Subhanallah, Dalam Tubuh Ust Abdul Shomad Mengalir Darah Ulama Besar

– “Saya Abdul Shomad bin Hj Rohana binti Siti Aminah binti Syekh Abdurrahman Silau (Syekh Silau Laut). Senang dan terharu membaca riwayat ini” demikian Abdul Shomad mengenang riwayat hidup kakeknya, Syekh Silau Laut tersebut.

Tidak banyak yg paham, bahwa di balik kecerdasannya, ternyata Ustadz Abdul Shomad terlahir dari keturunan seorang ulama besar, Tuan Syekh Silau Laut. Darah ulama besar, pejuang Islam yg suka berkhalwat itu ‘menetes’ kepadanya.

Di Riau, Tuan Syeikh Silau Laut bukan aisng lagi, ialah ulama yg mengajar dan meninggalkan jejak-jejak Islam. Nama lengkapnya Syekh Abdurrahman Urrahim bin Nakhoda Alang Batubara.

Sejarahnya dicatat oleh admin //omtato.blogspot.co.id, dgn judul Rowayat hidup dan Perjuangan Syekh Abdurrahman Silau. Kisah perjuangannya luar biasa.

Syekh Abdurrahman Silau ialah putra Nakhoda Alang bin Nakhoda Ismail, keturunan dari Tuk Angku Mudik Tampang keturunan dari Tuk Angku Batuah yg berasal dari daerah Rao (perbatasan Tapanuli selatan dgn Sumatra barat).

Gelar ‘nakhoda’ di awal nama ayahnya tersebut disebabkan Nakhoda Alang bekerja sebagai Nakhoda pada sebuah kapal tongkang miliknya sendiri yg digunakan membawa barang-barang dagangan antar pulau bahkan Malaya (Malaysia).

Ibunya bernama Naerat berasal dari kampung rantau panjang (Kecamatan Pantai Labu Deli Serdang). Beliau ialah anak ketiga dari empat bersaudara,yaitu: Abas, Siti Jenab, Abdurrahman, Abdurrahim.

Sejak kecil, Kakek Abdul Shomad (Abdurrahman) dikenal mempunyai sifat pemberani, berkemauan keras, pendiam, cerdas dan tekun. Ketika masih berumur 6 tahun, orang tuanya memasukkan belajar mengaji pada salah seorang guru di kampung Lalang Batu Bara.

Pada ketika itu pribadinya telah mulai nampak sebagai ciri-ciri anak yg sholeh. Sebab selain belajar agama dan mengaji, ia sering pula mengasingkan diri dari orang tuanya buat berkhalwat dgn berzikir mengingat Allah Yang Maha Pencipta. Ia suka berkhalwat sejak usia 15 tahun.

Begitu menginjak dewasa (sekitar 17 tahun) Abdurrahman menambah ilmunya di bidang agama Islam. Dengan memohon izin kepada kedua orang tuanya,ia pergi merantau ke daerah asal keturunannya Minangkabau, tepatnya ke daerah Bukit tinggi.

Baca Juga:  Mengenal Gagasan Pembaharuan Pemikiran Islam Muhammad Abid Al-Jabiri

Di sana ia berguru kepada seorang ulama yg cukup dikenal, Syekh Jambek. Di samping ia mempelajari ilmu-ilmu syari’at (fiqh) ia lebih menekuni bidang ilmu hakikat yaitu ilmu tauhid dan tasauf.

Kakek Abdul Shomad ini juga memiknati ilmu beladiri (silat). Untuk dapat lihai bela diri ia belajar kepada salah seorang ahli ilmu beladiri yg cukup dikenal di tanah Minangkabau, yaitu Tuk Angku Di Lintau.

Dalam usahanya membekali dirinya dgn ilmu yg bermanfaat, pemuda Abdurrahman dalam riwayatnya pernah pula belajar ke daerah Aceh, namun belum di ketahui daerah dan gurunya tempat ia belajar.

Pemuda Abdurrahman merasa masih kurang puas dgn ilmu yg di milikinya.Tidak lama setelah ia pulang dari Minangkabau dan Aceh, salah seorang pakciknya yg bergelar Panglima Putih membawanya merantau ke negeri Fathany (Thailand). Atas izin dan restu kedua oarang tuanya buat menambah ilmunya di bidang agama Islam.

Di dalam pelayarannya, ia menunjukkan kemahirannya dalam ilmu silat kepada penumpang-penumpang kapal tersebut yg tanpa diketahui di antara mereka ada rombongan sultan Kedah yg mau pulang ke negerinya.

Di Negeri Fathani, Abdurrahman muda belajar kepada salah seorang ulama yg cukup dikenal. Ulama ini bernama Syekh Wan Mustafa dan anaknya bernama Syekh Daud Fathani.

Selama berada di sana Abdurrahman lebih banyak belajar ilmu tauhid, ilmu tasawuf dan ilmu hikmah, ketabiban. Di samping belajar, ia ditugaskan gurunya buat mengajar.

