Perlakuan Buruk Israel Terhadap Tahanan Palestina di Tengah Wabah Covid-19 Tuai Kecaman

– Palestina mendesak organisasi internasional buat menekan Israel atas perlakuan buruk kepada para tahanan Palestina di tengah wabah COVID-19.

Hal itu diungkapkan Aktivis Palestina terkemuka, Leila Khaled, dalam wawancara dgn kantor berita Lebanon, Al-Mayadeen.

“Kami mendesak lebih banyak tekanan [internasional] terhadap Zionis terkait dgn tahanan Palestina,” kata Khaled, dikutip dari Liputan Islam, Selasa, 31 Maret 2020.

Leila juga menyoroti banyaknya tahanan Palestina telah dipenjara oleh Israel lebih dari tiga dekade.

Selain itu, anggota Front Rakyat buat Pembebasan Palestina (PFLP) ini juga menyerukan faksi-faksi Palestina buat bersatu menyelesaikan masalah ini.

Sebelumnya, berbagai kelompok dan organisasi internasional, termasuk Liga Arab bersama dgn Kementerian Luar Negeri Palestina, telah meminta Israel buat membebaskan tahanan Palestina di tengah penyebaran COVID-19 di wilayah pendudukan itu.

Baca Juga:  Palestina Tuding Arab Saudi Dukung Trump Serahkan Yerusalem ke Israel

Tahanan Palestina juga mengancam mau menggelar mogok makan bila otoritas Israel tak memberikan perlindungan kesehatan yg memadai.

Wabah Covid-19 menurut kementerian kesehatan Palestina telah menyerang 106 warga Palestina dan menyebabkan satu kematian pada hari Minggu kemarin. Sebanyak 9 orang korban berada di Jalur Gaza dan sisanya di Tepi Barat.





Rusia Sebut Teroris di Idlib Langgar Gencatan Senjata 19 Kali

– Kelompok teroris yg berada di Idlib telah melanggar gencatan senjata hingga 19 kali. Hal ini diumumkan Pusat Rekonsiliasi Rusia buat Suriah (CR) di pangkalan Hmeimin pada Sabtu malam, 7 Maret 2020.

“19 kali pelanggaran kesepakatan gencatan senjata oleh teroris telah terpantau dalam tempo 24 jam terakhir,” kata Oleg Zhuravlev, seorang petinggi militer Rusia di Hmeimim, dikutip Liputan Islam, Minggu, 8 Maret 2020.

“Aparat kepolisian militer Rusia telah melanjutkan patrolinya di poros-poros gencatan senjata di Aleppo, Raqqa, dan al-Hasakah,” sambungnya.

Angkatan udara Rusia, kata Oleg, juga lepas landas dari bandara di Qamishli di utara Suriah buat melakukan patroli udara di sejumlah jalur.

Baca Juga:  Duh, Ketum FPI Serukan Penegakan Khilafah di Indonesia

Sementara itu, stasiun televisi al-Mayadeen pada Sabtu malam melaporkan, kelompok teroris Jabhat al-Nusra menembakkan sejumlah mortir ke arah basis tentara Suriah di barat Aleppo.

CR pada hari Jumat (6/3) juga mengabarkan bahwa teroris telah melanggar gencatan senjata sebanyak 6 kali.

Vladimir Putin dalam jumpa pers bersama presiden Turki Kamis malam (5/3), mengumumkan bahwa kedua belah pihak telah sepakat mengadakan gencatan senjata di Idlib.

Menurut Putin, Moskow dan Ankara berencana buat melanjutkan kerjasama yg telah terjalin di Astana dalam masalah Suriah.

Rusia dan Turki juga sepakat melakukan patroli bersama buat mengawasi kawasan deeskalasi di kota-kota sekitar Idlib.





Soal Utang, Sri Mulyani: Semua Negara Islam di Dunia Juga Berhutang

– Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menanggapi sejumlah kritik yg menilai pemerintah Indonesia suka berutang demi menutup defisit.

Dalam tanggapannya, Sri Mulyani bertanya kepada pengkritiknya apakah ada negara yg tak berutang, termasuk negara-negara Islam?

Ia pun mengatakan, faktanya semua negara di dunia, termasuk negara islam juga berhutang buat mengelola negaranya.

