Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 57

Berikut ini ialah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 57:

وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

Wa zhallalnā alaykumul ghamāma wa anzalnā alaykumul manna was salwā, kulū min thayyibāti mā razaqnākum, wa mā zhalamūnā, wa lākin kānū anfusahum yazhlimūna.

Artinya, “Kami menaungi kalian dgn awan. Kami menurunkan kepada kalian mann dan salwa. ‘Makanlah yg baik-baik dari rezeki yg telah Kami berikan kepada kalian.’ Tidaklah mereka menganiaya Kami. tetapi merekalah yg menganiaya diri mereka sendiri,” (Surat Al-Baqarah ayat 57).

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 57

Imam Jalaluddin dalam Kitab Tafsirul Jalalain mengatakan, “Kami menutupi kalian (Bani Israil) dgn awan tipis dari sengatan terik matahari pada padang tandus. Kami menurunkan di padang terbuka tersebut madu (taranjabin atau tarankabin) dan burung puyuh (panggang). ‘Makanlah yg baik-baik dari rezeki yg telah Kami berikan kepadamu di tempat. Jangan kalian menyimpannya.’ Tetapi mereka mengufuri nikmat. Mereka malah menyimpannya. Lalu Allah menghentikan nikmat itu dari mereka. Tidaklah mereka menganiaya Kami dgn tindakan demikian. Tetapi mereka menganiaya diri mereka sendiri  sebab akibat buruknya berpulang menimpa mereka.”

Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, Allah menundukkan awan buat Bani Israil yg menaungi mereka dari terik matahari ketika mereka berada di padang terbuka. 

Allah menurunkan madu dan burung puyuh (panggang). Sebagian ulama sekarang meriwayatkan, Allah menurunkan mann seperti embun subuh sampai terbit matahari. Angin selatan diutus membawa buruh puyuh panggang. Ketika malam garis cahaya turun menerangi jalan mereka. Pakaian mereka tak kotor dan pudar.

“Makanlah yg baik-baik dari rezeki yg telah Kami berikan kepada kalian, cukup dgn mengucapkan permintaan.”

“Tidaklah mereka menganiaya Kami dgn mengufuri nikmat tersebut. Tetapi mereka sesungguhnya menganiaya diri sendiri dgn kufur nikmat tersebut sebab mafsadatnya mau berpulang kepada mereka.”

Imam Al-Baghowi dalam Kitab Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil mengatakan, “Kami menaungi kalian dgn awan di padang tandus yg melindungi mereka dari terik matahari.” Pada saat di padang terbuka yg terik mereka tak memiliki teduhan yg menaungi mereka.

Mereka kemudian mengadu kepada Nabi Musa AS. Allah pun mengirim awan tipis putih yg tentu lebih baik dari awan hujan. Allah menjadikan garis cahaya yg menerangi mereka di waktu malam ketika bulan tak terbit.

“Kami menurunkan kepada kalian mann dan salwa.” Banyak ulama mengartikan mann dgn madu. Sementara Mujahid mengatakan, mann ialah sejenis getah pohon seperti madu. Wahab mengartikannya sebagai roti halus. Sedangkan Az-Zujaj memahami mann sebagai apa yg dianugerahkan Allah tanpa keringat letih sebelumnya.

Mann setiap malam jatuh di atas pohon seperti salju. Setiap orang mendapat satu sha atau sekira 2.7 Kg. Mereka kemudian berkata, “Musa, mann lama-lama membunuh kita. Berdoalah kepada Tuhanmu supaya memberi kita makan daging.”

Allah kemudian menurunkan salwa, burung panggang seperti puyuh. Sebagian ulama memahami salwa sebagai burung puyuh itu sendiri. Allah juga menurunkan awan, lalu menghujani mereka dgn daging panggang burung puyuh selebar satu mil dan sepanjang satu jarak tombak di langit.

Allah menurunkan mann dan salwa setiap pagi sejak terbit fajar hingga terbit matahari. Setiap mereka mengambil sesuai kebutuhannya sehari semalam. Bila hari Jumat tiba, mereka mengambilnya buat kebutuhan selama dua hari sebab Allah tak menurunkan keduanya pada hari sabtu.

Ketika mereka mengufuri nikmat dgn cara menyimpannya buat kebutuhan besok, Allah menurunkan azab-Nya, yaitu menghentikan sumber rezeki (mann dan salwa) yg selama ini turun kepada mereka tanpa biaya di dunia dan tanpa hisab di akhirat.

