Sebab Kontrak atau Akad Bisa Batal di Tengah Jalan

 

 

Kontrak merupakan istilah lain dari akad (عقد). Di dalam Mu’jam al-Maani, aqad dimaknai sebagai:

 

إِقْرَارُ وتَوطِيدُ وإحْلالُ وتَثْبِيتُ الأَمْن، عَقَد السَّلام، يَعْقِدُه، عَقْدًا، أَقَامَ الهُدْنَةَ، إِقَامَةُ السَّلَام، تَحْقِيقُ السَّلَام وتَهْدِئَتُه

 

“Ikrar, klausul, rincian, kepastian keamanan, akad damai, mengikat suatu ikatan, gencatan senjata, perjanjian damai, penegasan terhadap keselamatan, dan penghentian perang” (Mu’jam al-Manani).

 

Adapun menurut perspektif qanun/undang-undang, sebagaimana peneliti kutip dari laman Wikipedia, “akad” sering dimaknai sebagai :

 

العقد في القانون هو اتفاق بين طرفين أو أكثر يتعهد فيه كل منهم بأشياء أو وعود متبادلة بحيث ينفذها القانون

 

“Akad secara qanuni merupakan kesepakatan antara dua pihak atau lebih yg bersifat mengikat setiap pihak yg terlibat dgn beberapa materi atau berisikan klausul melakukan relasi imbal balik/pertukaran berdasar peraturan.”

 

Dari kedua konsep dasar di atas, kita dapat menarik benang merah, bahwa akad/kontrak dalam wilayah praktis merupakan sebuah kesepakatan dan kesepahaman buat saling melakukan relasi imbal balik, secara aman, damai, tak ada yg dirugikan, ditipu, atau dizalimi. Karena adanya sifat imbal balik ini, maka akad secara syara’ sering disemati dgn istilah ‘aqdun lazim, yaitu perjanjian yg sifatnya mengikat.

 

Pertanyaannya: sampai kapan suatu akad/kontrak itu berlaku mengikat? Secara umum jawaban dari pertanyaan ini ialah bahwa akad dapat berlaku menurut dua kategori, yaitu adakalanya bersifat temporer dan dibatasi oleh waktu, namun, adakalanya pula bahwa akad itu berjalan dgn tak dibatasi oleh waktu (muddah). Alhasil, waktu juga menjadi komponen dari akad. Dan masa berlaku ini tergantung pada isi kesepakatan perjanjian.

 

Hukum Menepati Akad

Hukum menepati akad bagi pribadi muslim ialah wajib secara syara’. Sebab, akad ialah juga merupakan bagian dari janji. Menepati janji ialah wajib.

 

Dalil ketetapan wajib ini berlandaskan pada sabda Rasulullah ï·º:

 

المسلمون عند شروطهم

 

“Orang Islam itu senantiasa teguh dgn janji-janji mereka” (HR al-Bukhari).

 

Bunyi hadits yg senada diriwayatkan oleh Imam al-Daruquthni:

 

المسلمون على شروطهم ما وافق الحقّ

 

“Orang Islam wajib berpegang terhadap janji-janji mereka selagi berjalan di atas kebenaran (al-haq)” (HR ad-Daruquthni).

 

Ibn Syaibah juga meriwayatkan sebuah hadits dgn jalur dari Atha’:

 

المسلمون على شروطهم والصّلح جائز

 

“Orang Islam wajib berpegang pada janji-janjinya. Rekonsiliasi/damai itu hukumnya boleh” (HR Ibn Syaibah).

 

Secara khusus, kesimpulan yg baik berdasarkan hadits-hadits di atas ialah disampaikan oleh Muhammad Shidqi Ali Burnuw di dalam kitabnya Mausu’at al-Qawa’id al-Fiqhiyyah, juz 10, halaman 610 sebagai berikut:

 

ومعنى قوله: على شروطهم أو عند شروطهم: أي أنّ المسلمين وقّافون عند شروطهم التي التزموها على أنفسهم فلا يتعدّونها، ويعملون على المحافظة عليها ومراعاتها وتنفيذها

 

“Makna sabda Baginda Nabi ï·º (‘ala syuruthihim dan ‘inda syuruthihim), ialah sesungguhnya orang-orang Islam itu ialah mereka yg senantiasa berdiri di atas janji-janji kesepakatan yg telah dibuat dan bersifat mengikat terhadap diri mereka. Mereka tak menerjangnya, dan bahkan bertindak sekuat tenaga menjaga, merawat dan menjalankannya.” (Mausu’at al-Qawa’id al-Fiqhiyyah li Muhammad Shidqi Ali Burnuw, Juz 10, halaman 610).