“Semua negara Islam di dunia juga berhutang mau Saudi, UAE, Qatar, Tunisia, Maroko, Pakistan, Afganistan,Kazakhstan,” ujar Sri Mulyani dikutip dati CNBC Indonesia, Minggu, 19 Juli 2020.

“Bahkan, negara Islam kita di Afrika, mayoritas mereka miskin. Mayoritas mereka mendapatkan utang, bahkan hibah, termasuk dari Bank Dunia. Jangan merasa utang ini stigma,” sambungnya.

Baca Juga:  Pancasila Sudah Final Bagi Bangsa Indonesia! Tidak Bisa Ditawar-Tawar Lagi

Ia mengungkapkan, dapat saja sebuah negara tak berhutang, sebab hal ini tergantung dari kebijakan setiap negara.

Namun, kata Sri Mulyani, bila tak berhutang misalnya artinya ada penundaan persoalan infrastruktur hingga masalah pendidikan.

“Ya.. nanti negara kita banyak penduduknya 260 juta tapi kita nggak berpendidikan, kurang gizi, miskin,” ujarnya.

Ia pun mengungkapkan, ada juga pertanyaan bagaimana tanpa harus berhutang dgn memanfaatkan Sumber Daya Alam Indonesia yg melimpah ruah.

Menurutnya, meski dgn SDA yg melimpah, Indonesia tetap butuh modal.

“Kalau SDA dikeruk tetap membutuhkan modal. Kadang masyarakat kita sensitif kalau membicarakan soal utang, dgn nada benci. Bisa saja kita debat, tapi jangan sampai dgn kata kasar,” ujarnya.

Baca Juga:  Ringankan Beban Warga Akibat Kemarau, Lazisnu Banten Salurkan Air Bersih





Setuju FPI Bubar, Kok Dicap Ahli Maksiat? Terlalu Naif Wan!

– Maaf Wan, bagi saya duduk soal bukan sekadar ahli maksiat atau ahli kapling surga. Bukan sekadar Antum ahli ibadah dan mereka ahli kerak neraka. Lagi pula maksiat itu kompleks Wan. Radar penelitian manusia tak bakal mampu menilainya secara utuh. Ada maksiat zahir, jelas kelihatan mata kepala; ada maksiat batin yg hanya diketahui hamba dan Allah semata. Antum pasti paham Wan.

Soal petisi penggalangan mufakat FPI bubar, tak dapat dipecah telur dgn kaca mata Islam belaka. Pernyataan Ketua DPP FPI Ahmad Sobri Lubis bahwa yg setuju FPI bubar ialah orang ahli maksiat (suara.com, 8/8), ini jelas argumen kurang mutu dari seorang tokoh organisasi partikelir level Nasional.

Kembang-kendor antara mereka yg setuju FPI legal always dgn mereka yg setuju bubar saja, berada di ruang dialektis serbaneka premis. Bukan soal maksiat dan ibadah; neraka dan surga.

Tak berlebihan bila polemik ini ditarik ke helatan pilpres kemarin. Orang-orang yg setuju dgn pembubaran FPI atau tak diperpanjangnya legalitas FPI, barang tentu mereka mendukung kubu nol satu. Maka ini menjadi buah politis. Sebab kita tahu FPI amat lantang dgn gema takbirnya mendukung mati-matian nol dua.

Tapi, sungguh pun polemik bubar-lanjut FPI dapat diteropong melalui ekses pilpres, mengapa mereka yg membuat petisi FPI bubar tak melakukan hal sama kepada partai koalisi nol dua?

Baca Juga:  Salah Fikir (salafi) Tentang Syirik, Wahabi Habiskan Situs Sejarah Islam

Maka tentu bukan soal dukungan politik belaka. Jika kita membaca isi petisi tersebut, ada proposisi berupa alasan mengapa petisi itu perlu ditandatangani. Dalam mukadimahnya petisi bertajuk “Stop Izin FPI” melalui laman Change.org itu berbunyi:

Karena organisasi tersebut ialah merupakan kelompok radikal, pendukung kekerasan dan pendukung HTI.

Memang tak dapat dipungkiri FPI secara terang-terangan berjabat tangan dgn para eks-HTI. HTI, kita tahu telah dibekukan oleh pemerintah dgn klausul berasas ideologis-radikalis. HTI pengasong ideologi islam transnasional “khilafah” yg, kita tahu semua negara di dunia menolak komoditas ideologi ini.

