Israel Ancam Serang Habis-hadapatn Gaza Jika Palestina Tak Hentikan Serangan Rudal

Militer Israel tak mau berhenti menyerang Gaza, Palestina, bila kelompok-kelompok bersenjata setempat terus melakukan serangan rudal.

Hal itu disampaikan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu. Ia mengatakan, sirene serangan udara terdengar di selatan Israel selama dua hari berturut-turut.

IDF, kata Netanyahu, mengatakan bahwa sekitar 50 roket ditembakkan dari Gaza ke wilayah Israel, 90 persen di antaranya dicegat.

Serangan rudal itu disambut dgn tanggapan keras, dgn melakukan serangan terhadap sasaran di Gaza.

“Kami sekarang menyerang dgn pesawat, tank, dan helikopter,” kata Netanyahu, dikutip dari Arrahmahnews, Selasa, 25 Februari 2020

Hal itu diumumkan Netanyahu ketika ia mengunjungi baterai sistem pertahanan udara Iron Dome di wilayah Ashdod. Dia juga menambahkan pesan khusus buat para pemimpin militan Hamas dan Jihad Islam Palestina (PIJ).

Baca Juga:  Perlakuan Buruk Israel Terhadap Tahanan Palestina di Tengah Wabah Covid-19 Tuai Kecaman

“Jika keheningan tak kembali, Anda berikutnya. Saya tak berencana buat menyerah. Di luar serangan keras terhadap musuh-musuh kita, Hamas dan Jihad Islam perlu memahami – (serangan rudal terhadap Israel) ini tak mau berlanjut. Jika mereka tak sepenuhnya berhenti, kami harus mengaktifkan rencana yg kami siapkan buat kampanye luas,” ujarnya.

Pihaknya, kata Netanyahu, sangat sadar mau harga yg dibayar tentara IDF, wajib militer, dan keluarga mereka mau membayar dalam kampanye semacam itu.

“Saya tak terburu-buru berperang, tetapi bila Israel terpaksa melancarkan serangan besar, celakalah Hamas dan Jihad Islam ketika hari itu tiba! Itu pilihan mereka,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa ancamannya bukanlah kata-kata kosong, dan bahwa dia mau melakukan apa yg diperlukan buat memulihkan keamanan bagi orang-orang di Israel Selatan.

Baca Juga:  Balas Serangan Militer Israel, Pasukan Jihad Palestina Luncurkan 80 Roket





Soal Rencana Masjid Dibuka Saat New Normal, Ini Tanggapan MUI

– Rencana pemerintah membuka kembali tempat ibadah, termasuk masjid, setelah kondisi Tatanan Normal Baru atau New Normal diberlakukan menuai tanggapan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Menanggapi rencana tersebut, MUI menegaskan bahwa ketika masjid telah dibuka kembali, umat Islam wajib melaksanakan Shalat Jumat secara berjamaah.

“Kalau di dalam fatwa MUI di daerah yg penyebaran virusnya telah terkendali, maka umat Islam wajib melaksanakan Shalat Jumat dan dapat melaksanakan shalat 5 waktu berjamaah,” kata Sekjen MUI Anwar Abas seperti dikutip dari Okezone.com, Kamis, 28 Mei 2020.

Saat menjalankan ibadah seperti biasa, kata Anwar, umat Islam juga wajib melaksanakan protokol kesehatan sebagai bentuk ikhtiar pencegahan terpapar virus corona.

Baca Juga:  Pengadilan Agama Wonogiri Terima Puluhan Perkara Dispensasi Kawin, Pemohon Kebanyakan Hamil Duluan

“Tapi meskipun demikian jamaah tetap harus waspada dgn memperhatikan protokol medis yg ada,” ujarnya.

Menurut Anwar, pengurus masjid tak boleh menutup masjid apalagi mengunci, supaya para jemaah dapat masuk melaksanakan ibadah secara berjamaah.

Sebab, kata Anwar, bila hal tersebut dilakukan maka sama halnya telah mengabaikan perintah Allah yg telah menyuruh umat Islam memakmurkannya.