Ketika berada di Fathani, ia didatangi utusan dari Kedah dgn maksud mengundangnya datang ke negeri Kedah. Alasannya, Sultan Kedah mau melihat kemahirannya dalam ilmu silat di hadapan Hulubalang, prajurit dan rakyat negeri Kedah.

Abdurrahman muda memenuhi undangan itu dgn terlebih dahulu memohon restu dari gurunya. Sesampainya di negeri Kedah, setelah beberapa hari lamanya diadakanlah acara perang tanding buat memilih kepala hulu balang kesultanan Kedah.

Baca Juga:  Jelang Muktamar, Ketum PBNU Dorong Penanganan Masjid di Lingkup BUMN

Abdurrahman yg sengaja diundang buat perang tanding tersebut, berhadapan dgn Panglima Elang Panas yg berasal dari Siam. Dengan kuasa dan izin Allah, Abdurrahman muda menang dalam perang tanding tersebut.

Lalu, Sultan Kedah menawarkannya buat menjadi Kepala Hulubalang Kesultanan Kedah. Abdurrahman menerima tawaran itu, kemudian ia dinobatkan dan menjabat selama 7 tahun berturut-turut.

Menurut riwayat, beliau menerima gaji 60 ringgit setiap bulannya. Dalam perantauannya di Fathani dan Kedah, beliau sempat pula belajar di Kelantan.

Abdurrahman menyadari bahwa cita-citanya semula ialah buat menjadi seorang ulama yg mau mengembangkan agama Islam dan mengabdikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat negerinya.

Maka dari itu, ia meletakkan jabatannya sebagai kepala Hulubalang Kesultanan Kedah lalu ia pulang kembali ke negeri asalnya di Batubara dijemput Abangnya bernama Abbas.

Setelah berada kembali di Batubara, ia mulai mengamalkan ilmunya buat melakukan dakwah dgn mengisi pengajian yg ada di Batubara dan di daerah Serdang (sekarang Deli Serdang). Beliau dikenal masyarakat dgn panggilan Lebai Deraman.

Ketika berdakwah di daerah Serdang, ia mengakhiri masa lajangnya dgn menikahi seorang gadis Serdang bernama Maimunah. Sewaktu berada di Serdang beliau mengatasnamakan alamatnya melalui kemenakannya mufti Ahmad Serdang. Dan waktu senggangnya diisinya dgn ‘berkhalwat’ di seberang sungai Serdang (sekarang Sungai Ular).

Saat Abdurrahman berdakwah, sebagian besar muridnya ialah nelayan. Para muridnya ini melaporkan bahwa mereka sering diganggu oleh bajak laut yg bermukim di pulau Jemur sehinga mereka tak aman mencari nafkah di Selat Melaka.

Mendengar laporan muridnya, Abdurrahman dan seorang kerabatnya bernama HM Zein berangkat membasmi para bajak laut tersebut dari dari Pantai Cermin, Serdang Bedagai.
Tuan Syekh Silau Laut selain berguru kepada Tuan Baqi dari Langkat, Kedah, Kelantan, dan Fathani, Beliau juga menuntut ilmu ke Makkah selama tujuh tahun. Di Makkah berguru kepada Syekh Daud Fathani, seorang ulama Tareqat Syattariah.

Baca Juga:  MUI Belitung Timur Bolehkan Shalat Tarawih Berjemaah di Masjid

Seusai menimba ilmu di Mekkah, Tuan Syekh Silau Laut kembali ke Sumatera dan mengembangkan Tareqat Syattariah di daerah Silau Laut hingga wafat pada 2 Jumadil Awal 1360 H atau 28 Februari 1941, dalam usia 125 tahun.

Tuan Syekh Silau Laut dimakamkan di Desa Silau Laut. Di dekat makamnya terdapat makam sang istri bernama Hj Maryam dan dua anaknya yaitu Syekh Muhammad Ali dan Haji Abdul Latief.

Semasa hidupnya beliau ialah tokoh yg tak hanya dihormati anggota jamaah Syattariah, namun para bangsawan Serdang maupun Asahan memberi perlakuan khusus terhadapnya.

Wujud dari perhatian para penguasa Asahan dan Serdang itu antara lain berupa pembuatan jalan menuju Kompleks Tareqat Syattariah pimpinan Syekh Silau Laut. Awalnya ialah jalan setapak yg dirintis oleh Sultan Asahan yg kemudian diperlebar dan diperkeras atas bantuan Sultan Serdang.

Syekh Silau sangatlah berjasa dalam menyebarkan Islam di bumi Asahan maupun di beberapa negara di Asia. Kisah sejarah dan perjuangan beliau dalam berdakwah sangat banyak.

Tak salah kalau sampai negara tetangga yaitu Thailand, Malaysia, dan negara lainnya datang berziarah ke makam Syekh Silau Laut. Ini bertanda bahwa Syekh Silau Laut berpindah tempat dalam menebarkan dan mengajarkan Agama Islam.

Sumber: Duta.co





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.