Mata Rantai Aqidah Salaf & Ahlussunnah wal Jamaah

Imam Al-Ghazali memberikan panduan bagi orang awam supaya tetap berpegang pada mazhab salaf dalam beriman. Menurutnya, mazhab salaf ialah mazhab yg benar dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yg berkaitan dgn keimanan.

اعلم أن الحق الصريح الذي لا مراء فيه عند أهل البصائر هو مذهب السلف أعني مذهب الصحابة والتابعين وها أنا أورد بيانه وبيان برهانه

Artinya, “Ketahuilah, kebenaran nyata yg tanpa perdebatan menurut ahli bashirah (ulama) ialah mazhab salaf, yaitu mazhab para sahabat dan tabi’in. Di sini saya coba mengemukakan penjelasan dan penjelasan argumentasinya.” (Lihat Imam Al-Ghazali, Iljamul ‘Awam ‘an Ilmil Kalam pada Majmu’atu Rasa’ilil Imam Ghazali, Kairo, Al-Maktabah At-Taufikiyyah: tanpa tahun], halaman 320).

Orang awam, menurut Imam Al-Ghazali, harus memerhatikan tujuh petunjuk berikut ini supaya tak keliru dalam masalah aqidah. Pasalnya, persoalan aqidah merupakan masalah pokok agama atau ushulud din yg memerlukan kehati-hatian.

فأقول حقيقة مذهب السلف وهو الحق عندنا أن كل من بلغه حديث من هذه الأحاديث من عوام الخلق يجب عليه فيه سبعة أمور: التقديس، ثم التصديق، ثم اعتراف بالعجز، ثم السكوت، ثم الإمساك، ثم الكف، ثم التسليم لأهل المعرفة

Artinya, “Saya mengatakan, hakikat mazhab salaf ialah mazhab yg benar menurut kami di mana setiap orang awam–ketika menerima salah satu dari sekian banyak informasi (baik Al-Qur’an maupun hadits)–wajib melakukan tujuh hal ini, yaitu, taqdis, tashdiq, i’tiraf bil ajzi, sukut, imsak, kaff, taslim li ahlil makrifah,” (Lihat Imam Al-Ghazali, Iljamul ‘Awam: 320).

1. Taqdis, yaitu meyakini kemahasucian Allah dari jisim atau fisik dan turunannya.

2. Tashdiq, yaitu mengimani perkataan Nabi Muhammad SAW. Apa yg disampaikan oleh Rasulullah ialah benar. Apa yg dikatakan Rasulullah SAW ialah hak. Rasulullah SAW sendiri itu benar atas apa yg dikatakan dan dimaksud olehnya.

3. I’tiraf bil ajzi (pengakuan atas kelemahan), yaitu mengakui dan menginsafi bahwa ia tak mampu memahami maksudnya dan hal itu di luar kecakapan dan profesinya. 

4. Sukut (diam), yaitu tak menanyakan maknanya dan tenggelam berlarut-larut membicarakannya, serta mengajukan pertanyaan mengenai hal itu ialah bid’ah. Ia meyakini bahwa pembahasan berlarut-larut dapat membahayakan keyakinannya dan atau dapat jadi menjatuhkannya ke dalam kekufuran tanpa sepengetahuannya.

5. Imsak (menahan diri), yaitu ia tak mengubah atau mengganti bahasanya dgn bahasa lain, penambahan, pengurangan, penggabungan, dan pemisahan. Ia hanya boleh melafalkan sesuai apa adanya redaksi yg diterima, seperti cara pelafalan, i’rab, tashrif, dan shigah. 

6. Kaff (penangguhan), yaitu menahan batin buat membahas, membaygkan, dan memikirkannya.

7. Taslim li ahlil makrifah (pasrah kepada ahlinya), yaitu ia tak boleh meyakini bahwa ketakpahamannya atas sebuah materi keislaman juga dialami oleh rasulullah, para nabi, as-shiddiqin (orang-orang yg benar keimanannya), atau para wali dan ulama.

Imam Al-Ghazali menyebut beberapa lafal yg membutuhkan pendekatan atau penyikapan sesuai dgn keterangan di atas, seperti Al-Qur’an dan hadits yg menampilkan Allah dgn sifat-sifat makhluk, yaitu “Allah mencampur tanah Adam dgn tangan-Nya, hati seorang mukmin berada di antara dua jari dari jari Allah yg bersifat Rahman, Allah menciptakan Adam sesuai dgn bentuk-Nya, Dialah yg maha kuasa di atas para hamba-Nya.”

Rambu-rambu salaf ini yg dipegang oleh ulama Ahlussunnah wal Jamaah sepeninggal orang-orang salaf atau kalangan sahabat dan tabi’in. Rambu-rambu tersebut dipertahankan oleh ulama Ahlussunnah wal Jamaah hingga kini. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)
 





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.