“Jadi, di dalam masa seperti apa pun kita harapkan masjid tetap terbuka bagi umat buat beribadah cuma pengurus masjid harus membuat aturan dan ketentuan supaya dgn kehadiran mereka ke masjid tak menimbulkan bencana dan atau malapetaka bagi dirinya dan atau orang lain, minimal petugas dan marbot masjid yg setiap masuk waktu selalu mengumandangkan azan jadi masjid tak terlihat dan terkesan seperti rumah yg tak diurus dan yg tak diisi dan dimanfaatkan oleh umat yg ada di sana,” pungkasnya.

Baca Juga:  Sumbul Siddiqui, Muslimah Pertama di AS Didaulat Jadi Wali Kota





Masjid Al Akbar Surabaya Gelar Shalat Jumat Tanpa Gelombang Ganjil Genap

– Salah satu masjid di Surabaya, Masjid Al Akbar Surabaya menggelar shalat Jumat dgn kondisi normal, tanpa menerapkan aturan gelombang ganjil genap.

Takmir masjid tersebut tetap melaksanakan satu gelombang tanpa ada aturan ganjil-genap sesuai surat edaran (SE) yg dikeluarkan DMI Pusat.

“Insyallah masjid Al Akbar tak menerapkan (dua gelombang ganjil-genap) alias normal saja dgn menerapkan 14 Protokol,” kata Humas masjid Al Akbar Helmy M Noor, dikutip dari detikcom, Jumat, 19 Juni 2020.

Pihaknya mengaku heran dgn penerapan shalat Jumat dua gelombang dgn aturan ganjil-genap sesuai nomor ponsel jemaah.

Helmy kemudian mempertanyakan teknis bagaimana bila seorang jemaah mempunyai ponsel lebih dari satu.

Baca Juga:  Perempuan Shalat Jumat Bagaimanakah Hukumnya?

“Saya juga kurang ngerti. Kok ada genap ganjil, piye teknisnya? Apalagi kalau punya dua handphone,” ujar Helmy.

Diketahui, Dewan Masjid Indonesia (DMI) telah mengeluarkan surat edaran (SE) mengenai tata cara shalat Jumat yg dibuat dua gelombang dgn aturan ganjil-genap yg didasarkan pada nomor ponsel (HP) jemaah.

Kebijakan tersebut dibuat sebab masih ada masjid yg memiliki keterbatasan ruang shalat.

Kebijakan DMI itu tercantum dalam SE Nomor 105-Khusus/PP-DMI/A/VI/2020 tertanggal Selasa (16/6/2020). SE ini ditandatangani Ketum DMI Jusuf Kalla dan Sekjen DMI Imam Addaraqutni.

Adapun 14 protokol shalat Jumat di Masjid Al Akbar Surabaya yakni:

1). Phisycal Distancing di area wudu

2). Hand soap di area wudu dan toilet

Baca Juga:  Gerebek Sebuah Ruko di Samarinda, Densus 88 Amankan Sejumlah Terduga Teroris

3). Sandal/sepatu wajib dibungkus tas plastik dan dibawa masuk dan taruh disamping saf shalat supaya tak terjadi kerumunan

4). Hand Sanitizer di 3 pintu masuk dan hand sanitizer portabel jemput jemaah.

5). Cek suhu badan (thermal gun) di 3 pintu masuk

6). Jemaah melewati bilik sterilisasi

7). Supervisi 3 dokter, dilengkapi klinik dan 2 ambulans

8). Jamaah, Muazin – khatib dan imam wajib mengenakan masker

9). Durasi Khutbah diperpendek

10). Bacaan Imam shalat ialah surat-surat pendek

11). Saf berjarak 2,5m dan 2,5 m.

12). Semprot disinfektan secara rutin

13). Petugas layanan jemaah mengenakan face shield.

14). Dari 45 pintu masjid hanya 3 yg dibuka.





