Surat Perintah Palsu Penyebab Kematian Utsman bin Affan

Utsman bin Affan dikenal sebagai pemimpin negara yg lembut. Perangainya ini membuat orang-orang merasa puas dgn masa pemerintahannya. Memasuki separuh kedua dari masa kekuasaannya, sifat lembut Utsman ini justru berdampak sebaliknya, ia malah kurang tegas dalam menjalankan roda pemerintahan, termasuk enggan mencopot aparatur negara yg kurang kompeten.

Pada masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab, suasana masih terkendali. Artinya, letupan-letupan politik yg terjadi masih dapat dikendalikan. Memasuki era khalifah Utsman bin Affan, atmosfir politik telah mulai tak bersahabat.

Instabilitas politik Utsman

Utsman bin Affan dilantik menjadi pemimpin negara tiga hari setelah jenazah Umar bin Khattab disemayamkan. Pengangkatannya sebagai khalifah berdasarkan suara mayoritas, meski awalnya Utsman keberatan dan menyarankan supaya Ali bin Abi Thalib saja yg menjadi khalifah.

Berdasarkan laporan Az-Zuhri, Imam As-Suyuti dalam Tarikh Khulafa menjelaskan, Utsman bin Affan menjabat sebagai pemimpin negara selama dua belas tahun. Enam tahun pertama atau separuh dari masa kepemimpinannya, Utsman tampak cakap menjalankan roda pemerintahan. Bisa dipastikan samua rakyat merasa puas terhadap kebijakannya. Belum lagi sikapnya yg lemah lembut menjadi daya tarik tersendiri, sebab sebelumnya rakyat dipimpin oleh Umar yg berperangai lebih tegas.

Kondisi yg berbeda terjadi pada separuh terakhir dari masa pemerintahannya. Karakter Utsman yg lembut ternyata membuatnya kurang tegas dalam mengambil keputusan, termasuk dalam menurunkan aparatur-aparatur pemerintah yg kurang berkompeten. Ditambah lagi praktik nepotisme yg ia lakukan. Konon, ia banyak mengangkat pejabat dari kalangan keluarga sendiri dan Bani Umayah (kaum sendiri) yg tak hidup semasa Rasulullah.

Salah satu saudara yg Utsman angkat sebagai pejabat ialah Abdullah bin Sarah sebagai Gubernur Mesir. Ini merupakan salah satu praktik nepotisme Utsman yg mau menjadi penyebab kematiannya. Imam Adz-Dzahabi dalam Siyaru A’lâmin Nubalâ mencatat, Abdullah merupakan saudara sesusu Utsman. 

Sedikit laporan tentang Abdullah bin Sarah. Imam Ibnu Katsir dalam Al-Bidâyah wan Nihâyah mengisahkan, Abdullah bin Sarah merupakan salah satu sahabat Nabi yg ditugasi sebagai pencatat wahyu. Hanya saja ia berkhianat dan murtad. Pada saat penaklukan kota Makkah, ada beberapa orang yg tak Nabi ampuni, salah satunya ialah Abdullah. Nabi pun memerintahkan sahabat buat membunuhnya. Hanya saja Utsman merasa iba dan membebaskannya. 

Berdasarkan catatan Adz-Dzahabi dalam Siyaru A’lâmin Nubalâ, Abdullah kemudian kembali memeluk Islam.

Dari laporan di tersebut, jelas bahwa Abdullah bin Sarah memiliki catatan hitam pada masa Rasulullah saw masih hidup. Ternyata wataknya ini belum sepenuhnya hilang, hingga saat menjadi gubernur di Mesir pun ia banyak mendapat protes dari rakyatnya sebab kerap kali bertindak lalim. Tidak tahan dgn sikapnya, orang-orang Mesir pun melaporkan kondisi tersebut kepada Utsman bin Affan.

Merespons laporan tersebut, segera Utsman menyurati Abdullah dan memperingatinya dgn tegas. Bukannya takut, Abdullah malah tak bergeming sama sekali, bahkan ia memukul dan membunuh orang-orang Mesir yg diutus Utsman buat menemuinya.

Sejak kejadian itu, sebanyak 700 masyarakat Mesir beramai-ramai ke Madinah buat unjuk rasa kepada Utsman dan menuntut supaya Sang Khalifah mengambil sikap tegas mencopot Abdullah. Setelah beberapa upaya yg juga melibatkan Sayyidah Aisyah dan Ali bin Abi Thalib, Utsman pun mantap buat mencopot Abdullah dan menggantikannya dgn Muhammad bin Abu Bakar atas usulan warga Mesir sendiri.