 

Kesimpulan dari Muhammad al-Shidqi ini senada dgn kaidah yg tertuang di dalam al-Mabsuth li al-Sarakhsy, juz 16, halaman 62, bahwasannya:

 

المسلمون عدول بعضهم على بعض

 

“Orang Islam senantiasa berlaku adil terhadap sesama.” (al-Mabsuth li al-Sarakhsy, Juz 16, halaman 62)

 

Batalnya Kontrak: Sebagian Disebabkan Penyelewengan

Berdasar rumusan yg telah diuraikan di muka, maka ada kemungkinan bahwa suatu akad dapat dipandang sebagai rusak (fasad) sehingga tak berlaku lagi sifat mengikatnya (ilzam dan iltizam-nya). Tentu saja, hal ini memiliki latar belakang dan sebab hukum. “Sebab hukum” ini dapat kita rinci sebagai berikut:

 

Pertama, akad tak berlaku lagi sebab telah habis masa berlakunya. Misalnya, akad ini berkaitan dgn akad ijarah (sewa jasa). Ketika telah habis tempo penyewaan, maka barang harus kembali kepada pemiliknya, disertai dgn upah yg diberikan sesuai dgn kesepakatan sewa jasa.

 

Kedua, akad tak berlaku lagi disebabkan sebab adanya pihak yg menyalahi poin-poin kesepakatan dalam kontrak/perjanjian. Dalam bahasa kita, tindakan ini sering dikenal dgn istilah penyelewengan (dispute), moral hazard (tindakan amoral), atau pelanggaran kesepakatan. Secara syara’, pihak-pihak yg dimaksud ini dilabeli dgn istilah khain (pengkhianat), dhalim (pelaku aniaya), fasiq (pelanggar hukum), dan bathil (pembatal akad),

 

Istilah khain muncul sebab adanya penjelasan dari Baginda Nabi ﷺ terkait tanda-tanda orang munafik, bahwa …wa idza u’tumina khana (…ketika dipercaya maka khianat).

 

Adapun istilah dhalim muncul sebab adanya ayat yg secara sharih menjelaskan:

 

الذين ينقضون عهد الله من بعد ميثاقه

 

“(Orang zalim itu ialah) orang-orang yg membatalkan janji/kesepakatan yg telah diteguhkan dgn atas nama Allah” (QS al-Baqarah).

 

Istilah fasiq juga muncul secara tegas dinyatakan dalam ayat yg sama dgn ayat di atas, yaitu:

 

ويقطعون ما أمر الله به أن يوصل ويفسدون في الأرض أولئك هم الخاسرون

 

“Mereka memutus apa yg diperintahkan oleh Allah supaya disambung dan melakukan kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yg fasiq.” (QS al-Baqarah).

 

Adapun, sematan bathil (pembatal akad) ialah berdasarkan dalil asal:

 

ولاتأكلوا أموالكم بينكم بالباطل

 

“Janganlah kalian saling memakan harta-harta kalian dgn jalan bathil.”

 

Secara qaidah sharfiyyah, diksi “bathil” merupakan isim fa’il yg maknanya ialah pelaku pembatal. Jika hal itu dikaitkan dgn kontrak, maka pelaku ini dapat jadi ialah terdiri dari orang yg melakukan pelanggaran transaksi, sengaja berbuat merugikan orang lain, menipu, dan lain sebagainya.

 

Ketiga, akad menjadi tak berlaku lagi disebabkan sebab dibatalkan. Contoh dari akad ini ialah akad khulu’ (gugat cerai dgn tebusan). Umumnya, akad ini dikaitkan dgn ketentuan yg telah disepakati dan kemudian dilanggar oleh salah satu pihak. Misalnya, dalam bab ta’liq tathliq yg terdapat dalam buku nikah, disampaikan bahwa apabila suami pergi meninggalkannya selama 7 bulan (Hijriah), tanpa ada kabar berita, dan tanpa ada nafkah, kemudian pihak istri mengajukan gugat cerai ke pengadilan dan diterima oleh pihak hakim, maka jatuh thalaq satu.