Generasi Milenial di Kota Cirebon Berbondong-bondong Masuk Banser

–
Dalam rangka menampung dan memfasilitasi pemuda serta pemudi sekitaran Cirebon
buat berkhidmat kepada Nahdlatul Ulama, Gerakan Pemuda Ansor Kota Cirebon Jawa
barat menggelar Diklatsar IV, di Pondok Pesantren Al-Fatih Kayuwalang, Majesem,
Kota Cirebon, Jumat-Sabtu, 30-31 Agustus 2019.

Diklatsar kali ini berlangsung dalam suasana berbeda. Pasalnya, sejumlah generasi milenial di Kota Cirebon berbondong-bondong mengikuti kegiatan itu buat bergabung di Banser.

“Banyak anak muda yg di bawah usia 18 tahun mau
mendaftar menjadi Banser,” kata Ketua Pengurus cabang (PC) GP Ansor Kota
Cirebon, Ahmad Banna, dikutip dari situs resmi NU, Minggu, 1 September 2019.

Menurut Ahmad, keikutsertaan generasi milenial tersebut
merupakan fenomena baru, mengingat Banser ketika ini justru sedang mengalami
banyak serangan kabar bohong dan ungkapan nyinyir di sejumlah media sosial.

Baca Juga:  Peringatan Harlah ke-94, Gus Yahya Ingatkan Pesan Pendiri NU Kiai Wahab

“Banser itu seperti kayu cendana, makin digesekan malah
semakin harum,” ujar Ahmad.

Pihaknya pun mengapresiasi keseriusan hampir 75 peserta
Diklatsar kali ini. Semangat serta komitmen peserta yg notabene muda ternyata
di luar dugaan sebelumnya.

Diklatsar IV Banser sendiri diawali materi pembuka dari
dosen Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Bakhrul Amal
yg didaulat panitia buat mengisi materi keindonesiaan.

Bakhrul Amal dalam paparan materinya, mengingatkan bahwa
calon Banser dan Detasemen Wanita Banser atau Denwatser yg mendaftar ini
harus memiliki komitmen yakni menjaga kesatuan dan persatuan.

“Konsepsi dari komitmen penjagaan persatuan dan kesatuan
bangsa itu jangan dimotivasi oleh niat lain selain niat mendukung perjuangan
Nahdlatul Ulama,” kata Bakhrul.

Baca Juga:  Dihadiri Ustaz Felix Siauw, Warga NU Diimbau Tak Ikuti Parade Ukhuwah Solo

“Menjadi santri, atau orang yg diakui santri oleh KH
M Hasyim Asy’ari itu nilainya lebih besar dari uang sebanyak apapun. Bahagianya
dunia dan akhirat,” jelasnya.

 Iap juga menyitir
ungkapan KH M Hasyim Asya’ri yg mengatakan bahwa siapa yg membesarkan
Nahdlatul Ulama maka diakui sebagai santrinya.

Diklatsar ini dihadiri Kadensus 99 dan memberikan materi
terkait penguatan ideologi menangkal terorisme.





Indonesia Bisa Menjadi Pengekspor Ulama Ke Seluruh Dunia, Jika Lakukan Hal Ini

– Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Suriah bekerjasama dgn KBRI Damaskus menggelar talkshow dan khataman serta ijazahan kitab Arba’in an-Nawawiyah denga Syekh Abdurrazaq al-Najm al-Hasani di Aula KBRI Damaskus, Ahad (4/2).

Acara yg diselenggarakannbuat memperingati harlah NU ke-92 tersebut, mengambil tema Pesantren di Mata Dunia. Dan dihadiri oleh Kuasa Usaha KBRI, Priyanto Mawardi; staf KBRI Damaskus; mahasiswa, dan Nahdliyin yg berdomisili di Damaskus ini berlangsung dgn khidmat.

Acara dimulai dgn pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kemudian dilanjutkan dgn pembacaan Maulid Diba’i bersama, dan dilanjutkan dgn acara inti yaitu, talkshow menghadirkan Syeikh Abdurrazaq al-Najm yg baru saja selesai melakukan lawatan ilmiah di Indonesia sekitar sebulan yg lalu.