Ada alasan determinis bahwa FPI setuju dgn garis aktivisme HTI. Ada pertautan ideologis antara HTI dan FPI.

Jika kita tilik AD/ART FPI tampak terang di sana tertulis mission of khilafa. FPI memperjuangkan khilafah islamiyyah yg identik dgn HTI. Walau di berbagai forum televisi tokoh-tokoh FPI selalu bilang bahwa mereka punya ide khilafah yg berlainan dgn HTI, tapi ini memancing rasa curiga. FPI memiliki misi ganda.

Di sisi lain mereka mengaku tak menolak pancasila dan patuh terhadap UUD, tapi di lanskap lain sang Imam Besar kerap mempropagandakan ide pancasila dgn butir sila pertama dgn klausa kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluknya. Hal mana ini ada dalam piagam Jakarta dan telah dihapus oleh BPUPK jelang sidang PPKI pada 1945 silam. FPI seolah membuka perdebatan masa lalu yg klise; relasi Islam dan Negara.

Baca Juga:  Ayah Ketum FPI Wafat, Gus Nadir Ucapkan Bela Sungkawa dan Teringat Masa Kecil

Ihwal relasi Islam dan Negara setidaknya ada beberapa paradigma yg dapat dikemukakan.

Pertama, Islam dan Negara tertaut secara integral. Menurut paradigma ini Islam menjadi Agama resmi Negara. Islam tak hanya mengurusi soal ibadah dan muamalah, tapi juga Islam mengurusi Negara. Islam secara formal mengatur semua klausul dan kebijakan politik Negara. Dus, paradigma ini mengandaikan berdirinya satu Negara Islam atau dalam versi HTI khilafah Islamiyyah.

Kedua, Islam dan Negara tertaut secara simbiosis mutualis. Paradigma ini hendak berkata bahwa antara Islam dan Negara tak dapat dipisahkan. Sebab Islam secara nilai menginspirasi Negara. Sebaliknya, Negara melindungi Islam. Jadi relasi yg hadir secara nilai dan substantif, bukan idealis formal seperti paradigma pertama. Ormas-ormas Islam yg menyepakati paradigma ini tertutama dua paling sepuh di Indonesia; NU dan Muhammadiyah.

Baca Juga:  Urgensi Integrasi Ulang Sains dan Islam di Era Pandemi Corona

Ketiga, ialah relasi sekularis. Islam terpisah secara total dgn Negara. Negara tak mengurusi Agama sama sekali. Ruang religi merupakan ruang privat dan sunyi yg individualis. Islam dalam paradigma ini tak dapat menginspirasi Negara. Tak ada pertautan antara Islam dan Negara.

Jika menggunakan paradigma di atas, FPI tampaknya lebih dekat dgn paradigma pertama. Walau belum berani secara terang-terangan dgn misi khilafahnya, FPI dapat diidentikkan dgn HTI. Keduanya mengusung ide khilafah islamiyyah yg, tentu bila ini benar adanya semakin memperkuat alasan mereka yg menandatangani petisi supaya FPI dibubarkan.

Syahdan, ini sekadar secuil peliknya tarik-ulur legalitas FPI. Tentu mau banyak kaca dan mata telaah atas FPI. Yang jelas, ini bukan soal pengkaplingan surga. Bukan soal maksiat dan taat Agama. Terlalu sederhana Wan!

Wallahul muwaffiq.





Khofifah Ajak Perempuan Muslimat NU Bebaskan Masyarakat dari Jeratan Rentenir

– Lebih dari 5 ribu warga Nadhlatul Ulama (NU) mengikuti Haul akbar pendiri Muslimat NU dan kajian inspirasi 1441 dilaksanakan di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, Minggu, 22 September 2019.

Pada perhelatan Haul Akbar ini dihadiri ulama dari Makkah yakni Syekh Muhammad bin Ismail dan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muslimat NU yg juga Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
 
Pada kesempatan itu, Khofifah meminta Muslimat NU meningkatkan progresifitas dakwah melalui bidang ekonomi supaya tak ada lagi perempuan dan warga Muslimat yg terjerat rentenir. 

