Tiga Hak Tubuh & Cara Memenuhinya (1)

Masih sangat terang dalam ingatan bagaimana Rasulullah ﷺ menyikapi persoalan dua sahabat yg dipersaudarakannya, Salman al-Farisi dan Abu Darda’ yg berselisih dalam amaliah. Sahabat Salman, ia beribadah (menunaikan hak-hak Allah) semampunya tanpa menyampingkan hak diri, keluarga, dan sosialnya. Lain dgn Abu Darda’ yg membangun hubungan vertikal dgn Allah ﷻ secara ekstra tanpa peduli mau hak keluarga, sosial, bahkan dirinya sendiri.

Ceritanya, dalam Shahih al-Bukhari (Kitab al-Adab, pada bab Shun’i at-Tha’am wa at-Takalluf li ad-Dhaif, hadits ke 6139 (hal. 1125-1126)), Imam al-Bukhari menulis hadits riwayat Abu Juhaifah, bahwa sahabat Salman al-Farisi pernah berkunjung ke gubuk saudaranya, Abu Darda’. Di sana, ia mendapati Ummu Darda’ sedang dalam kegelisahan, mukanya murung dgn gaya berpakaian (style of dress) sehari-hari yg kusut. Mengetahui hal itu, Salman pun langsung bertanya apa gerangan yg menimpa istri saudaranya ini. Ummu Darda’ menjawab, Akhuka Abu ad-Darda’ laisa lahu hâjatun fid-dun-yâ, “Saudaramu itulah dalangnya, ia sama sekali tiada gairah urusi duniawinya,” jawabnya menyesali sikap sang suami.

Rupa-rupanya, Abu Darda’ ialah orang yg terlampau giat beribadah kepada Allah ﷻ. Setiap harinya selalu berpuasa, malam-malamnya padat dgn ritual shalat sunnah, sampai tak punya waktu buat penuhi kewajibannya terhadap keluarga, sosial, dan dirinya. Ia sedang berada dalam candu ibadah (nasywatul ibadah) yg tinggi.

Ketika Abu Darda’ datang, dan menyiapkan makanan, lalu menyuguhkannya kepada Salman, ia pun menolak seraya mengatakan, “Saya tak mau memakannya kecuali engkau juga turut makan bersamaku”. Dia yg hari itu berpuasa pun akhirnya membatalkan puasanya. Demikian juga saat hendak menunaikan shalat malam, berkali-kali ia beranjak, namun disuruh tidur kembali oleh sahabat Salman al-Farisi. Baru setelah tiba sepertiga malam, Salman membangunkan saudaranya, Abu Darda’ buat shalat malam berjamaah. 

Seusai shalat, ia berkata kepada Abu Darda’:

إن لربك عليك حقا ولنفسك عليك حقا ولأهلك عليك حقا فأعط كل ذي حق حقه

Artinya, “Sungguh, Tuhanmu memiliki hak yg harus kaupenuhi, dirimu memiliki hak yg harus kaupenuhi, keluargamu juga memiliki hak yg harus kaupenuhi, maka berikanlah hak mereka secara proporsional.”

Keesokan harinya, persoalan tersebut dihaturkan kepada baginda Nabi ﷺ. Lalu bersabda, Shadaqa Salman, “Benar apa yg dikatakan Salman al-Farisi”. Dari sinilah kemudian para ulama seantero dunia, termasuk Kiai Faqihuddin Abdul Qadir—dalam fashal pertama kitab Manba’ussa’adah—menjelaskan tiga hak tubuh yg harus dipenuhi secara sempurna. Di antaranya, hak konsumsi makanan yg halal dan bergizi baik (at-taghadzi bi al-halal at-thayyib), hak atas istirahat yg cukup (akhdzu ar-rahah), dan hak menyalurkan hasrat seksual secara halal dan layak (talbiyyah al-gharizah al-jinsiyyah). Berikut penjelasannya.

Hak Konsumsi Makanan yg Halal dan Bergizi Baik (at-taghadzi bi al-halal at-thayyib)

Mengonsumsi makanan dan minuman halal dgn kualitas gizi yg baik secara tak berlebihan ialah hak tubuh yg harus dipenuhi setiap orang. Anugerah sehat yg Allah ﷻ berikan wajib dijaga dgn cara demikian. Mengingat, sebagian besar penyakit timbul dari makanan yg kita konsumsi. Penting dicatat, bahwa term ‘at-thayyib’ di sini, tak buat dipahami sempit yg berlaku bagi umat Islam saja. Melainkan juga buat umat agama lain. Hal ini, bermula dari logika agama yg mustahil menganjurkan pemeluknya supaya mengonsumsi sesuatu yg berbahaya bagi tubuh. Baik bahaya yg timbul dari kandungan bakteri makanan, atau bahaya secara sosial. Pasalnya, semua agama samawi mengajarkan bahwa mengusik ketenangan sosial merupakan laku biadab yg sangat dimurkai Tuhan. Karena itu, kita dilarang mencuri, merampok, dan lain-lain.