Talkshow ini sengaja digelar buat melihat bagaimana pandangan ulama dunia terhadap pondok pesantren yg merupakan ciri khas pendidikan Islam di Indonesia. Diharapkan dari talkshow ini, para mahasiswa yg mayoritas merupakan jebolan berbagai pesantren di tanah air dapat lebih menyempurnakan sistem pendidikan di pondok pesantren yg selama ini terbukti mampu menciptakan kader-kader ulama yg mumpuni, moderat dan mampu mengiringi perjalanan bangsa ketika kembali ke tanah air nanti.

Pemilihan Syekh Abdurrazaq al-Najm al-Hasani bukanlah hal yg tanpa sebab. Pada pertengahan Desember sampai pertengahan Januari kemarin, atas prakarsa wakil Mustasyar dan Rais Syuriyah PCINU Suriah, ulama kelahiran 1979 ini menjadi pengisi program diklat di Pondok Pesantren Mamba’us Sholihin, Gresik, Jawa Timur, yg berada di bawah asuhan KH Masbuhin Faqih.

Baca Juga:  Terlibat Jaringan Teroris, Seorang Karyawan PT Krakatau Steel Dibekuk Densus 88

Syekh Abdur Razaq menyampaikan kekaguman atas antusiasme para santri dalam menuntut ilmu agama. Pondok pesantren cukup mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Hal itu terlihat dari jumlah santri di banyak pondok pesantren dapat mencapai puluhan ribu orang.

Di samping itu, ia juga kagum atas upaya santri dalam mempelajari bahasa Arab dan tetap manjadikan kitab Alfiyah Ibnu Malik sebagai kitab pegangan dalam nahwu dan sharaf. Padahal kitab tersebut telah jarang dipakai para akademisi di dunia Arab, bahkan di jurusan Sastra Arab sekalipun.

“Saya sampai melongo mendengar para santri melantunkan bait-bait Alfiyah Ibnu Malik dalam halaqah-halaqah kecil dgn nada yg tak pernah saya dengar selama hidup saya,” katanya dgn nada takjub.

Tetapi di sisi lain, ia menyampaikan beberapa catatan penting yg harus segera dilaksanakan supaya sistem pengajaran pondok pesantren yg telah sangat baik ini menjadi lebih sempurna.

“Ada 5 disiplin ilmu yg harus digenjot di dunia pesantren, yaitu Mushtalah Hadits, Ushul Fiqh, Mantiq, Ilmu Aqidah dan Ilmu qira’ah (Al-Qur’an) yg bersanad,” ujarnya.

“Ilmu Mushthalah Hadits saya kira menduduki posisi pertama sebab kemarin saya melihat banyak hadits maudhu’ dikutip bukan hanya oleh para santri tetapi juga oleh sebagian para ustadz pondok pesantren. Ini hal yag sangat berbahaya. Disusul dgn ilmu Ushul Fiqh supaya Fiqh yg kita pelajari tak mati dan terus dapat menjawab segala tuntutan zaman. Kemudian Ilmu Ushul Aqa’id dan Ilmu Kalam,” paparnya.

Baca Juga:  Selama PSBB Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah Ditiadakan

Ia mengapresiasi, kitab Jawhar al-Tawhid masih menjadi kitab pegangan di Indonesia. Hanya saja pemahaman harus diperdalam dan diperluas dgn merujuk berbagai syarah kitab tersebut.

“Kemudian ilmu Manthiq juga harus diperdalam lagi supaya setiap santri mampu berfikir logis dan mampu menyampaikan ilmu yg dia pelajari kepada umat secara rasional. Yang terakhir ialah ilmu qira’at. Saya melihat banyak pondok pesantren salaf kurang memperhatikan hal ini. Padahal hal ini sangat penting sebab kita bukan hanya diperintahkan buat mempelajari kandungannya tapi juga bagaimana cara membacanya supaya sesuai dgn bacaan ketika Alquran itu turun kepada Rasulullah SAW,” tegasnya.

