Bila mencermati berbagai kitab fiqih, kita mau mendapatkan satu pelajaran betapa Islam sangat memperhatikan segala aspek kehidupan umat manusia. Kita juga mau mendapati betapa ulama terdahulu sangat teliti dan detail membahas hukum berbagai macam perilaku manusia. Di antaranya ialah hukum menikah dgn saudara tiri—yg sama sama anak bawaan—menurut fiqih Islam, yaitu dua anak bawaan dari orang tua masing-masing yg kemudian menikah menjadi pasangan suami istri.
Gambaran kasusnya, seorang laki-laki—duda atau juga yg beristri—memiliki anak perempuan misalnya, menikah dgn seorang janda yg memiliki anak laki-laki. Setelah sekian lama hidup bersama,  kedua anak bawaan itu saling jatuh cinta dan mau mengabadikannya dalam ikatan pernikahan secara sah.
Â
Pertanyaannya, apa hukum menikah dgn saudara tiri—yg sama-sama anak bawaan—menurut fiqih Islam? Boleh ataukah tak? Mengenai hal ini Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmû’ menjelaskan secara gamblang:
وإن تزوج رجل له ابن بامرأة لها ابنة جاز لابن الزوج أن يتزوج بابنة الزوجة
Artinya: “Apabila seorang laki-laki (suami) yg punya anak laki-laki menikah dgn seorang perempuan (istri) yg punya anak perempuan, maka anak laki-laki suami tersebut boleh menikah dgn anak perempuan si istri (saudara tirinya).†(Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmȗ’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Darul Hadis: 2010], juz XVI, halaman 495).
Â
Dari penjelasan Imam an-Nawawi di atas dapat diambil simpulan, tak ada halangan bagi sesama anak tiri—yg sama-sama anak bawaan—buat menikah menjadi pasangan suami istri. Meskipun kedua orang tuanya masih dalam ikatan pernikahan, hukum menikah dgn saudara tiri menurut fiqih Islam ialah boleh. Menurut Imam an-Nawawi, kebolehan ini disebabkan tak adanya hubungan nasab dan persusuan di antara kedua anak tiri tersebut.
Kasus hukum menikah dgn saudara tiri seperti ini pernah hampir terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khathab ra.Â
Â
Dikisahkan, ada seorang laki-laki yg punya anak laki-laki menikah dgn seorang perempuan yg punya anak perempuan. Si anak laki-laki itu kemudian melakukan perbuatan “tak semestinya†dgn si anak perempuan. Kejadian ini diketahui oleh Umar ra. Saat bertanya tentang kebenaran hal itu dan diakui oleh keduanya, maka kemudian Umar ra menghukum keduanya dgn hukuman cambuk dan menawarkan buat mengumpulkan keduanya dalam ikatan perkawinan. Namun si anak laki-laki menolaknya. Penawaran Umar bin Khathab ra buat menikahkan kedua saudara tiri tersebut menunjukkan bahwa hukum menikah dgn saudara tiri—yg sama sama anak bawaan—menurut fiqih Islam ialah boleh. Wallâhu a’lam.Â
Â
Ustadz Yazid Muttaqin, Alumni Pondok Pesantren al-Muayyad Mangkuyudan Surakarta, aktif sebagai Penghulu di Kantor Kementerian Agama Kota Tegal.
Â
Â
Uncategorized