Pada situasi Covid-19, masyarakat menerima bantuan makanan pokok buat menunjang kebutuhan mereka di tengah kesulitan sebab kebijakan pembatasan sosial berskala besar. Ketika memasuki Ramadhan, fatwa dari sejumlah ormas keagamaan memfatwakan supaya masyarakat menyegerakan pembayaran zakat fitrah di awal Ramadhan.
Pada situasi ini, sebagian masyarakat menerima bantuan dari sejumlah pihak. Dari sana mereka kemudian memiliki stok kebutuhan makanan pokok. Ketika waktu kewajiban zakat tiba, (1 Syawwal sejak awal malam takbiran hingga tenggelam matahari), apakah mereka boleh membayarkan zakat fitrah dari beras sumbangan yg mereka terima dari berbagai pihak?
Untuk sampai ke sana, kita perlu memahami secara singkat siapa yg terkena kewajiban zakat. Ulama menyebut tiga syarat orang yg terkena kewajiban zakat, yaitu orang beragama Islam, orang merdeka, dan orang yg memiliki kemudahan/kelonggaran rezeki. Kewajiban zakat terkena buat mereka yg memiliki kelebihan rezeki.
قوله (الشرط الثالث) اليسار Ùالمعسر لا Ùطرة عليه بلا خلا٠قال المصن٠والاصØاب والاعتبار باليسار والاعسار بØال الوجوب Ùمن Ùضل عن قوته وقوت من تلزمه Ù†Ùقته لليلة العيد ويومه صاع Ùهو موسر وان لم ÙŠÙضل شئ Ùهو معسر ولا يلزمه شئ ÙÙŠ الØال
Artinya, “(Syarat ketiga) kemudahan atau al-yasar (rezeki). Orang yg sedang mengalami kesulitan rezeki (mu‘sir) tak terkena kewajiban zakat fitrah tanpa ikhtilaf ulama. Penulis (As-Syairazi) dan ulama syafi’iyah mengatakan, kemudahan dan kesulitan diukur pada waktu wajib zakat. Orang memiliki kelebihan 1 sha‘ di luar kebutuhan makanan pokok dirinya dan makanan pokok orang yg wajib dinafkahinya pada malam dan siang hari raya, maka ia tergolong musir (yg wajib berzakat). Tetapi bila ia tak memiliki kelebihan, maka ia tergolong mu‘sir dan ia tak terkena kewajiban zakat pada saat itu,†(Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz VI, halaman 52).
Mereka yg tak memiliki kelebihan harta di luar kebutuhan nafkah buat dirinya dan nafkah buat keluarganya pada malam dan hari raya tak terkena kewajiban zakat. Kewajiban zakat berlaku buat mereka yg berlebih.Â
ولا تجب Øتى تÙضل الÙطرة عن Ù†Ùقته ونÙقة من تلزمه Ù†Ùقته لان النÙقة أهم Ùوجبت البداية بها ولهذا قال النبي صلي الله عليه وسلم ابدأ بنÙسك ثم بمن تعول
Artinya, “(Zakat fitrah) tak wajib sehingga ia merupakan kelebihan di luar kebutuhan nafkah dirinya dan nafkah orang yg menjadi tanggungannya sebab nafkah lebih penting. Ia semula wajib buat dirinya. Oleh sebab itu, Rasulullah bersabda, ‘Mulailah dari dirimu, lalu orang yg kau nafkahi,’†(Lihat Imam As-Syairazi, Al-Muhadzdzab pada Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz VI, halaman 61-62).
Syekh M Nawawi Banten menyebut kebutuhan pemenuhan nafkah bersifat dharuri atau mendasar. Mereka yg tak memiliki kelebihan stok makanan pokok di luar kebutuhan nafkahnya pada waktu wajib zakat yaitu malam dan hari raya tak terkena kewajiban zakat fitrah. (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Tsimarul Yani‘ah fir Riyadhil Badi‘ah, [Indonesia, Daru Ihya’il Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 56).