Menurutnya solusi yg paling tepat ialah mengadakan diklat-diklat khusus buat kelima disiplin ilmu di atas seperti yg dilakukan di masjid-masjid Damaskus. Dan hal ini harus di dukung oleh semua pihak baik dari kepemerintahan, lembaga-lembaga keagamaan dan masyarakat pada umumnya.

Ia optimis bila kelima disiplin ilmu tersebut terus digenjot, dalam kurun waktu 10-15 tahun mendatang Indonesia telah tak butuh lagi ulama-ulama dari luar. Bahkan Indonesia telah menjadi pengekspor ulama ke seluruh dunia.

Baca Juga:  Soal Yel-yel “Islam Yes Kafir No” di Yogyakarta, Gus Mus: Merendahkan Keberagaman

“Orang indonesia itu sangat fanatik sekali terhadap Madzhab Syafii. Mereka mempelajari dan mengamalkan hampir semua kitab-kitab fiqh dalam madzhab syafii, bahkan detil-detil madzhab Syafi’I pun mereka tahu. Ini juga yg membuat saya kagum dgn ulama-ulama Indonesia,” ujarnya sambil tersenyum.

Seperti diketahui, Syeikh Abdur Razaq al-Najm sendiri pengikut mazhab Hanafi. Walaupun demikian, ia banyak berguru kepada ulama-ulama mazhab Syafi’I. Bahkan banyak mentahqiq kitab-kitab fiqh mazhab Syaf’I seperti Mughni al-Muhtaj, I’anah al-Thalibin dan lainnya. Tidak heran bila ia cukup mumpuni dalam dalam mazhab Syafi’i. Hal demikian bukanlah sesuatu yg aneh dalam dunia keilmuan di negeri bilad syam (Suriah).

Dan Acara talkshow ini ditutup dgn pembacaan kitab Arbain an-Anawiyah, sekaligus ijazah mata rantai sanad para ulama mazhab Syafi’I di Damaskus yg bersambung dgn Imam Nawawi.

Sumber: NU Online





MPR Kritik Pemerintah Gegara Tak Perhatikan Pesantren Kecil di Tengah Pandemi

– Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid menyampaikan kritiknya terhadap pemerintah yg dinilainya minim perhatian kepada pesantren-pesantren kecil, khususnya selama pandemi Corona Covid-19 berlangsung.

Menurutnya, pesantren-pesantren kecil di daerah terpencil nyaris tak tersentuh bantuan apapun.

Padahal, kata Jazilul, mereka ini tetap diharuskan memenuhi protokol kesehatan, social distancing, cuci tangan dgn sabun dan air mengalir, pengecekan suhu, hand sanitizer.

“Padahal, buat melakukan protokol kesehatan, membutuhkan biaya yg tak sedikit. Karena itu seharusnya pemerintah dapat memberikan perhatian yg lebih besar bagi pesantren, khususnya yg berada di daerah terpencil,” ujar Jazilul, dikutip dari Jawapos.com, Minggu, 28 Juni 2020.

Pemerintah, kata Jazilul, juga perlu memberikan rapid tes kepada penghuni pesantren buat menghindari potensi penyebaran virus tersebut dikalangan para santri.

Baca Juga:  Nyalon Cabup Malang, Ketua PC NU Punya Program Dokter Rakyat

“Selama ini pesantren dianggap tak penting, dan dapat hidup sendiri dgn segala keterbatasannya, sehingga dianggap tak perlu mendapat perhatian,” ujar Gus Jazil, sapaan akrab Jazilul.

Lebih lanjut, politikus ini juga menyampaikan dalam kaitannya dgn penyebaran Korona, hampir belum ada pesantren yg telah mendapat bantuan rapid tes.

“Karena semua baru tahap rencana, entah kapan mau dilaksanakan,” ujarnya.

Gus Jazil mengatakan, selama Pandemi Covid berlangsung pesantren tetap menanggung sebagian biaya.

“Padahal, selama itu, pemasukan ponpes relatif terbatas. Karena itu, semestinya pemerintah memberi perhatian dan bantuan, supaya mereka dapat tetap survive dimasa sulit selama Pandemi ini,” ujar Koordinator Nasional Nusantara Mengaji ini.

