Berikut ini ialah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 52:

ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Tsumma ‘afawna ‘ankum min ba‘di dzālika la ‘allakum tasykurūna.

Artinya, “Lalu Kami maafkan kalian setelah itu supaya kalian bersyukur.” (Surat Al-Baqarah ayat 52).

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 52

Imam Jalaluddin dalam Kitab Tafsirul Jalalain mengatakan, “Kami menghapus dosa kalian setelah menjadikan anak sapi sebagai tuhan supaya kalian dapat bersyukur atas nikmat Kami pada kalian.”

Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil menyebut, “Kami lalu memaafkan kalian” ketika kalian bertobat. “Al-afwu” berarti penghapusan dari kejahatan besar. “Siapa yg diamaafkan, maka dosanya dihapus.” “Setelah itu” yaitu setelah menjadikan anak sapi sebagai tuhan sebagaimana keterangan pada Surat Al-Baqarah ayat 51.

“Kami maafkan supaya kalian dapat bersyukur atas penerimaan maaf tersebut,” kata Imam Al-Baidhawi.

Imam Al-Baghowi dalam Kitab Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil menyebut, “Kami menghapus dosa kalian setelah kalian menjadikan anak sapi sebagai tuhan supaya kalian dapat bersyukur atas nikmat dan perbuatan baik Kami kepada kalian.”

Sebagian ulama, kata Imam Al-Baghowi, mengartikan syukur sebagai ketaatan kepada Allah dgn segenap anggota badan baik di waktu sepi maupun di tempat terang benderang. Imam Al-Hasan mengatakan, syukur atas nikmat ialah menyebut nikmat tersebut sebagaimana keterangan Surat Ad-Dhuha ayat 11.

Fudhail, kata Al-Baghowi, mengatakan, cara mensyukuri setiap nikmat ialah dgn meninggalkan maksiat setelah diberi nikmat tersebut. Ada juga ulama yg mengatakan, hakikat syukur ialah pengakuan ketidayberdayaan buat bersyukur.

Imam Al-Baghowi menceritakan dialog Nabi Musa dan Allah serta pujian indah dari Nabi Daud AS terkait Surat Al-Baqarah ayat 52.

“Tuhanku, Kau telah menganugerahkan kepadaku nikmat yg sangat sempurna. Kau juga memerintahkanku buat bersyukur. Sedangkan syukurku kepada-Mu juga nikmat dari-Mu,” kata Nabi Musa.

“Musa, kau telah mempelajari kebijaksanaan ilmu yg tak terkalahkan ketinggiannya. Seseorang cukup menjadi hamba-Ku kalau ia menyadari bahwa segala nikmat itu berasal dari-Ku,” kata Allah.

Adapun pujian Nabi Daud AS berbunyi, “Maha Suci Zat yg menjadikan pengakuan ketakberdayaan seorang hamba buat bersyukur sebagai bentuk syukur kepada-Nya; sebagaimana pengakuan ketakberdayaan buat bermakrifat sebagai bentuk makrifatullah.” 

Imam At-Thabari melalui tafsirnya menyebutkan, takwil “Lalu Kami maafkan kalian setelah itu” ialah “Kami tak segera menurunkan azab setelah kalian menjadikan anak sapi sebagai tuhan.”

Pengertian Surat Al-Baqarah ayat 52 berbunyi, “Lalu Kami maafkan kalian setelah kalian menjadikan anak sapi sebagai tuhan supaya kalian bersyukur atas pemberian maaf Kami terhadap kalian sebab penerimaan maaf mengharuskan syukur bagi orang berakal.”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, “Ingatlah nikma-Ku kepada kalian berupa penerimaan maaf-Ku ketika kalian menyembah anak sapi selama sepeninggal Musa buat memenuhi janji Tuhannya, yaitu 40 hari sebagaimana keterangan Surat Al-A’raf ayat 142.”

Sebagian ulama, kata Ibu Katsir, mengatakan, 40 hari terdiri atas sebulan penuh Dzulqa’dah plus 10 hari Dzulhijjah. Peristiwa ini terjadi setelah Bani Israil diselamatkan dari kejaran Fira’un dan dari gelombang air laut.

Abus Su’ud dalam kitab tafsirnya, Irsyadul Aqlis Salim fi Mazayal Kitabil Karim, mengatakan, “Lalu Kami maafkan kalian ketika kalian bertobat.” “Setelah itu, yaitu setelah kalian menjadikan anak sapi sebagai tuhan,” kemusyrikan sebagai puncak keburukan. Sementara penerimaan maaf dari Allah setelah tindakan kezaliman besar itu merupakan kesempurnaan maaf tertinggi.

“Agar kalian bersyukur atas nikmat pemberian maaf Kami dan terus menerus dalam berbuat taat setelah itu,” kata Abus Su’ud dalam tafsirnya. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)