Adapun yg perlu diprioritaskan buat dibayarkan zakatnya ialah diri mereka sendiri sebelum keluarga. Prioritas zakat ini (terutama bagi mereka yg memiliki keterbatasan kemampuan di malam hari raya) dapat ditemukan pada hadits riwayat berikut:
قَالَ رَسÙول اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ابْدَأْ بÙÙ†ÙŽÙْسÙÙƒÙŽ Ùَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا ÙÙŽØ¥Ùنْ Ùَضَلَ شَيْءٌ ÙÙŽÙ„ÙأَهْلÙÙƒÙŽ ÙÙŽØ¥Ùنْ Ùَضَلَ عَنْ أَهْلÙÙƒÙŽ شَيْءٌ ÙÙŽÙ„ÙØ°ÙÙŠ قَرَابَتÙÙƒÙŽ
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Mulailah dari dirimu, lalu bayarlah zakat atasnya. Jika sesuatu berlebih, maka (bayar zakat) buat keluargamu. Jika sesuatu berlebih dari keluargamu, maka buat kerabatmu,’†(HR Muslim).
Ulama mazhab syafi’i bersepakat, kewajiban zakat fitrah hanya berlaku bagi masyarakat yg sedang memiliki kelonggaran rezeki berupa makanan pokok pada hari raya. Oleh sebab itu, mereka mengukur kewajiban zakat dari kemampuan masyarakat dari keberadan makanan pokok pada hari raya.
أما Øكم المسألة ÙاتÙقت نصوص الشاÙعي والاصØاب علي أنه لا تجب الÙطرة Øتى تÙضل Ù†Ùقته ونÙقة من يلزمه عن Ù†Ùقته ليلة العيد ويومهÂ
Artinya, “Terkait hukum masalah ini, nash imam Syafi’i dan ulama ashab bersepakat, zakat fitrah tak wajib sehingga ada kelebihan nafkah dirinya dan orang yg menjadi tanggunganya pada malam dan hari raya,†(Lihat Imam An-Nawawi, 2010 M: VI/62).
Imam An-Nawawi pada Kitab Raudhatut Thalibin menambahkan, orang yg sedang mengalami kesulitan rezeki (mu‘sir) tak terkena kewajiban zakat fitrah. Semua orang yg tak memiliki kelebihan nafkah buat dirinya dan keluarga yg menjadi tanggungannya pada malam dan hari raya buat dikeluarkan sebagai zakat fitrah ialah ialah mu‘sir.
ومن Ùضل عنه ما يخرجه ÙÙŠ الÙطرة من أي جنس كان من المال Ùهو موسر ولم يذكر الشاÙعي وأكثر الأصØاب ÙÙŠ ضبط اليسار والاعسار إلا هذا القدر
Artinya, “Siapa saja yg memiliki kelebihan harta dari jenis apapun yg dapat dikeluarkan sebagai fitrah ialah musir (orang yg mengalami kemudahan/kelonggaran rezeki). Imam As-Syafi’i dan kebanyakan ulama ashab tak menyebut ukuran kemudahan dan kesulitan seseorang kecuali dgn ukuran tersebut,†(Lihat Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 193).
Dari sini kemudian, kita dapat menyimpulkan bahwa siapapun yg memiliki kelebihan stok makanan pokok berupa beras pada hari raya meski awalnya berasal dari sumbangan orang lain tetap terkena kewajiban zakat fitrah sebab itu telah menjadi miliknya.
ومنها زكاة الÙطر وهي واجبة على من ملك شيئا زائدا على مؤنته ومؤنة عياله ومماليكه ليلة العيد ويومه
Artinya, “Salah satunya ialah zakat fitrah. Zakat ini wajib bagi orang yg memiliki sesuatu kelebihan di luar pemenuhan kewajiban nafkah atas dirinya, keluarganya, dan budaknya pada malam dan hari id,†(Lihat Syekh M Hasbullah, Riyadhul Badi‘ah pada hamisy Tsimarul Yani‘ah, [Indonesia, Daru Ihya’il Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 56).
Seseorang dapat menggunakan stok beras sumbangan tersebut buat membayar kewajiban zakat fitrah dirinya dan keluarganya dgn mengikuti ketentuan jenis dan takaran yg harus dizakatkan, serta kepada siapa zakat fitrah diberikan.
Namun demikian, mereka yg belum tentu dan belum jelas memiliki stok lebih kebutuhan makanan pokok sebaiknya menunggu pelaksanaan zakat fitrah pada waktu wajib zakat, yaitu pada malam dan hari raya.
Â
Anjuran ini dimaksudkan buat antisipasi kalau-kalau mereka justru tak memiliki stok kelebihan makanan pokok di hari raya. (Lihat Syekh Sa’id bin M Ba’asyin, Busyral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 2012 M/1433-1434], juz II, halaman 429) dan (Lihat Syekh M Nawawi Banten, tanpa tahun: 57). Wallahu a‘lam. (Alhafiz Kurniawan)
Uncategorized