Menurutnya, berbagai pihak telah menyuarakan pentingnya pemerintah memberi perhatian lebih besar bagi pesantren.

Baca Juga:  Malam Tahun Baru 2020, Gusdurian Banten Kampanyekan Keberagaman

Bahkan, setiap pertemuan dgn komisi 8, Menteri Agama senantiasa didesak buat memberi bantuan yg lebih besar pada pesantren.

“Namun nyatanya, hingga kini banyak pesantren yg masih terbelakang. Bahkan, berbagai fasilitas yg sesungguhnya sangat dibutuhkan, belum tersedia,” ujarnya.

“Ini membuktikan bahwa Menteri Agama kurang sensitif buat membantu pesantren, apalagi bila melihat politik anggaran yg memang sama sekali tak berpihak ke pesantren sama sekali,” jelasnya.

Dari sejarah, kata Jazilul, pesantren memang hadir buat melayani mereka yg tak mampu, sebabnya pemerintah harus makin fokus buat menata dan memberikan perhatiannya.

“Apalagi, kebanyak pesantren memang tak punya akses anggaran, akhirnya mereka itu hidup seperti Alang Alang saja, hidup sendiri saja. Menteri Agama kurang sensitif soal ponpes,” pungkasnya.

Baca Juga:  GP Ansor Banten : Teror Itu Bukan Islam, Tapi Tupoksi Setan





Bantah Pernyataan UAS, Wasekjen PBNU: Tidak Benar Nonton Drama Korea Lantas Jadi Kafir

– Ceramah Ustad Abdul Somad (UAS) kembali menjadi kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Setelah video ceramahnya soal Salib heboh di tengah-tengah publik, kali ini video ceramahnya soal menonton film Korea juga menuai pro-kontra dari berbagai pihak.

Diketahui, dalam ceramahnya tersebut UAS mendapat pertanyaan
bagaimana hukum Islam bagi penggemar film Korea.

Pendakwah lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir itu
menjawab tegas bahwa orang-orang Korea yg dimaksud dapat jadi ialah
orang-orang kafir yg tak dekat dgn ajaran Islam, termasuk berkhitan dan
mandi wajib.

Ia kemudian menegaskan bahwa umat Islam sebaiknya tidak
menggemari orang-orang kafir, lantaran dapat mengganggu keimanan di akhir hayat.

“Orang Korea ini kafir, tak bersunat, tak mandi
wajib. Jangan suka kepada orang kafir. Siapa yg suka kepada orang kafir, maka
dia bagian dari kafir itu, condong hatinya kepada orang kafir,” ujar UAS
dalam video ceramah itu.

Baca Juga:  Bobby Nasution Ikuti Ceramah UAS, Netizen: Semua Akan Jadi Kadrun

“Jangan lagi ditonton itu sinetron-sinetron Korea.
(me)rusak. Nanti waktu sakaratul maut, datang dia beramai-ramai. Apa yg
selalu kita tengok, apa yg selalu kita dengar, itulah yg mau datang saat
kita sakaratul maut,” sambungnya.

Menanggapi video viral itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Baidlowi mengatakan menonton drama Korea tak lantas serta-merta menjadi kafir.

Penyataannya itu sangat berbeda dgn apa yg diungkapkan
UAS.

“Tidak benar menonton drama Korea kemudian menjadi
kafir. Nonton kok kafir. Gimana? Nonton drama Korea kan sama saja nonton di
bioskop,” ujar Masduki, dikutip dari Tagar, Selasa, 10 September 2019.

“Tidak semudah itulah orang dapat begitu saja kafir,
tidak kafir. Tidak ada ajaran dalam Islam buat mudah mengkafirkan. Itu
dilarang oleh Nabi,” sambungnya.

Baca Juga:  Israel Kirim Dokter Positif Corona Untuk Obati Tahanan Palestina





Kisah Haru Dibalik Viralnya Foto Tahlilan di Rumah Non Muslim

– Baru-baru ini Netizen dihebohkan dgn beredarnya Sebuah foto sejumlah orang dalam acara tahlilan yg akhirnya menjadi viral di media sosial Facebook.

