Hukum Menikahi Ibu Tiri dari Istri alias Mertua Tiri

Seorang laki-laki yg memiliki anak perempuan menikah dgn seorang perempuan sebagai istrinya yg lain dari istri yg menjadi ibu dari anak perempuan tersebut. Dengan demikian maka hubungan istri baru tersebut dgn anak perempuan laki-laki itu ialah hubungan anak tiri dan ibu tiri.
 

Satu ketika seorang laki-laki datang menikahi sang anak perempuan itu. Sehingga dgn demikian hubungan laki-laki ini dgn ibu tirinya anak perempuan itu ialah hubungan menantu tiri dan ibu mertua tiri.

 

Suatu waktu, ketika ayah mertua dan ibu mertua tiri ini berpisah sebab bercerai atau sebab meninggalnya sang ayah mertua, sang menantu laki-laki mau menikahi mantan istri ayah mertuanya yg juga sebagai ibu tirinya istri sekaligus ibu mertua tirinya.

 

Bagaimana fiqih Islam menghukumi pernikahan ini? Bolehkah seorang laki-laki menikahi ibu mertua tirinya atau ibu tiri istrinya, atau bahkan mempoligaminya dgn anak perempuan tiri dari ibu mertua tiri tersebut?

 

Menanggapi kasus seperti ini Imam Nawawi di dalam kitab Al-Majmȗ’ Syarhul Muhadzdzab menjelaskan sebagai berikut:

 

ويجوز أن يجمع بين المرأة وبين زوجة ابيها لأنه لا قرابة بينهما ولا رضاع

 

Artinya: “Dan boleh mengumpulkan antara seorang perempuan dan istri dari bapak perempuan itu, sebab tak ada hubungan kekerabatan dan persusuan di antara keduanya” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmȗ’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo: Darul Hadis, 2010], juz XVI, hal. 495(.

 

Penjelasan Al-Muthi’i ini menyimpulkan bolehnya menikahi ibu mertua tiri atau ibu tirinya istri dan bahkan mempoligaminya dgn anak perempuan tirinya sebagaimana digambarkan pada contoh kasus di atas.

 

Bila kita melihat Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 23 yg memerinci para perempuan yg haram dinikahi, mau kita dapatkan satu simpulan bahwa ada empat kategori ibu yg haram dinikahi, yakni istrinya bapak (ibu tiri), ibu kandungnya sendiri, ibu yg menyusui, dan ibu kandungnya istri (ibu mertua).

 

Ini sebagaimana dituturkan secara jelas oleh ayat tersebut:

 

وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ……حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ …… وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ …… وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ

 

Artinya: “Janganlah kalian menikahi perempuan-perempuan yg telah dinikahi oleh bapak kalian kecuali apa yg telah lewat …… Diharamkan bagi kalian menikahi ibu kalian …… dan ibu yg menyusui kalian …… dan ibunya para istri kalian.”

 

Ayat di atas dgn sangat jelas menyebutkan keempat macam ibu yg haram dinikahi sehingga tak ada celah buat mengartikan dan memahami makna selainnya. Dengan demikian ibu mertua tiri atau ibu tirinya istri tak masuk dalam kategori ibu yg haram dinikahi. Ia boleh dinikahi oleh menantu tirinya dan bahkan dipoligami bersama anak perempuan tirinya.

 

Wallahu a’lam.

 

 

Yazid Muttaqin, santri alumni Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta, kini aktif sebagai penghulu di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kota Tegal.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.