Sebut Banyak Kampus Terpapar Wahabi, Said Aqil: Berpeluang Jadi Intoleran

– Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menyebut rata-rata Universitas di Indonesia terpapar intoleransi yg dapat berubah menjadi radikal.

Hal tersebut
ia sampaikan dalam diskusi BPIP di Kantor Wapres, Jalan Veteran III, Jakarta
Pusat,
Selasa, 10 Desember 2019.

Pada kesempatan itu, Kiai Said bercerita tentang ada tokoh bernama Sayyid Quthb. Said
Aqil mengatakan Sayyid Quthb menilai sistem pemerintahan hingga nasionalisme
itu termasuk jahiliyah (kebodohan).

“Lahir
pemimpin ikhwan Sayyid Quthb, bukan ulama, dia wartawan, dia jurnalis dari
Cairo University, bukan di Al Azhar. Dia menulis buku yg sangat penting
namanya bahasa Arabnya Ma’alim fi ath-Thariq, petunjuk jalan yg benar,
kira-kira begitu. Isinya kalau ulama lain jahiliyah itu ialah fenomena sosial,
primitif, buta huruf, terbelakang. Oleh Sayyid Quthb bukan, jahiliyah itu
sistem pemerintahan yg tak Islam, itu jahiliyah namanya. Jadi komunisme,
kapitalisme, nasionalisme (juga) jahiliyah. Ini Sayyid Quthb,” jelas Kiai Said, dikutip dari Detik, Selasa, 10 Desember 2019.

Baca Juga:  Perbedaan dan Pertikaian Antara Ikhwanul Muslimin dgn Salafi Wahabi

Buku Sayyid Quthb, kata Kiai Said, dibaca dan dijadikan standar tarbiyah atau pendidikan kelompok kajian
di seluruh perguruan tinggi ini.

“Tidak
ada perguruan tinggi Indonesia yg tak terpapar kitab Ma’alim fi ath-Thariq
kecuali universitas NU yg nggak, saya jamin itu. UI, ITB, IPB, Undip, ITS,
Riau, Lampung, Makassar. pokoknya di luar kampus ada kajian tarbiyah bahasa
arabnya liqo. Nanti si tutornya namanya murobi, panggil satu-satu akhi, ukhti.
Itu aja bahasa Arabnya dapat. Kalau saya ajak bahasa Arab betul ya mereka ndak
dapat sih. Cuma akhi, ukhti, liqo,” ujarnya.

Menurut Anggota Dewan Pengarah Badan
Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini buku itu
mengajarkan paham-paham yg keliru soal nasionalisme. Said Aqil menjelaskan
dalam buku Sayyid Quthb ada 4 tingkatan dalam ajaran itu.

“Bukunya
Sayyid Quthb bahwa selama bukan khilafah, jahiliyah. Maka ada 4 tingkatan.
Pertama belajar Al-Qur’an, kedua mulai diartikan, ketiga (baca) ayat-ayat perang,
jihad. Keempat baru pertanyaannya, Jokowi dgn Nabi Muhammad baik mana, ini
pertanyaan salah. Kalau Jokowi bandingannya Presiden Filipina gitu loh, masa
bandmau Muhammad. Nabi Muhammad sama Yesus dibandmau boleh, soal gimana
terserah pertanyaan nyambung gitu loh, apple to apple. Jokowi dgn Nabi
Muhammad baik mana? Ya pasti baik Nabi Muhammad,” terangnya.

Baca Juga:  Jalan Kaki Dari Serang Ke Pekalongan, Heri Penuhi Nazar Bertemu Habib Luthfi

“Misal
Pancasila sama anggaran dasar Filipina, Singapura, itu pantes. Ya kalau telah
jawabnya baik Al-Qur’an, Islam dan Nabi Muhammad, ‘ayo kita ubah negara ini
dgn negara Islam, Jokowi kita harus turunkan, mari kita dirikan khilafah’,
baiat. Ini telah level keempat. Kalau telah baiat banyak lari, banyak yg
meninggalkan… dan yg dibaca mereka hanya ayat perang,” sambungnya.

Usai acara, Kiai Said mengatakan bahwa
hampir semua universitas di Indonesia
terpapar, minimal menganut ajaran wahabi.

Dia menyebut
ajaran itu sangat tekstual yg awalnya memiliki paham intoleran dan dapat
berubah menjadi ekstrem.

“Tidak
banyak universitas, semua, semua universitas terpapar, minimal paling tidak
wahabi, berpikir yg sangat eksklusif, puritan, purity. Yang sangat tekstual,
itu minimal, meningkat menjadi intoleran, telah mulai radikal nih, mulai
ekstrem nih kalau intoleran. Mulai dari intoleran mau terjadi radikal, dan
jadi terorisme,” ujarnya.

Baca Juga:  Dibujuk WHO, Arab Saudi Segera Umumkan Keputusan Ibadah Haji 2020

Olehnya itu, pihaknya meminta supaya Mendikbud
Nadiem Makarim dan seluruh rektor perguruan tinggi di Indonesia dapat tegas.

Kiai Said juga meminta supaya pemerintah dan rektorat dapat mengawasi kegiatan
mahasiswanya supaya tak memiliki paham yg salah.

“(Saran)
kerjaan rektorlah, Pak Nasir (mantan Menristekdikti, M Nasir) telah berbuat
banyak. Menteri sekarang harus lebih tegas lagi menindaklanjuti kinerja Pak
Nasir. Rektornya dulu, rektornya dulu harus tegas. Memang mereka diskusi
radikalnya bukan di dalam kampus. Ekstra di luar, tapi kan dapat dilihat di
dalam kampus geraknya mahasiswa ini. Apalagi di Riau, sampai merakit bom dalam
kampus. Sekarang di Riau ada lagi dosen katakan yg anti-China. Gimana sih
cara bepikirnya perilakunya? Ada lagi doktor di Undip Semarang belain
HTI,” pungkasnya.





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.