Yang membuat foto tahlilan ini viral, sebab diadakan di sebuah ruang dgn salib dan lukisan Yesus Kristus. Ya, acara ini ternyata betul dilaksanakan di rumah seorang pemeluk agama Kristen.

Dilansir The Star Malaysia, foto tahlilan ini ternyata diambil dari Sabah, Malaysia. Foto itu diunggah oleh pengguna Facebook bernama Amran Sopoh, pada Jumat (10/5/2019).

“Salam Jumat dan selamat menunaikan ibadah Ramadhan. Mungkin beberapa orang mau melihat foto ini sebagai pemandangan aneh, tapi bagi kami yg tinggal di Malaysia Timur, ini hal yg normal,” tulis Amran Sopoh di akun Facebooknya.

Baca Juga:  Polisi Pastikan Tersangka Penusuk Syekh Ali Jaber Tak Alami Gangguan Jiwa

Foto itu memancing cukup banyak komentar dari netizen. Beberapa, penasaran dgn apa yg terjadi di balik foto tersebut. Dan, akhirnya kisah di balik foto tersebut yg membuat netizen terharu.

Seorang pria bernama Muhamad Uzzair Yusof (22), yg hadir di acara tahlilan itu menceritakan kisah di baliknya. Ia menceritakan, bahwa dia bersama teman-temannya diundang buat menghadiri doa tahlil buat seorang mualaf yg Meninggal Dunia.

Menurut Uzzair, almarhum, sebelum memeluk Islam, merupakan pemeluk agama Kristen. Orang tua almarhum, kemudian meminta bantuan kepada komunitas pengajian di mana Uzzair bergabung.

Dia meminta tolong kepada kelompok Uzzair, buat datang mendoakan anaknya dgn adat Islam. Acara tahlilan di rumah itu pun akhirnya diadakan, Rabu (8/5/2019).

Baca Juga:  7 Orang di Solo Reaktif Corona, Diduga Tertular dari Jemaah Masjid

“Saya membaca komentar di Facebook yg menyebut beberapa orang di Malaysia melihat foto ini sebagai hal yg aneh,”

“Sebenarnya, bila saya tak datang ke Sabah empat tahun lalu, aku mau melihatnya sebagai hal yg aneh pula,” tulis Uzzair di Facebook.

“Perbedaan agama dan ras bukan halangan buat membuat kami berbuat baik. Agama mengajarkan kami buat mencintai satu sama lain,” tulis Uzzair.

Sementara, satu pria lain yg hadir di acara itu, Muhammad Syukri Abd Rahim, menulis, orangtua almarhum, merupakan sosok orang tua yg sangat menghargai pilihan anaknya.

“Kami diundang ke acara itu, sebab orangtua almarhum tahu pentingnya acara doa tersebut buat anaknya,”

Baca Juga:  Santri Rembang Ini Dirikan Madrasah buat Anak-anak Papua

“Cara mereka menerima perbedaan pilihan hidup, ialah cara orangtua almarhum menunjukkan kecintaan terhadap anak-anak mereka,” tulis Syukri. (*)

Artikel ini telah tayg di Tribunsolo.com dgn judul “Viral Foto Tahlilan di Rumah Orang Kristen, Ternyata ini Kisah di Baliknya yg Buat Haru Netizen”





China Klaim Laut Natuna, PBNU: Pemerintah Harus Protes ke PBB

– Soal sengketa perairan laut Natuna antara RI dan China, PBNU menilai bila pemerintah RI tak bersikap tegas terhadap China, maka persoalan ini mau menjadi ancaman bukan hanya bagi Indonesia. Tapi juga terhadap keseluruhan tata dunia secara umum.

Hal itu diungkapkan Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf. Menurutnya, bila Indonesia diam saja, maka ini berbahaya bagi keseluruhan tata dunia.

