Sikap Terhadap Orang yg Mengingkari Nabi Khidir & Para Wali

Sebagian orang tak mempercayai dunia sufisme termasuk di dalam soal keberadaan para wali, Nabi Khidhir, pembukaan rahasia Allah swt. Mereka kadang bukan orang awam juga. Mereka kadang terdiri dari ulama-ulama yg memiliki perhatian pada ilmu lahiriyah seperti fiqih.

Sebenarnya sejak lama pertentangan pandangan antara ulama fiqih/syariat dan para suif/spiritualis. Ulama fiqih/syariat memandang sesuai berdasarkan ukuran-ukuran syariat dan didukung oleh kelimuan syariat dan dalil-dalil lahiriyah. Sedangkan para sufi dan ulama-ulama hakikat lebih banyak berpatokan pada intuitif.

 

Adapun dalam merespons pengingkaran ahli fiqih atas ilmu dan dunia hakikat, kita perlu mengikuti pandangan ahli fiqih meski ahli fiqih itu menanggapi masalah yg berada di luar bidang pengetahuannya.

Sikap seperti ini merupakan salah satu adab para sufi terdahulu. Ketika berhadapan dgn ahli fiqih yg mengingkari dunia hakikat, para wali, dan karamatul auliya, salafus saleh terdahulu cenderung mengambil sikap harmoni sehingga mereka membenarkan pandangan ahli syariat yg sangat terbatas itu. 

موافقة الفقيه إذا أنكر شيئا من أحوال أهل الطريق أو أمرهم بشيء ولا يقيم أحدهم عليه الحجة إلا إن علم أنه يرجع إلى قوله وذلك لأن الفقيه في دائرة لا يعرف غيرها

Artinya, “(Salah satu akhlak orang-orang saleh ialah) menyetujui pandangan ahli fiqih yg mengingkari ihwal ahli tarekat atau perintah mereka perihal sesuatu. Sementara mereka tak dapat membangun argumentasinya kecuali dgn berpijak pada pendapatnya. Sedangkan ahli fiqih berada pada sebuah domain yg tak diketahui selain bidangnya,” (Abdul Wahhab As-Sya’rani, Tanbihul Mughtarrin, [Semarang, Thaha Putra: tanpa tahun], halaman 48).

 

Kita baiknya membenarkan dgn catatan ahli syariat yg mengingkari rijalul ghayb seperti wali quthub, wali autad, wali abdal, dan Nabi Khidir. Membenarkan dgn catatan sebab dunia para wali berada di luar domain pandangan ahli syariat.

فإذا قال إن القطب مثلا أو البدل أو الوتد لا حقيقة له فقل له نعم واقصد بذالك أنه ليس له حقيقة عنده وإذا قال الأولياء قد انقرضوا ولم يبق منهم أحد فقل له صدقت أي على معتقده هو وكذا إن قال الخضر لا وجود له فقل له نعم

Artinya, “Bila ahli fiqih mengatakan, ‘Sungguh, wali quthub, wali abdal, atau wali autad misalnya itu tak memiliki hakikat,’ jawablah, ‘Benar,’ tetapi niatkan bahwa ‘kebenaran’ itu berlaku menurutnya. Jika ahli fiqih itu mengatakan, ‘Era para wali telah selesai. Sekarang tak ada lagi wali Allah,’ maka jawablah ‘Pak ustadz benar,’ maksudnya benar menurut keyakinannya. Demikian juga ketika ahli fiqih mengatakan, ‘Nabi Khidir tak ada,’ jawablah ‘Benar,’” (As-Sya’rani: 48).

Dengan sikap harmoni demikian, kita tak menyalahi pandangan ahli syariat sekaligus tak mengingkari para wali Allah dgn masing-masing keramatnya yg bertebaran di muka bumi. Wallahu a’lam.

 

Alhafiz KurniawanRedaktur NU Online

​​​​​​​

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.