empat Dlarar yg Menyebabkan Pangan & Obat Menjadi Haram

Produk yg baik atau thayyib, tak berbahaya buat diri manusia. Thayyib menjadi salah satu penentu status halal suatu produk, sebab Allah menghalalkan hal-hal yg baik. Kita pun mengenal istilah halalan thayyiban. Allah berfirman:

 

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ ۖ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۙ

 

Artinya: “Mereka menanyakan padamu, “Apa yg dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah, dihalalkan bagi mereka thayyibat (segala yg baik)…” (QS Al Maidah ayat 4)

 

Menentukan produk itu thayyib perlu juga memastikan apakah ia berbahaya atau tak. Dalam artian, produk yg berbahaya, niscaya tak thayyib – dan produk yg tak thayyib, dapat menjadi tak halal.

 

Sebagai bagian dari kriteria halal-haram pangan, obat dan kosmetika, KH. Ali Mustafa Yaqub menjelaskan masalah keamanan produk dan dampak bahayanya melalui konsep adl-dlarar. Produk yg halal mesti tak dlarar – membahayakan penggunanya. Kaidah fiqih menyebutkan:

 

الضرر يزال

 

Artinya: “Bahaya itu mesti dihilangkan.”

 

Secara kebahasaan, dlarar ialah turunan kata dari dlarra – yadlurru – dlurran wa dlarar, dgn makna “menimpakan kepada orang lain sesuatu yg menyakitkan dan tak disukai”. Lewat pemahaman makna ini, unsur dlarar produk ialah kandungan yg tak disukai, menimbulkan penyakit dan kerugian, serta efek buruk lainnya.

 

Bahaya seperti apa yg dimaksud dapat memengaruhi status halal? KH. Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Kriteria Halal -Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Menurut Al Quran dan Hadits memerinci beberapa kategori dlarar yg mungkin terkandung dalam suatu barang atau produk.

 

Pertama, bahaya dari segi prinsip syariat Islam. Prinsip syariat Islam ini dikenal sebagai maqashid asy-syariah. Suatu produk dipandang mengandung dlarar bila membahayakan lima hal ini: agama, jiwa, keturunan, harta, akal. Kelima prinsip ini diperkenalkan oleh Imam Al-Syatibi dalam karyanya alMuwafaqat sebagai al-kulliyat al khams (lima prinsip universal).

 

Sebagai contoh, mau membahayakan agama bila kita mengonsumsi produk yg dilarang secara tegas oleh nash. Begitupun jiwa mau terancam bila kita menenggak racun yg membuat kita segera mati. Terkait keturunan, bila kita memakai produk yg dapat menimbulkan kecacatan pada janin, hal itu tak dapat dibenarkan.

 

Kedua, kategori bahaya dari efek yg ditimbulkan. KH. Ali Mustafa Yaqub menjelaskan setaknya ada dua jenis efek bahaya: yg muncul cepat dan lambat. Semisal pada konsumsi gula yg tinggi, efeknya dalam jangka panjang ialah kegemukan atau mungkin diabetes.

 

Ketiga, kategori dlarar berdasarkan kondisi penggunanya. Bahaya ini dapat bersifat mutlak sebab efek kerusakannya yg nyata, dan dapat pula bersifat relatif, yaitu dalam kondisi-kondisi tertentu. Semisal pada penderita diabetes, konsumsi gula dikurangi. Begitupun pembatasan konsumsi air pada penderita gagal jantung. Air dan gula berlebihan, menjadi dlarar pada pasien tersebut.

 

Keempat, bahaya berdasarkan sifatnya. Dampak bahaya ada yg dapat diamati langsung secara indrawi, seperti kondisi sakit atau hilangnya akal. Selain itu, bahaya juga dapat bersifat “maknawi”, yakni berbahaya bagi kondisi agama seseorang – seperti makan daging babi yg tegas diharamkan buat muslim.

 

Setaknya dapat dipahami bahwa unsur bahaya dalam suatu produk turut menentukan status halalnya. Jika produk itu tak aman kendati halal secara dzat, ia dapat “diharamkan” pada kondisi tertentu. Status “haram” ini juga dapat ditetapkan akibat pengolahan produk yg berbahaya dan tak aman sebab menggunakan senyawa kimia yg tak pada tempatnya.

 

Bagi produsen pangan dan obat, penting dicermati bahwa ketika suatu bahan dan komposisi dipandang berbahaya buat kesehatan masyarakat, mungkin dapat dikatakan bahwa senyawa ini halal. Tapi ketika ia tak tepat guna, tak sesuai standar dan prosedur, apalagi terlarang, bukankah membahayakan dan menyakiti orang itu tak dibenarkan?

 

Dari sudut pandang kriteria dlarar dan unsur bahaya dalam produk ini, apa yg baik dan buruk bagi diri seseorang mesti menjadi pertimbangan dalam memilih produk. Hal ini diharapkan memicu masyarakat buat cermat dan tepat menggunakan pangan dan obat meskipun barangnya halal secara dzat serta telah dinyatakan aman dan halal oleh lembaga ahli terkait. Wallahu a’lam.

 

 

Muhammad Iqbal Syauqi, alumnus Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.