Hikmah Haji Wada’, Haji Jelang Rasulullah Wafat

Haji Wada’ merupakan haji pertama sekaligus terakhir bagi Rasulullah saw setelah diutus menjadi nabi. Tepatnya pada bulan Dzulqa’dah tahun 10 hijriah. Peristiwa itu tak hanya menjadi pertanda disyari’atkannya ibadah haji bagi umat Muslim, tetapi juga pertanda bahwa usia Rasulullah tak lama lagi.

Kata Wada’ sendiri secara bahasa memiliki arti perpisahan, sebab tak lama setelah itu, Rasulullah saw tutup usia. Selain Haji Wada’, dinamai juga Haji Balagh, sebab Nabi menyampaikan syari’at haji dgn perkataan dan perbuatan (praktek manasik). Kata ‘Balagh’ sendiri berarti penyampaian. (lihat ash-Shallabi, Sirah an-Nabawiyah, hal. 870)

Menurut Abul Hasan an-Nadawi (w. 1999 M), jumlah jamaah yg ikut bersama Rasulullah saat itu mencapai 100.000. Sementara Musthafa as-Siba’i (w. 1964 M) mengatakan sebanyak 114.000, selisih 14.000 dari perhitungan An-Nadawi. Tetapi, penting dicatat, perbedaan jumlah seperti itu wajar terjadi dalam data sejarah. Pada akhirnya, para sejarawan berkesimpulan, jumlah yg banyak itu menunjukkan ‘membludaknya’ jamaah saat itu yg datang dari berbagai penjuru Jazirah Arab.

Jumlah sebanyak itu jelas sebuah pencapaian dakwah yg luar biasa. Hanya butuh waktu 23 tahun bagi Rasulullah buat membuat orang-orang kafir memeluk agama Islam. Padahal, sebagaimana yg kita ketahui, sebelumnya mereka ialah masyarakat yg berada dalam pengaruh ajaran paganisme dan kesyirikan, mengutuk keras ajaran Rasulullah, dan berbagai respons yg pada intinya menunjukkan penolakan atas agama baru yg mengusik keyakinan nenek moyg mereka.

Pada hari itu, Allah menurunkan ayat yg berbunyi,

ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ 

Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan buat kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 3)

Mendengar ayat itu, sebagian sahabat menangis. Termasuk di antaranya Umar bin al-Khattab. Seolah mereka paham, usia Rasulullah tak mau lama lagi. Saat Umar ditanya, “Apa yg membuatmu menangis?”

Umar menjawab, “Sesungguhnya, tak ada kesempurnaan, kecuali setelahnya ada kekurangan.”

Maksud ucapan Umar di atas, agama Islam telah sempurna. Dengan begitu, tuntas telah tugas Rasulullah saw buat menyampaikan ajaran-ajaran Islam di tengah umatnya. Dan ‘kekurangan’ yg dimaksud ialah kepergian Rasulullah setelah itu.

Dalam haji itu, Rasulullah menyampaikan khutbah panjang yg begitu menggetarkan. Berikut ialah beberapa poin khutbah yg penulis rangkum dari As-Sirah an-Nabawiyah karya As-Siba’i (hal. 163-165):

1. Haram membunuh dan mengambil harta yg bukan haknya.

2. Haram melakukan praktik riba.

3. Perintah buat memenuhi hak-hak istri.

4. Berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits.

5. Mempererat tali persaudaraan sesama umat Muslim.

Dalam proses haji itu, Nabi mencontohkannya langsung kepada umat Muslim yg ikut, dari awal proses haji sampai selesai. Rasulullah bersabda,

لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّي لاَ أَدْرِي لَعَلِّي لاَ أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِي هَذِهِ

Artinya: “Ambillah manasik-manasik kalian, sebab sesungguhnya aku tak mengetahui, mungkin saja aku tak berhaji setelah hajiku ini”. (HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan, betapa Rasulullah mempraktekan langsung proses peribadatan haji dalam rangka mengajak umatnya. Dari mulai apa saja yg perlu dilakukan, bacaan yg harus dibaca, dan semua yg terkait dgn ibadah haji. Hadits ini juga mengindikasikan mau suatu perpisahan, sebab tak lama setelah itu beliau wafat. Oleh sebab itu disebut sebagai Haji Wada’ (haji perpisahan). (lihat An-Nawawi, Syarah Muslim, juz 9, hal. 45)

Hikmah dan Perenungan

Pertama, Haji Wada’ merupakan even yg menunjukkan kebenaran risalah yg dibawa oleh Rasulullah saw. Bagaimana tak, dakwah hanya dalam kurun waktu 23 tahun, tetapi berhasil mendapat pengikut sebanyak itu. Jumlah 114.00 yg terhitung dalam Haji Wada’ itu, hanya umat Muslim yg ikut melaksanakan haji. Penulis yakin, di luar mereka yg turut serta haji, tak kalah lebih banyak. 

Ini menunjukkan mau kebenaran risalah yg dibawa Nabi. Karena kebenaran itulah, mampu mendapat kepercayaan dari banyak orang sebagai bentuk pengakuan atas kebenaran ajaran-ajaran Islam.

Kedua, jumlah pencapaian sebanyak itu merupakan bukti kesungguhan dakwah Nabi selama 23 tahun. Kita tahu, selama itu banyak penindasan yg dialami Nabi. Namun, sebab kegigihan beliau, akhirnya berhasil meraih pencapaian gemilang.

Ketiga, Rasulullah saw ialah sosok pendidik yg mencontohkan setiap apa yg diajarkannya. Peristiwa Haji Wada’ ini penting buat kita renungkan. Beliau menyampaikan syari’at haji dan beliau sendiri yg menuntun proses pelaksanaannya, tahap demi tahap. 

Hal ini memang menjadi salah satu prinsip Nabi dalam menyampaikan ajaran Islam, termasuk beliau pernah memerintahkan shalat dan beliau sendiri yg langsung mempraktikkan bagaimana shalat dilakukan. Rasululah saw bersabda,

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

Artinya: “Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat.”

Keempat, Haji Wada’ merupakan puncak kematangan umat Islam. Artinya, tugas-tugas Rasulullah telah selesai buat menyampaikan risalah. Segala persoalan agama pun telah terkodifikasi dalam Al-Qur’an dan Hadits. Secara tekstual memang sekilas ‘tak lengkap’, tapi persoalan-persoalan yg belum dibahas secara zahir (transparan), dapat digali melalui metode qiyas (analogi) sebagaimana klaim para pendukung qiyas. (lihat Al-Razi, Tafsir Mafatih al-Ghaib, juz 11, hal. 141)

Demikianlah beberapa hikmah dan perenungan yg dapat diambil dari peristiwa Haji Wada’. Selebihnya, pembaca dapat gali lebih dalam lagi. Dari Haji Wada’, kita dapat mengambil pesan terpenting: setiap ada pertemuan, pasti diakhiri perpisahan.

Muhamad Abror, Pengasuh Madrasah Baca Kitab, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Mahasantri Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.