“Muslimat NU perlu mengasah kembali semangat juang, keteladanan para pendiri khususnya Kiai Abdul Wahab Hasbullah yg sejak 1924 telah menggagas Nahdlatut Tujjar,” kata Khofifah, dikutip dari situs resmi NU, Senin, 23 September 2019.
 
Pihaknya sangat berharap perempuan Muslimat NU dapat mewujudkan komitmen buat membebaskan masyarakat dari kemiskinan dan jeratan renternir.

Baca Juga:  Sambut Natal dan Tahun Baru, PBNU Ajak Umat Bangun Persaudaraan Kemanusiaan

“Hal itu dapat dilakukan melalui koperasi dan program perkreditan rakyat yg lebih luas jangkauannya,” terangnya.

“Dakwah melalui penguatan program ekonomi ini, perlu lebih progresif seiring dgn program arus ekonomi baru yg digagas wakil presiden terpilih KH Ma’ruf Amin,” lanjutnya.

Karena itu, kata Khofifah, Muslimat NU harus terus belajar dan mengikhtiarkan hal tersebut,” tegasnya. 

Pada kegiatan tersebut, Khofifah juga menyampaikan terkait Financial Technology yg sedang digagas oleh MUI.

“Fintech ini dapat menjadi penguatan dakwah bil maal yg harus dilakukan Muslimat NU,” ujarnya.

“Saat Rakernas Muslimat NU, Insyaallah kita mau meluncurkan aplikasi e-commerce Muslimat NU. Supaya yg rumahnya di ujung Pacitan, yg rumahnya di ujung Trenggalek, yg rumahnya di ujung Situbondo, yg punya produk tak perlu repot-repot harus membuat gudang. Tetapi produk dapat dipasarkan, begitu juga sebaliknya,” jelasnya.

Baca Juga:  Ketua PCNU Sumenep Catat Ada 5 TK dan 7 Pesantren Menganut Paham Wahabi

Aplikasi ini. menurut Khofifah, dapat berseiring dgn program Pemprov Jatim One Pesantren One Product atau OPOP. 

“Harapannya, ketika terdapat produk terpilih maka dibimbing, didampingi dan dikembangkan supaya berkualitas dan berdaya saing, juga layak jual tak hanya di dalam, tetapi juga di luar negeri,” pungkasnya.





Tolak Musda FPI, Gabungan Ormas di Tegal: Mereka Sering Lakukan Tindakan Seuwenaknya!

– Rencana Front Pembela Islam (FPI) menggelar Musyawarah Daerah (Musda) ke-2 pada Senin, 28 Oktober 2019, di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah ditolak oleh sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas).

Penolakan
sejumlah ormas awalnya muncul dalam pertemuan forum silaturahmi dan tokoh
masyarakat di Ruang Rapat Bupati Tegal pada Jumat, 25 Oktober 2019, lalu yg dipimpin langsung Bupati Tegal Umi Azizah
didampingi jajaran Polri dan TNI. 

Adapun ormas yg melakukan penolakan
tersebut yakni Banser Ansor, Garda
Bangsa, Patriot Garuda Nusantara, Forum Pondok Pesantren, dan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kabupaten Tegal.

Penolakan itupun mendapat dukungan dari sejumlah elemen organisasi di
luar Tegal, seperti Persaudaraan Lintas Iman (Pelita) Semarang serta Lembaga
Studi Sosial dan Agama (ELSA).

Baca Juga:  Begini Cara Pengurus PBNU Sambut Hari Santri 2019

“Ya
pastinya kami dukung teman-teman ormas di Tegal buat menolak Musda FPI. FPI
kita ketahui sering melakukan tindakan intoleransi dan seenaknya,” ujar Koordinator Pelita Setyawan Budi, dikutip
dari CNN Indonesia, Minggu, 27 Oktober 2019.

 â€œMereka biasa
menyerbu kegiatan khususnya keagamaan yg tak sejalan dgn mereka.
Pemerintah harus tegas terhadap mereka,” sambungnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Sosial dan Agama (ELSA) Tedi Kholiludin
yg menilai penolakan terhadap FPI ialah “buah” dari apa yg
dilakukannya selama ini.

