Tiga Jenis Kesombongan yg Terpuji

Definisi Sombong

Sombong atau pongah, dalam bahasa agama dikenal dgn al-kibr(u), al-istikbar(u), dan at-takabbur(u). Selain itu, agama juga mengenal tiga term antonim dari tiga di atas, yaitu at-tadzallul, at-tamalluq, dan at-tawadhu’ yg muara maknanya ialah tentang kerendahan walaupun tak digunakan dalam konteks yg sama.

Seperti kata tamalluq, yg digunakan ketika sedang mengambil perhatian ataupun simpati orang. Entah buat hal positif atau negatif yg lumrah kita terjemah dgn “menjilat”.

Terkait makna terminologinya, Abu Sa’id Al-Khadimi dalam Bariqah Mahmudiyyah fi Syarhi Thariqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyyah fi Sirah Ahmadiyah (juz II, halaman 185) menyampaikan:

الْكِبْرُ هُوَ الِاسْتِرْوَاحُ) طَلَبُ الرَّاحَةِ (وَالرُّكُونُ) الْمَيْلُ (إلَى رُؤْيَةِ النَّفْسِ فَوْقَ الْمُتَكَبَّرِ عَلَيْهِ) فِي صِفَاتِهَا الْكَمَالِيَّةِ فَيَحْصُلُ مِنْ رُؤْيَتِهَا فَوْقَهُ فِي قَلْبِهِ اعْتِدَادٌ وَفَرَحٌ وَهُوَ الْكِبْرُ

Artinya, “Sombong ialah satu kondisi saat kita merasa senang dan nyaman melihat diri kita di atas orang lain (mutakabbar ‘alaih) dalan kaitannya dgn kelebihan yg diberi Tuhan sehingga dgn mengetahui orang lain di bawah kita, hati ini memiliki kepercayaan diri yg tinggi dan serasa sedang melayg, terbang sebab bahagia.”

Sifat ini sungguh sangat tercela. Mengingat, dgn kepongahan hati, seorang hamba yg hina dina sejatinya sedang memosisikan dirinya setara Tuhan sang maha mulia dan tiada cela. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۚ اِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْاَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُوْلًا * كُلُّ ذٰلِكَ كَانَ سَيِّئُهٗ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوْهًا

Artinya, “Janganlah kau berjalan di bumi ini dgn sombong sebab sungguh kau tak mau dapat menembus bumi dan tak mau mampu menjulang setinggi gunung. Semua itu kejahatannya sangat dibenci di sisi Tuhanmu.” (Surat Al-Isra’ ayat 37-38).

Keangkuhan yg Tetap Terpuji

Secara umum, sifat angkuh itu memang tak baik, bahkan amat tercela. Namun terkadang, dalam beberapa kondisi ia dapat terpuji. Keangkuhan dapat totalitas berubah menjadi amal baik laiknya sifat rendah hati. Di mana, kerendahan hati ini diposisikan sebagai barometer tingginya pemahaman seseorang mengenai kehidupan, keragaman, agama dan seterusnya. 

Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menyanjung sifat mulia ini. Ia bersabda:

إذَا تَوَاضَعَ الْعَبْدُ رَفَعَهُ اللَّهُ تَعَالَى إلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ

Artinya, “Bila seorang merendah hati, Allah pasti mau mengangkat derajatnya sampai langit ketujuh.” (Bariqah Mahmudiyyah, [juz II, halaman 185]).

Berikut imam Abu Sa’id Al-Khadimi menjelaskan tiga contoh kesombongan yg dipuji agama:

Pertama, sombong kepada orang yg sombong. Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa bersikap angkuh kepada mereka yg angkuh ialah bagian dari sedekah.

Alasannya, kalau saja terus merendah di hadapan orang-orang congkak, maka mereka mau semakin berlarut-larut dalam gelap kecongkaannya. Namun, bila dibenturkan dgn kecongkaan yg lebih besar, mereka mau sadar bahwa dirinya tak sesempurna yg dipikirkan. Lagi pula, membiarkan mereka larut lebih jauh dalam kecongkaan, ialah satu kezaliman besar.

Imam Abu Hanifah berpandangan:

أَظْلَمُ الظَّالِمِينَ مَنْ تَوَاضَعَ لِمَنْ لَا يَلْتَفِتُ إلَيْهِ وَقِيلَ قَدْ يَكُونُ التَّكَبُّرُ لِتَنْبِيهِ الْمُتَكَبِّرِ لَا لِرِفْعَةِ النَّفْسِ فَيَكُونُ مَحْمُودًا كَالتَّكَبُّرِ عَلَى الْجُهَلَاءِ وَالْأَغْنِيَاءِ

Artinya, “Orang yg paling zalim ialah mereka yg tetap merendah bahkan kepada orang yg berpaling congkak darinya. Mengingat, seperti yg pernah dikatakan bahwa sikap sombong itu tak mesti sebab tinggi hati, tapi kadang dalam maksud buat mengingatkan yg lain. Kalau demikian, sombong kepada orang yg congkak jelas terpuji. Seperti bersikap sombong di hadapan orang-orang bodoh yg keras kepala dan para hartawan kaya raya yg membusung dada.” (Bariqah Mahmudiyyah [juz II, hal. 186])

Kedua, sombong di tengah kecamuk perang. Tujuannya, yaitu menggentarkan hati dan memporak-porandakan kekuatan pasukan lawan.

Ketiga, bersikap tinggi hati saat bersedekah. Maksud tinggi hati di sini ialah Mengungkapkan bahwa dirinya tak membutuhkan materi yg mau disedekahkan, dan sang penerima lah yg paling membutuhkan hal itu.

Ini bertujuan supaya si penerima tanpa berat hati mengambil materi yg diberikan kepadanya. Dengan begitu, si penerima tentu sangat bahagia luar biasa, kebutuhannya terpenuhi tanpa goresan rasa ketaknyamanan di hatinya. 

Beda lagi ceritanya, bila bersedekah dgn penuh ketawadukan. Misalnya mengatakan, ‘Saya termasuk orang yg tak terlalu kaya, punya banyak kebutuhan juga seperti jenengan, tapi tak masalah, saya mau sedekahkan ini ke jenengan, mohon diterima’. Tawaduk dalam hal ini tak dibenarkan. Karena berpotensi besar mau menyinggung perasaan si penerima dan tentu mau berat menerima pemberian tersebut.

Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu pernah meriwayatkan sebuah hadits, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

فَأَمَّا الْخُيَلَاءُ الَّتِي يُحِبُّ اللَّهُ تَعَالَى فَاخْتِيَالُ الرَّجُلِ نَفْسَهُ عِنْدَ الْقِتَالِ وَاخْتِيَالُهُ عِنْدَ الصَّدَقَة

Artinya, “Kesombongan yg dicintai Allah subhanahu wa ta’ala ialah sikap sombong seorang muslim di tengah medan perang dan ekspresi besar hatinya saat memberi sedekah.”

Semoga tulisan ini berkah dan manfaat. Waallahu a’lam bis shawab.

Ustadz Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumnus Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur.

Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.