Hukum mengiringi atau mengantar jenazah ke pemakaman ialah sunnah. Perintah ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yg diriwayatkan Muslim sebagaimana penggalan berikut:
ÙˆÙŽØ¥Ùذَا مَاتَ ÙَاتْبَعْهÙ
Â
Artinya , “ Apabila seorang Muslim mati, iringilah jenazahnya†[HR. Muslim].
Â
Dalam mengiringi jenazah ada beberapa adab tertentu yg hendaknya diperhatikan sebagaimana dinasihatkan Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 438), sebagai berikut:
Â
Â
Artinya, “Adab mengiringi jenazah, yakni: senantiasa khusyu’, menundukkan pandangan, tak bercakap-cakap, mengamati jenazah dgn mengambil pelajaran darinya, memikirkan pertanyaan kubur yg harus dijawabnya, bertekad segera tobat sebab ingat segala amal perbuatan semasa hidup pastilah dimintai pertanggung jawaban, berharap supaya tak termasuk golongan yg akhir hidupnya buruk ketika maut datang menjemput.
Â
Dari kutipan di atas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut:
Â
Pertama, senantiasa khusyu’. Mengiringi jenazah hendaknya dilakukan secara khusyu’ dan tak boleh dgn bersendau gurau. Setiap pelayat yg mengiringi jenazah hingga ke tempat pemakaman hendaknya senantiasa menyadari bahwa kematian tentu menimbulkan duka mendalam bagi keluarga yg ditinggalkan si mayit. Oleh sebab itu sikap khusyu’ harus diupayakan demi menghormati perasaan duka mereka.
Â
Selain itu, adanya anjuran dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar para pengiring jenazah berlaku khusyu’ menandakan bahwa kegiatan ini bukan semata-mata bersifat sosial, tetapi sekaligus merupakan ibadah yg bernilai pahala.
Â
Kedua, menundukkan pandangan. Mengiringi jenazah ialah ibadah. Orang beribadah terikat dgn adab yg berlaku demi membaguskan amal. Menundukkan pandangan dan tak membiarkan mata melihat kemana-mana sangat membantu memungkinkan para pelayat mengiringi jenazah dgn khusyu’ sehingga lebih dapat meresapi suasana duka. Memang menunjukkan sikap berduka atau bela sungkawa khususnya kepada kerabat yg ditinggalkan termasuk hal yg dianjurkan.
Â
Ketiga, tak bercakap-cakap. Menghidari percakapan yg tak perlu di antara sesama pelayat memang harus diupayakan. Suasana khidmat dan khusyu’ dapat terganggu oleh suara berisik dari percakapan para pelayat yg tak terkontrol. Tetapi berbeda halnya bila suara yg keluar ialah kalimah thayyibah (لا اله إلا الله Ù…Øمد رسول الله). Kalimat ini bagus diucapkan oleh para pelayat sebab mengingatkan keimanan kepada Allah dan rasul-Nya dan dapat menciptakan suasana khidmat dan khusyu’ di antara para pengiring jenazah.
Â
Â
Diharapkan dgn mengambil pelajaran dari orang yg meninggal para pengiring jenazah dapat bersikap lebih hati-hati terutama jangan sampai hidupnya berakhir buruk. Siapapun yg akhir hidupnya buruk telah pasti mau berurusan dgn neraka kelak di akherat.
Â
Kelima, memikirkan pertanyaan dalam kubur yg harus dijawabnya. Para pengiring jenazah hendaknya memikirkan enam pertanyaan yg mau diajukan oleh malaikat Munkar dan Nakir kepada mayit di dalam kubur. Keenan itu ialah siapa Tuhanmu, apa agamamu, siapa nambimu, apa kitabmu, dimana kiblatmu, dan siapa saudara-saudaramu.
Â
Keenam itu penting buat diingat dan dimengerti jawabannya. Namun cara mengingatnya bukan dgn menghafalkan satu per satu dari keenam pertanyaan itu beserta jawabannya tetapi dgn melaksanakan perintah Allah secara istiqamah khususnya shalat lima waktu. Shalat ialah salah satu kunci sukses buat menjawab keenam pertanyaan tersebut sebab jawaban dari masing-masing pertanyaan itu terintergrasi di dalam pelaksanaan shalat.
Â
Â
Keenam, bertekad segera tobat sebab ingat segala amal perbuatan semasa hidup pastilah dimintai pertanggung jawaban. Mengiringi jenazah hingga tempat pemakaman dan dikuburkan amat besar manfaatnya. Setaknya hal ini mau menyadarkan bahwa kemana pun manusia pergi pada akhirnya tempat yg dituju ialah liang lahat yg berukuran sempit.
Â
Di dalam kubur itulah kita mulai diminta pertanggung jawaban terutama terkait dgn enam masalah sebagaimana disebutkan dalam poin kelima di atas. Barang siapa lalai dalam menjalankan shalat sementara masih diberi-Nya kesempatan hidup hendaklah segera bertobat dgn menjalankan semua perintah-Nya, terutama rukun Islam yg lima dimana shalat ada di dalamnya, dan meninggalkan larangan-Nya.
Â
Ketujuh, berharap supaya tak termasuk golongan yg akhir hidupnya buruk ketika maut datang menjemput. Melayat dan mengiringi jenazah ke tempat pemakaman mau selalu mengingatkan mau kematian yg sewaktu-waktu dapat menghampiri siapa saja. Artinya semakin sering seseorang melayat dan mengiring jenazah hingga tempat pemakaman tentulah semakin baik sebab mau selalu diingatkan mau adanya kematian yg pasti datang kepada siapa saja tanpa pandang bulu.
Â
Ketujuh adab di atas penting buat diperhatikan bagi seluruh kaum Muslimin (khusus laki-laki) buat diamalkan secara bersama-sama. Jangan sampai sebagi orang Islam kita tak pernah mengiring jenazah ke tempat makam mengingat kegiatan ini memiliki manfaat yg besar tak hanya bagi jenazah yg diiringi tetapi sekaligus juga bagi orang-orang yg masih hidup. Bagi perempuan mengiringi jenazah hingga tempat pemakaman kurang dianjurkan sebab hukumnya makruh tanzih.
Â
Â
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU Surakarta.