“FPI
punya hak buat bebas berorganisasi, tapi jangan lupakan rekam jejaknya yg
kerap dibuatnya sakit hati dan mewaspadainya. Karya sosial yg ditunjukkan
oleh FPI selama ini ialah ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran, dan itu tidak
etis bila kemudian FPI nantinya menuntut soal hak bebas berpendapat atau
berorganisasi,” ujar Tedi.

Baca Juga:  Lagi, Tentara Zionis Israel Tembak Mati Warga Palestina





Wakil Mufti Lebanon: Bangsa Indonesia Harus Bersatu, Jangan Seperti Timur Tengah

– Bangsa Indonesia harus bangga dianugeri negara yg indah dan damai di tengah perbedaan yg ada. Ini dinilai sebagai anugerah yg Maha Kuasa bagi Indonesia yg tak dimiliki oleh negara-negara lain.

Karena itu, bangsa Indonesia wajib memelihara persatuan dan kesatuan supaya perdamaian itu terus abadi, sekaligus buat melawan percik ‘api-api’ perpecahan serta serangan ideologi radikal terorisme.

“Indonesia ialah negeri indah, nyaman, aman dan tentram, serta memilliki toleransi dan saling menghormati sesama bangsa sangat tinggi. Ini yg membuat banyak negara iri dgn Indonesia, termasuk kami,” ujar Wakil Imam Besar (Mufti) Lebanon Syech Dr. Riyadh Bazo, Selasa (16//4/2019).

Pekan lalu, Wakil Mufti Lebanon ini menghadiri Konferensi Ulama Sufi Internasional (World Sufi Forum) di Pekalongan, 8-10 April 2019. Menurutnya, pelaksanaan konferensi itu yg dihadiri seluruh ulama sufi dari berbagai dunia merupakan wujud kemauan bangsa Indonesia buat mempertahankan nilai-nilai yg telah dibangun para pendiri bangsa, termasuk tokoh Islam seperti para wali.

Baca Juga:  Soal Larangan Cadar di Instansi Pemerintahan, Muhammadiyah: Bercadar Tidak Wajib

“Karena itu saya mau mengajak kepada bangsa Indonesia supaya selalu mempertahankan persatuan dan kesatuannya dan jangan sekali kali terpengaruh dgn ideologi-ideologi yg dapat merusak kehidupan yg damai dan tenteram. Kita harus selalu mewaspadai propaganda propaganda kelompok kelompok radikal yg dhahirnya mengmaukan kebaikan tetapi tujuannya ialah buat mencabik-cabik sebuah bangsa sehingga terjerumus dalam konflik yg berkepanjangan,” paparnya.

Ia mengungkapkan, di banyak negara Islam, juga di negaranya di Lebanon, pemikiran radikal dan terorisme masuk ke semua lini secara aktif. Hal itulah yg membuat banyak negara Islam ketidakstabilan bahkan kehancuran sebab perang saudara.

“Indonesia tak boleh terjerumus ke kubangan yg sama seperti negara-negara lain hanya sebab perbedaan pemikiran dan pilihan. Saya mengimbau sebagai sahabat supaya segenap bangsa indonesia, khususnya para Muslimin supaya tak terlibat dalam sebuah fitnah yg dapat membahayakan kehidupan damai dan tentram di negeri indah ini,” ungkap Rektor Universitas Al Azhar Lebanon ini.

Baca Juga:  Me-Timur Tengahkan Indonesia

Pun menyikapi dinamika Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia, Wakil Mufti Lebanon ini juga menyarankan bangsa Indonesia buat tak terlena dgn kondisi yg tercipta. Bangsa Indonesia wajib menjadikan perbedaan sebagai spirit dalam memperkuat keutuhan bangsa yg besar ini.

Ia menilai di Indonesia, kehidupan keagamaan telah sangat baik. Itu harus disyukuri dan dilestarikan. Di sini peran tokoh agama sangat penting buat terus memberikan pencerahan dan membangun harmonisasi dalam kehidupan.

“Umat Islam harus hidup dgn semua orang tanpa melihat latar belakang sebab yg paling penting ialah perdamaian bagi umat manusia. Saya berdoa supaya rakyat dan bangsa serta pemerintah indonesia senantiasa mendapat bimbingan dalam menjaga negeri yg indah dan baik ini,” tuturnya.

