– Linimasa media sosial baru-baru ini diramaikan dgn beredarnya sebuah poster daftar pencarian orang (DPO) yg diduga melakukan persekusi terhadap anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) di Pondok Pinang, Jakarta Selatan, pada Selasa, 10 Desember 2019, kemarin.
Poster buronan pelaku kejadian
tersebut disebutkan dikeluarkan oleh Polda Metro
Jaya. Bahkan, tertulis sebuah nomor telepon buat dihubungi bila masyarakat
mengetahui keberadaan orang dalam foto itu.
“Mr X
pelaku persekusi Banser NU di Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Kejadian 10
Desember 2019 jam 15.00 WIB. Jika menemukan keberadaan orang ini, hubungi humas
Polda Metro Jaya 021 5234017,” tulis keterangan dalam poster itu.
Menanggapi poster DPO tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri
Yunus membantah polisi telah menerbitkan poster itu.
“Polda
Metro Jaya atau Polres Jakarta Selatan belum pernah mengeluarkan (poster) DPO
sebab ini masih disidik ya. Itu hoaks,” kata Yusri, dikutip
dari Kompas, Rabu, 11 Desember 2019.
Pihaknya mengungkapkan, ketika ini
polisi masih mengumpulkan barang bukti dan
memeriksa saksi guna mengetahui kronologi dugaan persekusi tersebut.
“Belum
ada penetapan tersangka, masih penyidikan. Masih didalami di (Polres) Selatan
ya, masih mencari alat bukti dan saksi-saksi,” ujar Yusri.
Diberitakan sebelumnya, Kasus persekusi terhadap anggota Gerakan Pemuda (GP)
Ansor Kota Depok dan Banser Nahdlatul Ulama (NU) Jakarta resmi dilaporkan ke
Polda Metro Jaya, Rabu, 11 Desember 2019.
Menurut Ketua
GP Ansor Depok, Abdul Kadir, pelaporan itu sebagai tindak lanjut setelah dua
anggotanya dipersekusi orang tak dikenal dan mengaku jawara di wilayah Jakarta
Selatan.
“Kami lapor ke
polisi, hari ini ke Polda Metro Jaya. Kami laporan bersama Banser Jakarta
Selatan,†kata Abdul Kadir, dikutip dari Suara, Rabu, 11 Desember 2019.
Pihaknya
menyebut, tindakan itu dilakukan oleh orang tak dikenal (OTK) dgn
menghentikan laju sepeda motor 2 anggota GP Ansor. Mereka, kata Abdul Kadir,
lantas menghardik serta meminta korban menunjukkan KTP supaya diketahui agamanya.
Hal itu, kata dia, ialah tindakan persekusi.
“Ini telah palanggaran. Kenapa membawa-bawa
unsur SARA? Ini harus diusut tuntas, †ujar Kadir.