Surat perintah palsu

Setelah membuahkan hasil, orang-orang Mesir pun kembali ke negaranya dgn membawa keputusan tertulis Utsman yg berisi tentang penggantian gubernur Mesir. Tepat hari ketiga dari perjalanan, mereka dikejutkan oleh seseorang berkulit hitam legam yg menunggang unta dgn terburu-buru. Mencurigai orang itu, mereka pun memberhentikan dan menginterogasinya.

Selang beberapa waktu, diketahuilah status orang itu. Ia mengaku sedang melakukan perjalanan ke Mesir buat mengantarkan surat khalifah ke gubernur. Orang-orang semakin curiga ketika yg dimaksud gubernur itu ialah Abdullah bin Sarah, bukan Muhammad bin Abu Bakar yg baru saja disahkan sebagai penggantinya.

Setelah ditelusuri, orang itu juga mengaku sebagai pelayan Utsman bin Affan. Namun di sisi lain, ia mengaku sebagai pelayan Marwan bin Hakam. Orang-orang kemudian menggeledahnya dan menemukan sebuah surat. Curiga isi surat itu, Muhammad bin Abu Bakar segera mengumpulkan orang-orang Anshar, Muhajirin dan beberapa lainnya buat bersama menyaksikan isi surat tersebut. Ketika Muhamad membukanya, tertulis pesan di dalamnya:

“Jika datang Muhammad bin Abu Bakar dan fulan, juga fulan, maka bunuhlah mereka, dan batalkan isi surat (keputusan penggantian gubernur) yg dia bawa. Sementara jabatanmu tetap seperti semula sampai datang perintahku. Penjarakanlah orang-orang yg mengadu kepadaku dan mengatakan bahwa ia telah dizalimi olehmu, sampai aku memerintahkan hal lain buatmu, insya Allah.” 

Selesai membaca surat itu, praktis mereka bingung dan memutuskan buat kembali ke Madinah menemui Utsman. Muhammad bin Abu Bakar membeberkan isi surat itu kepada penduduk Madinah, termasuk beberapa sahabat Nabi seperti Thalhah, Zubair, Ali, Sa’ad, dan lain sebagainya. Penduduk Madinah yg membaca surat itu merasa jengkel dgn Utsman. Orang-orang Madinah yg dulu sempat konflik dgn Utsman pun semakin menunjukkan kebencian.

Orang-orang menemui Utsman buat memberi penjelasan atas isi surat tersebut. Utsman sendiri terkejut begitu melihat isi surat dan bersumpah demi Allah bahwa bukan ia yg menulisnya. Belum lagi ada stempel pemerintah di surat itu. Dengan sumpah ini, masyarakat percaya bahwa Utsman jujur atas pengakuannya. Setelah ditelusuri, mereka akhirnya berkesimpulan bahwa yg menulis surat itu ialah Marwan bin Hakam, sekretaris Utsman.

Muhammad bin Abu Bakar beserta rombongan pun memutuskan buat mencari Marwan sampai ketemu guna dimintai keterangan. Hanya saja Utsman merahasiakan keberadaannya sebab khawatir mau dibunuh. Di tengah kegaduhan, ada pihak yg memprovokasi supaya mengepung Utsman sampai ia mau menyerahkan Marwan.

Walhasil, Muhammad bin Abu Bakar beserta rombongan mengepung Utsman, bahkan menghalangi akses air masuk ke dalam rumahnya. Di dalam rumah ada Utsman, Fatimah, Hasan, dan Husain. Atas perintah Ali, Hasan dan Husein berjaga di pintu luar bersama beberapa orang supaya tak ada yg masuk.

Sampai pada puncak kemarahannya, Muhammad bin Abu Bakar bertekad buat membunuh Utsman. Karena pintu rumah dijaga, Muhammad bin Abu Bakar masuk dari atap dan mencengkeram jenggot Utsman. Sebelum masuk, Muhammad bin Abu Bakar telah berpesan kepada dua laki-laki yg ada di sampingnya, “Jika aku telah meringkusnya, masuklah kalian berdua dan pukullah Utsman sampai kalian membunuhnya.”

Niatnya buat membunuh ia urungkan begitu Utsman mengingatkan bahwa andai Abu Bakar (ayah Muhammad) melihat ini, pasti tak senang. Begitu Muhammad bin Abu Bakar melepaskan Utsman, masuk dua orang laki-laki tadi dan memukul Utsman sampai terbunuh. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. 

Berdasarkan salah satu riwayat, As-Suyuti mencatat, pembunuh itu ialah pria dari penduduk Mesir dgn warna kulit sawo matang dan dijuluki dgn nama Himar. Sementara Ibnu Katsir menjelaskan, menurut Ibu Umar, nama pembunuh itu ialah Aswad bin Himran. 

Muhamad Abror, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta

Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.