Tiga Hikmah Cobaan Pandemi Covid-19 Menurut Islam

Sudah banyak orang bosan dan sangat jenuh menghadapi pandemi Covid-19 yg masih melanda secara global. Terdapat berbagai ketimpangan, kebijakan pemerintah yg dilematis, aktifitas dibatasi, dan hal lainnya. Namun sebagai muslim yg taat, bagaimana sikap terbaik yg harus di ambil, terlebih pendemi belum dapat diprediksi kapan mau berakhir. Sebenarnya apa hikmah yg ada di baliknya?

 

Pandemi Covid-19 ialah cobaan dari Allah swt. Biasanya, suatu cobaan turun buat membedakan mana hamba yg benar-benar beriman kepada-Nya dan mana yg sebaliknya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
 

مَا كَانَ اللهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ … (آل عمران : 179) 

 

Artinya: “Allah sekali-kali tak mau membiarkan orang-orang beriman menetapi kondisi yg kalian alami (sekarang, yaitu bercampurnya orang yg ikhlas beriman dan yg tak ikhlas beriman), sehingga Allah mau memisahkan orang buruk (munafik) dari orang baik (mukmin).” (QS Ali ‘Imran: 179).

 

Ayat ini berkaitan dgn Perang Uhud. Salah satu peperangan yg paling menguji keimanan umat Islam. Saat itu banyak cobaan yg Allah turunkan, seperti banyak sahabat yg mati syahid dan pasukan musuh yg mendominasi peperangan setelah pasukan pemanah dari umat Islam terkecoh. Bahkan, Rasulullah saw sendiri dikepung oleh musuh hingga hampir saja terbunuh. 

 

Imam Fakhruddin ar-Razi dalam Mafâtîhul Ghaib menjelaskan, saat perang Uhud pasukan kaum muslimin terdiri dari dua  kelompok, yaitu pasukan yg betul-betul beriman dan pasukan yg munafik. Pasukan yg betul-betul beriman mengikuti peperangan sampai selesai, meskipun berbagai cobaan datang bertubi-tubi. Sementara pasukan munafik mundur perang saat Allah menurunkan cobaan. Bahkan, tak sedikit pasukan munafik yg mundur sebelum berperang. (Fakhruddin ar-Razi, Mafâtîhul Ghaib, juz IX, halalaman 114).

 

Demikian pula Pandemi Covid-19 yg merupakan cobaan dari Allah swt, dapat jadi buat membedakan antara muslim sejati dan yg bukan. Untuk itu, perlu kiranya kita memahami sebenarnya apa rahasia Allah menurunkan cobaan ini dan bagaimana sikap terbaik yg seharusnya diambil. 

 

Saat cobaan turun kepada manusia beriman, ada tiga kemungkinan. Pertama, cobaan sebagai penghapus dosa. Kedua, cobaan sebagai pengangkat derajatnya di sisi Allah. Ketiga, cobaan sebagai balasan atas dosa yg telah diperbuat.

 

Cobaan Menjadi Pelebur Dosa
Salah satu tujuan Allah menurunkan cobaan ialah menjadi pelebur dosa bagi hamba-hamba-Nya. Semakin besar cobaan, semakin banyak pula dosa yg dilebur. Rasulullah saw bersabda:

 

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُهَا، إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ. (متفق عليه)

 

Artinya: “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yg melukainya, melainkan dgn semuanya itu Allah mau melebur kesalahan-kesalahannya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Namun penting dicatat, menurut Syekh ‘Izzudin bin Abdissalam (wafat 1262 M), tak semua cobaan kemudian secara otomatis menghapus dosa. Hanya cobaan yg dihadapi dgn rasa ridha dan ikhlas kepada Allah yg dapat melebur dosa. (Asy-Syatibi, al-Muwâfaqât, juz II, halalaman 221).

Sementara menurut al-Hafizh Ibnu Hajar (wafat 1449 M), cobaan sendiri sebenarnya mampu menghapus dosa sesuai besar musibah yg dialami. Jika dibarengi rasa ridha, maka mau menjadi nilai plus sebagai pahala. Seumpama orang itu tak memiliki dosa, maka cobaan itu mau menjadi pahala baginya, sesuai besar cobaan yg diterima. (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bâri, juz XIII, halaman 9).
 