“Karena ini merusak prinsip penghormatan kedaulatan teritorial dari negara yg berdaulat. Kalau tak melakukan protes apapun, sama saja menyerah. Harus protes misalnya ke forum PBB,” kata Kiai Yahya, dikutip dari Republika, Senin, 6 Januari 2020.

Kiai Yahya menilai, sikap Indonesia terhadap China soal Natuna hanya tegas dari sisi pernyataan.

Baca Juga:  Antar Jenazah Gus Sholah ke Tempat Peristirahatan Terakhirnya, Ribuan Pelayat Menangis

“Ini perlu ditingkatkan menjadi upaya diplomatik yg lebih luas dgn membawa masalah ini ke PBB, di PBB juga ada forum buat persoalan seperti ini,” ujarnya.

Sengketa batas wilayah di Natuna antara Indonesia dan China, kata Kiai Yahya, jangan hanya menjadi isu bilateral tapi juga harus menjadi isu internasional. Pemerintah RI harus melakukan diplomasi secara lebih agresif.

“Diplomasi agresif tersebut yakni dgn menyerukan dunia internasional buat melihat masalah ini sebagai ancaman terhadap tata dunia seluruhnya,” ujarnya.

“Jika kedaulatan Indonesia tak dihormati, maka tak ada negara manapun yg mau dihormati kedaulatannya,” sambungnya.

Jadi, lanjut Kiai Yahya, Indonesia pada satu titik perlu membawa ini sebagai isu internasional, bukan hanya isu bilateral, terkait dgn stabilitas terkait dgn stabilitas internasional secara keseluruhan.

Baca Juga:  Militer Yaman Serang Fasilitas Minyak Arab Saudi

“Pemerintah RI harus bersiap secara pertahanan. Persiapan ini bukan bermaksud buat mengmaukan terjadi konflik militer,” kata Kiai Yahya.

“Tapi kita harus bersiap sebab ada potensi agresi terhadap wilayah kita,” pungkasnya.





Pelaku Penginjak Alquran di Garut Ditangkap, PBNU: Tindak Tegas Sesuai Hukum

– Seorang pengguna Facebook bernama Merana
Hati Merana mengunggah foto-foto yg memperlihatkan aksi seorang pria
menginjak kitab suci Alquran. Unggahan itupun sontak viral di media sosial.

Dalam unggahannya, pria yg menginjak kitab suci umat Islam itu mengaku
sebagai warga Garut, Jawa Barat.

Unggahan itu pun sontak menuai kecaman dari netizen dan sejumlah pihak, tak
terkecuali Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU).

Menanggapi postingan viral itu, Ketua Harian PBNU, Robikin Emhas, meminta
agar masyarakat jangan terprovokasi dari unggahan viral itu.

“Masyarakat jangan terpancing. Jangan ambil tindakan di luar hukum yg
justru menodai ajaran Islam itu sendiri,” kata Robikin, dikutip dari
Dream, Selasa, 31 Desember 2019.

Baca Juga:  Ketum PBNU Kiai Said Terima Kunjungan Studi Banding Ulama Fiqih Sunni Asal Irak

Pelaku ketika ini, kata Robikin, telah diamankan oleh aparat kepolisian.
Robikin berharap supaya polisi dalam menyelidiki kasus tersebut secara objektif.

“Kita percayakan pengungkapan peristiwanya kepada polisi. Supaya
dilakukan penyelidilan secara transparan dan akuntabel,” ujarnya.

“Apabila dari hasil penyelidikan polisi pria tersebut benar-benar terbukti
melakukan pelanggaran hukum, maka aparat harus menindak tegas pelaku sesuai
dgn hukum yg berlaku,” tegas Robikin.

Namun, kata Robikin, bila yg beredar di media sosial itu ialah informasi
palsu alias hoaks, maka pihaknya meminta petugas buat memburu oknum yg
membuat dan menyebarkan kabar tersebut.

“Namun bila apa yg beredar di medsos tersebut ialah hoaks, polisi
perlu memburu pembuat hoaksnya,” ujarnya.

Baca Juga:  Tanggapi Demonstrasi George Floyd, PBNU: Kegagalan Trump Pimpin AS