Khusyuk dalam Kajian Tasawuf

Kita sering mendengar kata “khusyuk”. Khusyuk biasanya dikaitkan dgn ibadah shalat atau sembahyg. Dari kaitan ini, kita pada umumnya mengaitkan khusyuk dgn pelaksanaan shalat secara tenang baik lahir maupun batin.

Khusyuk dan shalat memiliki kaitan erat. Kaitan keduanya dapat ditemukan pada Surat Al-Mukminun ayat 1-2. Bahkan shalat khusyuk pada awal Surat Al-Mukminun ini menjadi sifat orang beriman yg beruntung.

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Artinya, “Sungguh beruntung orang-orang yg beriman, yaitu orang yg khusyuk dalam shalatnya,” (Surat Al-Mukminun ayat 1-2).

Al-Qusyairi mengutip Surat Al-Mukminun ayat 1-2 sebagai pembukaan pembahasan perihal khusyuk dalam Kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah. Sedangkan pengertian khusyuk itu sendiri secara bahasa ialah ketundukan/kepatuhan kepada Allah (al-inqiyad lil haqq). (Lihat Abul Qasim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah,[Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 82).

Al-Qusyairi mengutip berbagai pandangan ulama perihal khusyuk. Menurut sebagian ulama, khusyuk ialah pendirian hati di hadapan Allah dgn perhatian yg terfokus. Sedangkan ulama lainnya mengatakan, kekhusyukan hati ialah pengendalian mata dari pandangan.

Sebagian ulama menyebutkan tanda khusyuk pada seorang hamba Allah. Menurutnya, (tanda) orang yg khusyuk ketika dipancing kemarahannya, dilanggar janjinya, atau ditolak (oleh orang lain) mau menghadapinya dgn penuh penerimaan.

Muhammad bin Ali At-Tirmidzi mengatakan, orang yg khusyuk ialah mereka yg padam api syahwatnya, kecil asap dalam dadanya, dan terbit cahaya takzim dalam hatinya sehingga syahwatnya mati, hatinya hidup, dan pembawaan fisiknya tenang. (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 82).

Al-Hasan Al-Basri mengatakan, khusyuk ialah rasa takut senantiasa yg lazim pada hati kepada Allah. Sedangkan Imam Junaid menjawab ketika ditanya perihal khusyuk, “Kerendahan hati pada Allah yg maha mengetahui ghaib,” (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 82).

Ketika menjelaskan kekhusyukan, Abu Ali Ad-Daqaq mengutip Surat Al-Furqan ayat 63, yaitu “Wa ‘ibādur rahmānil ladzīna yamsyūna fil ardhi hawnan” , atau “Hamba Allah yg berjalan di muka bumi dgn merendah.” Kata “merendah” tak lain ialah tawadhu dan khusyuk.

Apapun pandangan perihal khusyuk, ulama bersepakat bahwa khusyuk bertempat pada hati. Adapun pembawaan lahiriyah hanya bersifat gejala atau tanda dari khusyuk itu sendiri. Seorang ulama pernah menegur orang yg berpenampilan kumuh dan buruk sebagai kekhusyukan. 

“Wahai Fulan, khusyuk itu di sini (sambil menunjuk ke dadanya),” kata ulama tersebut. (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 82).

Yang jelas, khusyuk ini sangat penting sebab berkaitan dgn sifat shalat orang yg beriman. Kekhusyukan ini juga yg diprediksi menjadi barang berharga pertama yg hilang dari umat Islam kelak.

وقال حذيفة: أول ما تفقدون من دينكم الخشوع

Artinya, “Sahabat Hudzaifah berkata, ‘Hal pertama yg hilang dari agama kalian nanti ialah kekhusyukan,’” (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 82). Wallahu a’lam. (Ustadz Alhafiz Kurniawan)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.