Dia juga menganjurkan kepada umat Islam Indonesia supaya senantiasa menjaga ajaran ahlussunnah waljaamah yg dipelopori oleh Abu Hassan Al-Asyari dan Abu Mansur Almaturidi serta Imam Syafii serta membaca buku buku ulama yg diterbitkan oleh ulama-ulama moderat seperti dari al-Azhar sebab manhaj mereka sangat moderat dan sesuai dgn ajaran Islam yg benar.

Baca Juga:  Puluhan Remaja Mengamuk sebab Tak Terima Ditegur Warga Saat Hendak Shalat Tarawih

“Jangan membaca buku-buku yg diterbitkan oleh kelompok ekstrem, apalagi belajar pada ulama-ulama ekstrem sebab yg demikian itu mau mempengaruhi pemikirannya jadi ekstrem. Anak-anak muda Islam harus diperhatikan dan dibina dgn baik baik melalui ajaran ajaran Islam yg moderat sebab mereka itu ialah target para kelompok radikal terorisme dan ekstremisme,” tandas Syech Dr. Riyadh Bazo.





Setelah Membolehkan Sholat di Gereja, Saudi Juga Bolehkan Maulid Nabi

– Arab Saudi terus menunjukkan pandangan terbuka dgn hal-hal yg dianggap sebagian kalangan di Indonesia berbau bid’ah (tindakan yg tak pernah dilakukan nabi). Tepat di hari lahir Nabi Muhammad tahun ini, negri tempat lahirnya Islam menjadikan hari libur nasional. Semua karyawan, baik negeri maupun swasta diimbau buat diperingati dan dirayakan.

Salah satu media timur tengah, Thaqfny.com, Senin (13/11/2017) mengabarkan, Kamis, 30 November 2017 (12 Robiul Awal 1439) mau menjadi hari libur resmi bagi semua pegawai Arab di sektor swasta dan pemerintah. pada ketika kelahiran Nabi. Libur nasional buat memperingati maulid atau kelahiran nabi.

Menurut media itu, perayaan kelahiran nabi merupakan salah satu adat istiadat yg diwariskan antar generasi beberapa negara. Dimana, hari itu menjadi libur nasional. Umat Islam kemudian saling mengucapkan selamat dan berpuasa.

Baca Juga:  Oknum Pejabat ASN Pandeglang Dipolisikan Gegara Hina Banser di Medsos

Pendapat dari Dar al-Ifta, perayaan maulid merupakan metode yg beradab. Karena di hari itu, terjalin sebuah pertemuan yg diadakan buat masyarakat dgn membaca Al-Qur’an, biografi Nabi Muhammad SAW, menyanyikan puisi-puisi religius, dan beberapa manifestasi sukacita sebagai penghormatan dan mengenang kelahiran nabi.

Selain itu, memberi pujian terhadap nabi dan penghormatan terhadap yg hadir dgn makanan atau minuman. Penghormatan kepada nabi dan tahaddus bin ni’mah atas kelahirannya. Menurut Dar al-Ifta, hal itu ialah salah satu Sunan yg disebut oleh Nabi: “Barangsiapa memiliki tahun yg baik dalam Islam memiliki pahala yg baik dan memiliki upah buat membayarnya”

Semenetara itu, Mufti Agung Dr. Noah Ali Suleiman mengatakan, merayakan kelahiran nabi tak dilarang. Ada banyak bukti Al Quran buat menghidupkan kembali kelahiran nabi.

Baca Juga:  Begini Sosok Almarhum BJ Habibie di Mata KH Said Aqil

“Alhamdulillah, damai dan rahmat atas tuan kita, Rasulullah, perayaan kelahiran nabi ialah cara beradab buat mengungkapkan kasih Rasulullah. Membanggakan kepemimpinan dan kepatuhannya terhadap hukumnya dan bebas dari pelanggaran hukum dan mendesak pada kepatuhan terhadap agama. Tuhan tahu yg terbaik,” katanya.

Keterangan:
Diterjemahkan dari Thaqfny.com.

Sumber: dutaislam.com





Ustadzah di TV Salah Nulis Ayat, PBNU: Ceramah Keagamaan di TV Harus Selektif

– Saat ini dunia maya tengah viral oleh adanya penceramah agama yg dinilai tak kompeten di salah satu televisi nasional. Terlihat dalam taygan itu seorang ustadzah yg menulis ayat Al-Quran dgn kesalahan yg sangat fatal.