Imam Ibnu Katsir melalui tafsirnya bercerita, Surat Al-Baqarah ayat 57 menyebutkan nikmat yg Allah berikan kepada Bani Israil. As-Sya’bi, kata Ibnu Katsir, mengatakan, kenikmatan madu kalian berbanding hanya satu per 70 ketimbang kenikmatan mann.

Ibnu Katsir mengatakan, secara umum pengertian pakar tafsir terkait mann dan salwa berdekatan atau berbeda tipis. Sebagian mengartikannya sebagai makanan. Sedangkan sebagian lagi mengartikannya sebagai minuman.

Adapun secara zahir, kata Ibnu Katsir, mann dan salwa ialah semua yg Allah anugerahkan kepada Bani Israil ketika itu baik makanan, minuman, maupun anugerah lain yg mereka dapat tanpa usaha dan kesusahan.

Secara masyhur, mann bila dimakan terpisah maka ia mau menjadi makanan dan manisan. Tetapi bila dicampur air, maka ia mau menjadi minuman yg baik. Jika ia dicampur dgn makanan lain, maka ia mau menjadi makanan jenis lainnya.

As-Suddi, kata Ibnu Katsir, mengatakan, ketika masuk ke padang tandus, Bani Israil mengatakan kepada Nabi Musa AS, “Bagaimana kita dapat hidup di sini? Di mana makanan?” Allah kemudian menurunkan mann sehingga turun dari pepohonan getah-getah manis. Sedangkan salwa merupakan unggas sejenis burung puyuh yg lebih besar dari ukuran biasanya.

Ketika mendapati unggas tersebut agak gemuk, mereka menyembelihnya. Tetapi bila tak gemuk, mereka membiarkannya. Mereka berkata, “Ini makanan. Di mana minumannya?”

Allah memerintahkan Nabi Musa AS memukul batu sehingga terpancar 12 mata air di mana setiap keluarga besar Bani Israil meminum dari satu mata air. “Ini minuman, di mana naungannya?” Allah selanjutnya menaungi mereka dgn awan. Setelah itu, mereka meminta fasilitas pakaian yg juga kemudian dipenuhi oleh Allah SWT dgn pakaian yg takkan koyak dan pudar sebagaimana keterangan Surat Al-Baqarah ayat 60. 

Ibnu Juraij, kata Ibnu Katsir, bercerita, mann dan salwa yg diambil oleh seseorang melebihi kebutuhan hariannya niscaya mau rusak, busuk, dan basi selain hari Jumat. Pada hari hari Jumat mereka juga mengambil makanan buat kebutuhan hari Sabtu dan makanan itu tak rusak, basi, dan busuk.

Surat Al-Baqarah ayat 57, kata Ibnu Katsir, menjelaskan keutamaan sahabat Nabi Muhammad SAW dibanding sahabat para nabi lainnya dalam soal kesabaran, keteguhan, dan tak menyengsarakan dgn permintaan sulit. Para sahabat Nabi Muhammad SAW tak meminta peristiwa luar biasa (khariqul adat).

Dalam kesulitan perjalanan dan peperangan salah satunya di Tabuk di tengah lapar dan panas terik, mereka tak meminta makanan “langit” selain memperbanyak stok makanan yg terbatas. Padahal permintaan aneh-aneh itu mudah saja bagi para sahabat. Kalau mereka membutuhkan air, Rasulullah cukup berdoa kepada Allah. Awan hitam dating membawa air hujan. Mereka minum dari air hujan, memberi minum unta mereka, dan mengisi bejana-bejana yg mereka punya.

(Jalan sahabat Nabi Muhammad SAW) ini, kata Ibnu Katsir, merupakan jalan paling sempurna cara mengikuti rasul, yaitu berjalan mengikuti takdir Allah (tanpa memanfaatkan keistimewan utusan-Nya) di tengah mengikuti Nabi Muhammad SAW.

Abu Su’ud dalam Isryadul Aqlis Salim ilal Mazayal Kitabil Karim mengatakan, awan itu mengikuti ke mana Bani Israil berjalan buat menaungi mereka. Garis cahaya pun demikian sehingga menerangi ke mana mereka berjalan di malam hari.

Adapun gabungan fi‘il madhi dan fi‘il mudhari pada akhir Surat Al-Baqarah ayat 57 menunjukkan kelewatan batas Bani Israil dalam kezaliman dan kontinuitas mereka dalam kekufuran. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.