Cobaan Mengangkat Derajat Manusia 
Saat Allah menurunkan suatu cobaan, adakalanya Allah mau mengangkat derajat seorang hamba di sisi-Nya. Rasulullah saw bersabda:

 

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الْأَنِبْيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلٰى حَسَبِ (وَفِي رِوَايَةٍ قَدْرِ) دِيْنِهِ. فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صَلَبًا اِشْتَدَّ بَلاَؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِيْنِهِ رِقَةٌ اُبْتُلِيَ عَلٰى حَسَبِ دِيْنِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتىٰ يَتْرُكَهُ يَمْشِيْ عَلَى اْلأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةُ . (رواه الترمذي، وقال: هذا حديث حسن صحيح)

 

Artinya: “Manusia yg paling dashyat cobaannya ialah para nabi, kemudian orang-orang mulia selevel di bawah mereka, lalu orang-orang mulia selevel di bawah mereka. Orang diuji menurut ukuran (dalam suatu riwayat ‘kadar’) agamanya. Jika agama kuat, maka cobaannya pun dashyat; dan bila agamanya lemah, maka ia diuji menurut ukuran agamanya. Maka cobaan tak henti-hentinya menimpa seseorang sampai ia membiarkannya berjalan di muka bumi tanpa punya kesalahan lagi.” (HR. At-Tirmidzi dan ia berkata: “Ini hadits hasan shahih.”)

 

Hadits ini menjelaskan, semakin tinggi  derajat hamba di sisi Allah, semakin berat pula cobaan yg dipikulnya. Karena itu, seorang nabi sebagai hamba paling tinggi derajatnya di sisi Allah mendapat cobaan yg paling besar. Contoh saja Nabi Muhammad saw, dalam perjalanan hidupnya cobaan demi cobaan menimpanya, bahkan kerapkali ancaman keselamatan jiwa menerpa saat berdakwah di tengah kaumnya.

 

Al-Hafizh Ibnu Hajar denga mengutip Ibnul Jauzi (wafat 1201 M) menjelaskan, orang yg telah ma’rifat billâh begitu mendapat cobaan besar maka mau menerimanya dgn lapang tanpa beban. Sebab, ia tak melihat seberapa besar cobaan yg diterima, melainkan nilai pahala di baliknya.
Menurut Ibnul Jauzi, hamba yg tinggi derajatnya mau menganggap sepenuh dirinya ialah milik Allah. Sebagai pemilik Allah bebas melakukan apa saja terhadapnya. Sebagai hamba yg dimiliki, ia hanya dapat menerima perlakuan pemiliknya. Lebih tinggi lagi, ketika seorang hamba telah disibukan dgn mahabbah atau cinta kepada Allah, maka ia tak mau meminta cobaan yg tengah dialaminya dihilangkan. Sementara puncak derajat tertinggi ialah ketika seorang hamba justru meminta cobaan atas kemauannya sendiri. Ia merasakan kenikmatan di balik cobaan demi cobaan. (Al-‘Asqalani, Fathul Bâri,  juz X, halaman 117).

 

Cobaan Menjadi Balasan Dosa
Terkadang Allah menurunkan cobaan buat menjadi balasan atas dosa yg diperbuat manunsia. Rasulullah saw bersabda:

 

وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ (رواه ابن ماجه)

 

Artinya: “Sesungguhnya seseorang mau dihalangi rejekinya sebab dosa yg dilakukannya.” (HR Ibnu Majah)

 

Hadits di atas menjelaskan, akibat dosa yg diperbuat seseorang dapat diberi cobaan dari Allah, seperti kesusahan dalam mencari rejeki.  

 

Berkaitan hadits di atas Mula al-Qari (wafat 1605 M) dalam Mirqâtul Mafâtîh menjelaskan, hadits ini ditunjukan bagi umat Islam. Ketika seorang muslim bermaksiat, Allah mau menurunkan cobaan kepadanya. Harapannya, cobaan dapat penjadi penyebab dosanya terlebur. (Mula al-Qari, Mirqâtul Mafâtîh, juz IX, halaman 145).

 

Setelah mengetahui tiga tujuan Allah menurunkan cobaan, semoga kita lebih bijak lagi dalam menghadapi berbagai musibah. Terutama musibah pandemi Covid-19 sekarang ini. Pandemi ialah cara Allah menghapus dosa sekaligus mengangkat derajat hamba-hamba-Nya. Wallâhu a’lam.

 

 

Ustadz Muhamad Abror, Pengasuh Madrasah Baca Kitab, Alumnus Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Mahasantri Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.