Pelecehan Seksual di Masa Rasulullah & Masa Khalifah Umar

Kasus pelecehan seksual terus terjadi sejak dulu hingga sekarang. Demikian pula pada masa Rasulullah saw hidup di Madinah, pelecehan seksual dari orang-orang yg tak bertanggungjawab juga menimpa perempuan. 

Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Abdirrahman al-Baghdadi dari Imam as-Syafi’i, dari berbagai catatan sejarawan semisal Ibnu Ishaq, Musa bin ‘Uqbah dan lainnya, dahulu Bani Qainuqa mempunyai perjanjian damai dgn Rasullullah saw, namun perjanjian itu akhirnya dirusak sebab perbuatan mereka sendiri, yaitu melakukan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan dari golongan Anshar yg akhirnya mengakibatkan Rasulullah saw memerangi mereka. 

 

Saat itu seorang perempuan dari kaum Anshar mendatangi seorang tukang perhiasan di pasar buat meminta membuatkan perhiasan buatnya. Ketika perempuan itu duduk di sampingnya, tukang perhiasan dari golongan Yahudi Bani Qainuqa itu segera mengambil peralatan besinya. Lalu ia ikatkan besi tersebut ke bagian bawah pakaian perempuan itu tanpa disadarinya. 

Ketika perempuan itu berdiri sontak pakaiannya terbuka sehingga membuat orang-orang yg ada di pasar melihat auratnya. Mereka pun menertawakan dan menghinanya sepuas-puasnya. 

Sejurus kemudian tragedi pelecehan seksual yg dilakukan tukang perhiasan dan teman-temannya itupun sampai kepada Rasullullah saw, dan beliau segera mengambil tindakan tegas. Rasulullah saw mendeklarasikan perlawanan secara terang-terangan terhadap Bani Qainuqa dan menjadikan kasus pelecehan seksual itu sebagai pelanggaran besar atas perjanjian damai yg telah disepakati. 

 

Di kemudian hari, keputusan Rasulullah saw yg membatalkan perjanjian damai dan tak memberi perlindungan kepada kelompok pelaku pelecehan seksual terhadap perempuan juga diikuti oleh Umar bin al-Khattab ra. Yaitu ketika ada seorang Yahudi memerkosa seorang perempuan. Penuh ketegasan Umar ra berkata:  

“Siapa saja dari mereka (konteks waktu itu ialah sekelompok Yahudi) yg melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan maka tak ada perjanjian damai atau jaminan keamanan baginya.” (Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, Ma’rifatus Sunan wal Atsâr, [Aleppo-Kairo, Dârul Wa’yi: 1411 H/1991 M], juz XIII, halaman 381-382).

 

Demikian riwayat pelecehan seksual yg terjadi di masa Rasulullah saw dan di masa Umar ra. Keduanya mengambil tindakan yg sangat tegas terhadap pelaku pelecehan seksual. Karenanya, telah selayaknya kasus-kasus pelecehan seksual harus diungkap secara tuntas dan para pelaku dihukum seadil-adilnya. Begitu pula regulasi atau perlindungan hukum bagi orang-orang yg rawan menjadi korban pelecehan seksual harus dimaksimalkan, supaya korban tak semakian berjatuhan. Wallâhu musta’ân.

Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda.

 

Â