 

Dari perspektif suami, pembatalan akad nikah dapat disebabkan sebab lepasnya kata-kata thalaq yg disampaikannya kepada si istri.

 

Dalam konteks bangunan kontrak ekonomi, akad pembatalan kontrak ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Adakalanya sebab pertimbangan faktor sulitnya dilakukan kesepakatan, dan adakalanya pula memang dikehendaki oleh salah satu pelaku supaya kerja sama itu dibatalkan. Misalnya, yg terjadi dalam salah satu konsepsi akad syirkah.

 

Keempat, kontrak yg terjadi secara mutlak melanggar ketentuan syara’ dan membahayakan salah satu pihak. Contoh dari akad ini ialah akad fasakh yg diajukan oleh pihak perempuan sebab ada beberapa mani’ (penghalang secara syara’) yg ditemui pada suaminya. Misalnya: si perempuan ialah Muslimah yg taat, sementara sang suami ialah pelaku dosa besar (pezina, pemabuk, suka meninggalkan perintah wajib dalam syara’), atau sang suami ialah pihak yg masuk kelompok hajr (yg ditahan pengelolaan hartanya) disebabkan sebab udzur syara’, seperti junun (gila), safih (idiot), dan anak kecil (shabi). Dalam konteks ini, pihak perempuan dapat mengajukan fasakh (pembatalan akad pernikahan).

 

Kelima, kontrak yg terjadi berlangsung otomatis batal. Contoh dari akad ini ialah akad pernikahan yg otomatis batal sebab adanya qadzaf (tuduhan zina) dan li’an (saling melaknat disebabkan salah satu pihak ada yg menuduh sebagai zina). Dalam kesempatan lain, pernikahan yg dilakukan oleh seorang perempuan dgn budak laki-laki, juga menjadikan akad pernikahan itu otomatis batal. Demikian halnya, pernikahan yg dilakukan antara perempuan Muslimah dgn ubadatu al-autsan (penyembah berhala), secara otomatis batal.

 

Dalam bangunan ekonomi, terjadinya akad antara seorang Muslim dgn produsen minuman keras, juga secara otomatis batal. Alasan hukum yg menyebabkan otomatis batal, ialah disebabkan sebab minuman keras tak dipandang sebagai harta bagi Muslim sebab alasan hukum haramnya secara material.

 

Dalam konteks Islam, sesuatu dapat dipandang sebagai harta apabila diperoleh dgn jalan yg sah serta tak melanggar ketentuan syara’. Alhasil harta bagi muslim ialah wajib halal. Apabila harta itu diperoleh dgn melanggar syara’, maka materi yg didapatkan pada dasarnya bukanlah harta yg berhak dikuasai. Itu sebabnya, ada akad dlaman (ganti rugi), arsyun (tambel), qishash  (kisas), sirqah (hukum pencurian), ghashab (hukum menggunakan harta benda orang lain secara tak sah). Oleh sebab itu, buat konteks bisnis minuman keras, maka pihak penjual dihukumi sebagai pelaku yg telah mengghashab “uang” milik “pembeli”-nya, sebab minuman keras ialah haram dan tak sah ditransaksikan. Hukum yg berlaku dalam Islam, apabila objek yg ditransaksikan ialah perkara haram, maka uang yg diserahkan sebagai harga kepada penjual, mutlak harus kembali kepada pembelinya.

 

Kesimpulan

Itulah berbagai konteks yg terjadi dan menyelimuti bangunan akad/kontrak dalam perspektif Islam. Jadi, akad pada dasarnya ialah ikatan kesepahaman antara dua pihak atau lebih. Pembatal akad telah digariskan dalam banyak nushush al-syariah. Sifat pembatal ini tak hanya berlaku dalam cabang-cabang kontrak ekonomi, melainkan dalam semua akad, termasuk akad pernikahan. Apabila terpenuhi ketentuan batal dan rusaknya akad secara syara’, maka akad otomatis batal dan kembali pada kondisi netral. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam konsep bathil secara syara’ ialah kembalinya harta kepada pembeli dan barang kepada penjual. Wallahu a’lam bish shawab.

 

 

Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.