatan atau ahlul khubrah fit thibb. Berkaitan hal ini Grand Syekh Ke-24 Al-Azhar, Syekh Jadul Haq Ali Jadul Haq (1917-1996 M) menjelaskan, dokter merupakan bagian dari ahli zikir atau pakar dalam bidang yg menjadi konsentrasinya yg mendapatkan legalitas Al-Qur’an:

قَدْ قَالَ سُبْحَانَهُ تَعْلِيمًا وَتَوْجِيهًا لِخَلْقِهِ:فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (الأنبياء: 7). وَالطَّبِيبُ فِي عَمَلِهِ وَتَخَصُّصِهِ مِنْ أَهْلِ الذِّكْرِ، وَالْعَمَلُ أَمَانَةٌ.

Artinya, “Allah SWT sungguh telah mengajarkan dan mengarahkan makhluk-Nya dgn berfirman, ‘Bertanyalah kepada ahli zikir bila kalian tak mengetahui’ (Surat Al-Anbiya ayat 7). Dokter dalam aktivitas medisnya dan bidang spesialisasinya merupakan ahli zikir yg masuk dalam ayat ini. Aktivitas medisnya merupakan amanah baginya,” (Jadul Haq Ali Jadul Haq, Fatawa Al-Azhar [tentang Hukum Aborsi], Muharram 1410 H/4 Desember 1980, II/318) dan (Keputusan Bahtsul Masail Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur tentang Covid-19, Nomor:645/PW/A-II/L/III/2020).

Sementara berkaitan dgn penguburan jenazah terjangkit Covid-19, SOP (Standard Operating Procedure) pemulasaran jenazah Covid-19 telah disesuaikan dgn hukum positif mutakhir—UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Surat Edaran Dirjen P2P Nomor 483 Tahun 2020 Tentang Revisi Ke-2 Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Corona Virus (Covid-19)—secara terang-terangan menyatakan, “Penguburan dapat dilaksanakan di tempat pemakaman umum.” (SOP Pemulasaran Jenazah Covid-19, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta).

Artinya, selama pemulasaran jenazah Covid-19 telah dilakukan dgn benar sesuai SOP yg ada, maka tak ada alasan yg dapat dibenarkan buat menolak penguburannya. Sebab rujukan sahih dalam urusan ini ialah para dokter dan tenaga medis.

Oleh sebabnya, kehati-hatian dalam menyikapi penguburan jenazah Covid-19 harus terukur, sesuai petunjuk ilmu kedokteran sebagaimana telah diterjemahkan secara teknis dalam SOP-nya. Tidak perlu berlebihan. Bahkan bila kehati-hatian itu justru berubah menjadi kekhawatiran tak berdasar keilmuan yg dapat dipertanggungjawabkan, dan mengarah pada penolakan penguburan secara serampangan, maka hukumnya tak diperbolehkan. Berkaitan dgn hal ini Al-Qarafi menjelaskan:

أَنَّ الْخَوْفَ مِنْ غَيْرِ اللهِ مُحَرَّمٌ إنْ كَانَ مَانِعًا مِنْ فِعْلِ وَاجِبٍ أَوْ تَرْكِ مُحَرَّمٍ ، أَوْ كَانَ مِمَّا لَمْ تَجْرِ الْعَادَةُ بِأَنَّهُ سَبَبٌ لِلْخَوْفِ

Artinya, “Sungguh ketakutan dari selain Allah hukumnya haram bila berakibat menghalangi buat melakukan kewajiban atau meninggalkan keharaman, atau takut dari hal-hal yg secara adatnya tak dapat menyebabkan ketakutan,” (Lihat Abul Qasim Al-Qarafi, Idrarus Syuruq ‘ala Anwa’il Furuq pada Al-Furuq, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1418 H/1998 M], juz IV, halaman 400).

Di tengah keprihatinan bersama atas pandemi virus corona, masyarakat harus tetap menjaga akal sehat, kehati-hatian, dan kekhawatiran di satu sisi, dan kemantapan dan keyakinan di sisi lain secara proporsional sesuai ukurannya. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.