Hal tersebut mengundang keprihatinan Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH Maman Imanulhaq.

Kiai Maman menegaskan bahwa televisi ialah media yg efektif ditonton dan memengaruhi pola pikir masyarakat umum. Apabila taygan ceramah keagamaan yg berkualitas dgn materi dakwah yg transformatif dan aktual disuguhkan oleh penceramah yg kompeten, maka mau mengukuhkan nilai agama yg menjadi semangat perubahan dan perdamaian.

“Sebaliknya bila materi ceramah yg hanya tekstual, tak komprehensif disebabkan tak memiliki kompentensi, dan cenderung menyalahkan kelompok yg berbeda mau mempengaruhi masyarakat buat saling membenci dan mau membingungkan umat,” ujarnya, Selasa (5/12).

Kejadian tersebut bukan pertama kali. Beberapa acara keagamamaan di televisi membuat resah umat diantaranya sebab cenderung menyalahkan tradisi dan ritual yg dilakukan sebagian besar umat Islam di Indonesia.

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun angkat bicara. KH Cholil Nafis mengatakan, buat menjadi ustadz atau ustadzah seseorang harus mengetahui kapasitas dirinya sendiri. Insan pertelevisian dan masyarakat juga harus selektif dan pandai dalam memilih ustadz atau ustadzah buat mengisi ceramah di televisi.

Baca Juga:  Warga Nahdliyyin Jepang baca Yasin, Tahlil dan doa buat Mbah Maimoen

Kiai Cholil menyarankan, meski sang dai televisi yg berbuat kesalahan tersebut telah minta maaf, namun harus ada tindak lanjut supaya kesalahan-kesalahan dalam berceramah tak terus terulang kembali.

“Pertama, bagi kita yg hendak menyampaikan ajaran Islam di publik harus menyiapkan materi sebaik-baiknya supaya apa yg disampaikan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Kiai Cholil kepada NU Online, Selasa (5/12).

Kedua, para dai seharusnya hanya menyampaikan sesuatu pengetahuan yg telah diketahui dan diyakini pasti kebenarannya menurut dalil syar’i. Seorang dai jangan menyampaikan materi ceramah yg tak diketahui dan menjawab semua pertanyaan hanya berdasarkan sangkaan saja.

Ketiga, bila belum mampu menjadi guru hendaklah menjadi santri atau pelajar. Seorang dai harus lah seseorang yg benar-benar menguasai ilmu agama supaya tak terjadi penyesatan ajaran Islam. Mereka tak cukup hanya belajar agama dari internet atau terjemahan teks-teks keagamaan saja lalu kemudian berceramah yg disaksikan khalayak umum.

Baca Juga:  Tanggapi Permintaan Maaf Nadiem Soal POP, NU: Salah Sasaran

“Saya melihatnya tak semata-mata soal kesalahan media papan tulisnya saja, tetapi juga sebab minimnya kompetensi yg bersangkutan,” tutupnya.

Pernyataan serupa disampaikan oleh Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, Akhmad Muzakki ia mengatakan “Ada dua hal yg seringkali tak sinkron, satu soal dakwah dan satunya soal show,”

Dia mengaku mengikuti kehebohan di media sosial soal foto Nani Handayani menulis ayat Alquran yg salah itu. Guru besar Bidang Sosiologi Pendidikan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya itu menjelaskan, ketika program dakwah masuk di televisi, hal yg ditampilkan bukan sekadar isi ceramahnya, tapi juga penampilannya.

“Di sinilah masalahnya ketika mereka yg masuk ke dunia dakwah digital, televisi dan lainnya, tetapi tak diimbangi kemampuan memadai, yg mendominasi show-nya,” ujar Zakki.

Akhirnya, kata Zakki, muncul fenomena dakwah-dakwah di media sosial dan televisi yg tak mendalam dari sisi substansi. “Belajar dari kasus yg heboh itu, maka televisi tak boleh menyabilan dakwah yg hanya mengemukakan show-nya saja,” ujarnya.