Terkait ini, Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 168 merespons:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ  وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Artinya, “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yg halal dan baik yg terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yg nyata bagimu.”

Imam Fakhruddin ar-Razi (604 H) dalam Mafâtîhul Ghaib (juz 5, hal. 3) menjelaskan makna dua kata kunci tersebut sebagai berikut:

فإن قوله (حلالا) المراد منه ما يكون جنسه حلالا، وقوله (طيبا) المراد منه لا يكون متعلقا به حق الغير فإن أكل الحرام وإن إستطابه الآكل فمن حيث يفضي إلى العقاب يصير مضرة ولا يكون مستطابا

Artinya, “Terma halal(an) dalam ayat di atas, bermakna suatu jenis makanan atau minuman yg memang halal (halal min dzatihima). Dan, kata thayyib(an) sendiri mengecualikan makanan atau minuman milik orang lain (tanpa izin mengonsumsinya). Oleh sebab itu, kalau dikonsumsi, walaupun memiliki kandungan gizi yg baik, namun tetap tergolong tak thayyib, sebab dapat membuat Tuhan murka.”

Dari keterangan ini, lekas dicerna bahwa thayyib tak hanya dimaknai baik dari sudut pandang gizi dan kesehatan jasmani, tetapi juga baik secara sosial. Salah satunya, dapat kita lihat dalam surah an-Nisa’ ayat 10, di mana Allah ﷻ melarang keras orang yg memakan harta anak yatim secara zalim. Bahkan, tegas Allah menyatakan bahwa sebenarnya mereka menelan api, dan juga mau dimasukkan ke neraka sebagai ancamannya. 

Menjaga tubuh tetap sehat, bukan hanya dgn menjaga kualitas makanan dan pola makan semata, tetapi, tentang porsi makan yg tak berlebihan harus pula dikondisikan. Terbiasa dgn porsi konsumsi yg berlebihan, sangat tak baik bagi tubuh. Karena, secara tak langsung, kita sedang membentuk pola makan yg tak sehat. Terbuat persoalan ini, Al-Qur’an tak kalah tegas menyikapinya sebagaimana kepada yg lain. Allah ﷻ dalam surah al-A’raf ayat 31 bertitah:

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

Artinya, “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yg bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tak menyukai orang yg berlebih-lebihan.” 

 

Baca juga: 4 Bahaya Makanan yg Tak Halal

Dalam Manba’ussa’âdah (hal. 11) Kiai Faqih mengutip statemen Syekh Nawawi al-Bantani pada at-Tafsîr al-Munîr tentang israf yg dilarang syariat. Di sana dikatakan, Inna al-isrâf huwa al-ta’addi ila al-haram wa tahrîm al-halal wa al-ifrâth fi at-tha’âm, “Sesungguhnya, israf itu ialah melampaui batas keharaman, mengharamkan yg halal, dan berlebihan dalam konsumsi makanan.”

Lebih jelasnya, mari membaca kitab at-Tafsîr al-Munîr fi al-‘Aqidah wa as-Syari’ah wa al-Manhaj (juz 7, hal. 15), masterpiece syekh Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili dalam bidang tafsir. Di sana dijelaskan:

ثم وضع الله ظابطا ليس في العبادة وحدها، وإنما في الأمور المعاشية المعتادة أيضا، وهو الأمر بتقوى الله، والاعتصام بحدود الله، أي فاتّقوا الله الذي آمنتم به في كل شؤون المعيشة والحياة من أكل وشرب ولباس ونساء وغيرها، ولا تتجاوزوا المشروع في تحليل ولا تحريم

Artinya, “Allah ﷻ tak saja membuat standarisasi dalam hal ibadah. Melainkan juga dalam pelbagai urusan kehidupan lainnya. Makna standarisasi buat kedua hal ini, yaitu tentang urusan takwa kepada Allah dan memelihara diri dari batasan-batasan suci yg telah ditentukan. Secara tersirat (QS al-A’raf (31) di atas) menyampaikan, ‘Bertakwalah kepada Allah yg kalian imani dalam setiap lini kehidupan dan aktivitas yg dijalani; baik ketika makan, minum, berpakaian, relasi dgn perempuan (pasangan), dan lain-lain. Dan, janganlah melampaui batas dalam urusan penghalalan dan pengharaman.”

Jadi, menaruh atensi terhadap aturan-aturan Allah (hudûdullah) dalam hal ini, tak kalah penting dgn memelihara ibadah dan ketakwaan kita kepada-Nya. Dari sinilah kemudian kiai Faqih menulis statement-nya dalam Manba’ussa’âdah, bahwa setiap orang harus adil dalam menentukan apa dan berapa kadar makanan atau minuman yg dikonsumsinya. Karena, makanan dan pola makan yg tak sehat mau menciptakan pribadi, lingkungan dan ibadah yg tak sehat pula. 

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi kita semua. Wallahu a’lam bisshawâb.

Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumni sekaligus pengajar di Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.