empat Etika Cerai dalam Pandangan Islam

Pernikahan seringkali dibaygkan sebagai kehidupan indah, bahagia dan menyenangkan. Apalagi bila menikah dgn orang yg kita cintai. Harapan kebahagiaan sempurna seakan telah terpampang di depan mata. Namun kenyataannya tak selalu demikian. Ada banyak masalah ataupun ketakseimbangan dalam pernikahan yg dapat jadi menyebabkan suami istri terpaksa cerai. Lalu bagaimana etika bercerai dalam pandangan Islam?

Dalam kitab Adâbul Islâm fî Nidzâmil Usrah, Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki (wafat Jumat 15 Ramadhan 1425 H)  mengatakan, bila perceraian dapat memutuskan tali ikatan keluarga, melemahkan kesatuan umat dan memanaskan hati. Perceraian juga menampakkan aib yg seharusnya tertutup. Selain itu perceraian juga berdampak pada kebingungan anak-anak dalam memilih pengasuhan. Tidak jarang perceraian menjadikannya kekurangan kasih sayg sebab perselisihan orangtua.

 

Baca: Syarat dan Ketentuan Jatuhnya Talak atau Cerai Suami-Istri

Perceraian memang dibolehkan dalam Islam. Perceraian dipandang sebagai satu solusi bagi pasangan suami istri yg merasa pernikahan tak lagi memberikan kemaslahatan. Masih dalam kitab yg sama, Sayyid Muhammad memaparkan tentang pentingnya etika perceraian dalam pandangan Islam, supaya dalam prosesnya tak terjadi tindakan saling menyakiti satu sama lain. Karenanya sangat penting memperhatikan 4 etika cerai dalam pandangan Islam.

 

Pertama, mencerai istri dgn talak satu. Hak talak ada di tangan suami. Karena itu sebagai suami hendaknya dapat mengontrol emosi supaya tak sembrono mengucapkan talak tiga secara sekaligus. Karena dgn talak satu kedua belah pihak mempunyai waktu buat instropeksi diri, saling mengingat kebaikan masing-masing dan dapat rujuk kembali bila memang menghendaki. Dengan begitu diharapkan perjalanan rumah tangga setelah terjadinya perceraian pertama mau lebih baik lagi. Inilah etika pertama dari 4 etika cerai dalam pandangan Islam. 

Kedua, hendaknya mengikuti langkah yg dianjurkan oleh Al-Qur’an: 

وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

Artinya: “Perempuan-perempuan yg kamu khawatirkan mau nusyuz, hendaklah kalian beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi bila mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan buat menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS an-Nisa’: 34)

 

Baca: Khuluk dalam Islam, Ketika Istri Minta Cerai dgn Tebusan

Jika pasangan melakukan kesalahan, ingatkan terlebih dahulu. Komunikasi yg baik dgn pasangan merupakan salah satu kunci dari keharmonisan rumah tangga. Kalau tetap tak berubah, pisah ranjang dapat menjadi alternatif berikutnya sebelum bercerai. Hal ini juga memberikan kesempatan bagi suami istri buat mendmaukan hati dan pikiran. Memikirkan lebih jauh dampak yg mau ditanggung bila terjadi perceraian, sehingga cerai menjadi pilihan terakhir yg menjadi satu-satunya solusi dalam permasalahan rumah tangga. Demikian ini etika kedua dari 4 etika cerai dalam pandangan Islam.

Ketiga, suami menceraikan istri dalam keadaan suci dan tak setelah melakukan persetubuhan. Karena bila cerai dilakukan pada saat istri sedang haid, mau menambah panjangnya masa iddah. Demikian pula bila cerai dijatuhkan saat suci namun setelah melakukan persetubuhan, dikhawatirkan terjadi kehamilan pada istri, yg juga mau memperpanjang masa iddahnya sebab menunggu lahirnya si bayi. Mencerai istri dalam keadaan suci dan tak setelah melakukan persetubuhan merupakan etika ketiga dari 4 etika cerai dalam pandangan Islam.

 

Baca: Macam-macam Talak Berdasarkan Waktu Jatuhnya

Keempat, hindari membuka aib masing-masing setelah berpisah. Sama seperti ketika masih dalam ikatan pernikahan, suami istri itu seperti pakaian. Saling melindungi dan memperindah. Begitu pula setelah berpisah. Membuka aib mantan pasangan, sama saja dgn membuka aib sendiri, seperti sabda Rasulullah saw:

إِنَّ أَعْظَمَ الخِيَانَةِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ الرَّجُلُ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يُفْشِي سِرَّهَا

Artinya, “Sesungguhnya pengkhianatan terbesar di hadapan Allah pada hari kiamat kelak ialah seorang lelaki yg bercampur dgn istrinya kemudian membeberkan rahasia istrinya.” (HR Muslim)

 

Tidak membuka aib masing-masing pasangan setelah bercerai merupakan etika keempat dari 4 etika cerai dalam pandangan Islam yg harus diperhatikan oleh pasangan suami istri yg terpaksa memilih jalan perceraian. 

 

Baca: Pentingnya Fiqih Nikah Demi Menekan Perceraian

 

Islam ialah agama cinta damai, agama yg mengmaukan keselamatan bagi umatnya. Perceraianpun diatur sedemikian rupa supaya tak membawa dampak yg buruk bagi suami, istri, maupun anak. Dengan mengikuti 4 etika cerai dalam pandangan Islam yg telah disyariatkan, kalau pun perceraian tak dapat dihindari, diharapkan silaturrahim antarkeluarga tak terputus sebab perceraian dilakukan dgn cara yg baik. Walaupun berpisah, hubungan orangtua dgn anak juga tetap terjaga, sehingga kondisi psikologis sang anak tak terganggu. Wallâhu a’lam.

 

Ning Ummy Atika, Pengajar di Pondok Pesantren Assa’idiyyah Kota Kediri dan Nara Sumber Fiqih Keluarga di Aswaja Muda.

 

 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.