Baca Juga:  SMA Malnu Pandeglang Dilatih Jiwa Kepemimpinan

Perusahaan media televisi, kata Zakki, seharusnya memiliki tim seleksi buat mencari siapa-siapa pendakwah yg secara keilmuan mumpuni, di luar soal sang penceramah disukai oleh masyarakat. “Kalau wartawan kan ada uji kompetensi wartawan, pekerja media kan juga dapat, misalnya, membuat uji kompetensi dai-daiyah bekerja sama dgn lembaga terkait, misalnya perguruan tinggi,” katanya.

Hal sama disampaikan Ketua Lajnah Ta’lif wan Nasyr NU Jatim, Najib AR. “Kualifikasi seorang ustazah-ustazah di media, terutama televisi, itu harus betul-betul diseleksi, bukan sekadar popularitas,” kata pemuka Pesantren Salafiyah di Pasuruan, Jawa Timur, itu





Kiai Ma’ruf Amin: Radikalisme Bukan Soal Pakaian, Tapi Cara Berpikir

Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan bahwa radikalisme bukanlah soal pakaian, melainkan lahir dari cara berpikir dan berperilaku.

Pernyataan tersebut disampaikan Kiai Ma’ruf Amin ketika memberikan sambutan dalam Seminar Seminar Sekolah Sespimti Polri Dikreg Ke-28 di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat 8 November 2019.

“Radikalisme sebenarnya bukan soal pakaian, tapi radikalisme itu ialah cara berpikir, cara bersikap atau perilaku, dan cara bertindak,” ujarnya.

Pencegahan radikalisme dan intoleran, dikatakan Kiai Ma’ruf, menjadi tantangan bangsa Indonesia ketika ini. Karena itu, bangsa Indonesia harus mencegah kelompok radikal keluar dari komitmen kebangsaan.

“Karena itu, kita harus mencegah adanya kelompok-kelompok yg keluar dari komitmen kebangsaan ini. Harus mencegah timbulnya radikalisme maupun intoleran,” katanya.

Baca Juga:  Temukan ASN Terlibat Radikalisme? Langsung Laporkan ke Situs Ini

Menurut Kiai Ma’ruf, ada beberapa upaya yg harus dilakukan demi mencegah kelompok-kelompok radikal supaya tak keluar dari komitmen kebangsaan. Salah satunya ialah dgn meluruskan cara berpikir, bersikap, hingga bertindak mereka.

“Upaya yg harus kita lakukan ialah meluruskan cara berpikirnya, meluruskan cara bersikap dan bertindak dan juga meluruskan gerakannya. Karena itu, perlu ada upaya-upaya yg lebih intensif tentang kontra-radikalisme dan deradikalisasi,” katanya.

Beberapa waktu belakangan ini, pemerintah kerap mengangkat isu radikalisme sekaligus menerapkan upaya pencegahan.

Senada dgn Kiai Ma’ruf Amin, Menteri Agama Fachrur Razi juga menilai bahwa radikalisme terkait dgn cara berpikir dan sikap yg cenderung menggunakan kekerasan.

“Radikalisme ialah orang yg berpikir menyelesaikan ketidaksepahaman atau permasalahan dgn cara kekerasan. Kekerasan dalam bentuk apa pun, itu radikal,” ujar Fachrul Razi dalam wawancara dgn Tempo, beberapa waktu lalu.

Baca Juga:  Kaji Sertifikasi Halal, LBM PBNU Hadirkan Kepala BPJPH Kemenag RI

Fachrul Razi menambahkan bahwa pihaknya telah membuat sejumlah program buat menangani isu radikalisme, di antaranya melalui kurikulum pendidikan dan pesantren.

“Kalau program kan memang telah ada, tapi mau saya tajamkan lagi. Misalnya, masalah kurikulum di pesantren, kurikulum pendidikan kami bahas lagi,” ujar Fachrul Razi.

Selain itu, Fachrul Razi juga telah berencana buat mengambil tindakan tegas terhadap penceramah-penceramah provokatif dgn memberlakukan penataran ustadz.

“Saya berencana mau mengadakan penataran ustadz-ustadz. Kami mau ajak ngomong tentang masalah toleransi, radikalisme, dan Pancasila. Nanti kami kasih sertifikat. Bagi yg mau saja, kalau enggak mau, ya enggak usah,” ujarnya.