TGH. Muhammad Zainul Majdi: Wacana Khilafah Tidak Relevan di Indonesia

– Wacana Khilafah Tidak Relevan di Indonesia, Demikianlah kira-kira petikan isi Pidato Kebangsaan Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A, Gubernur NTB, di Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, yg mengangkat tema Merangkai Simpul-simpul Keindonesiaan.

Acara yg digelar dari jam 21.30 sampai 23.00 pada Juma’at, 2 Februari 2018 kemarin, memang menempatkan TGB. Zainul Majdi, demikian beliau biasa dipanggil, sebagai narasumber tunggal.

Diskusi yg dihadiri peserta terbatas ini berlangsug sangat hangat. Pihak pesantren sengaja mengundang berbagai elemen masyarakat, seperti para kyai, para tokoh masyarakat, akademisi, LSM, mahasantri, mahasiswa, politikus lintas partai, dan professional di kota Cirebon.

Menurut Zainul Majdi, Gubernur NTB yg telah terpilih dua kali ini, hasrat penerapan sistem khilafah di Indonesia tak relevan. Alasannya ialah NKRI ini lahir bukan hadiah dari penjajah, tapi justru sebagai alat buat menggalang persatuan dalam rangka melawan dan mengusir penjajah.

Dalam cermahnya, beliau mengatakan bahwa NKRI ini lahir sebagai penyatuan dari keterpisahan wilayah di Indonesia. Maka, ketika NKRI ini berdiri, kita mendengar bagaimana sejarah mencatat para raja dan sultan menyerahkan kekuasaannya, seperti di Yogjakarta, Solo, di luar Jawa, dan lain-lain buat memperkuat NKRI.

Baca Juga:  Ponpes Al-Makmur Solear Juarai Liga Santri Nusantara Regional Banten

Hal ini, menurutnya, berbeda dgn apa yg terjadi negara-negara seperti Arab Saudi, Oman, atau Kuwait. Di sana, nation yg terbentuk ialah nation yg digagas oleh penjajah buat memecah belah keutuhan.

Kita tahu bahwa Inggris dan Perancis telah memecah belah keutuhan mereka dgn aksi penjajahannya. Maka hadirnya wacana khilafah yg ditawarkan oleh para pemikir di sana mendapat sambutan di masyarakat.

“Jadi, dgn skenario dan pemecahan yg dilakukan para penjajah, maka tumbuhlah resistensi yg kemudian melahirkan kembali sistem kekhalifahan”, tegasnya.

Kita di Indonesia, menurut beliau, tak punya pengalaman itu. Jika nation state yg ada di Jazirah Arab itu merupakan rekayasa dari penjajah Arab buat pemecahan terhadap satu kesatuan, tapi kalau kita di Indonesia justru sebaliknya.

Zainul Majdi mengingatkan banyak di antara kita yg kerap gagal menerjemahkan pengalaman bangsa lain atau orang lain lalu menerapkannya mentah-mentah tanpa proses kontekstualisasi dgn realitas historis kita.

Baca Juga:  NU Sulsel: Selama Masih Dipaksakan, Negara Manapun Tak Akan Terima Khilafah

Misalnya ada seorang pejuang kemerdekaan yg ditangkap penjajah, lalu dijebloskan ke penjara, dan di dalamnya mengalam berbagai penyiksaan. Ketika pejuang tersebut menuliskan pengalamannya, pasti mau menyuarakan pergolakan dan perjuangan melawan penjajahan, namun tak dapat ditangkap mentah-mentah buat konteks kita. “Jadi, yg salah bukan mereka, tapi kitalah yg gagal menerjemahkan pengalaman orang lain dgn kontekstualisasi”, tandasnya.

Dalam Islam, kontekstualisasi ini penting. Menurutnya, Islam tak hadir di wilayah yg kosong, tapi hadir buat mengisi, menyelesaikan, dan mengharmoniskan realitas yg padat dgn segala perbedaan warna-warninya.

Membahas soal nasionalisme, beliau membedakan antara nasionalisme yg dimaknai sebagai hubbul wathon atau cinta negeri yg mewujud dalam kehendak buat lepas dari segala penjajahan dgn nasionalisme yg digunakan buat mengkokohkan hasrat kesombongan sebagai suatu bangsa. “Nasionalisme dgn makna hubbul wathon yg berbentuk kehendak kuat buat lepas dari segala penjajahan diakui oleh Islam”, tegasnya.

KH. Imam Jazuli, Lc., MA, selaku Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, menyatakan pemikiran tokoh muda TGB Zainul Majdi mengenai Indonesia ini sangat dibutuhkan hari ini. Indonesia membutuhkan tokoh-tokoh yg hadir dgn konsep dan komitmen buat menyatukan segala macam perbedaan sehingga keragaman kita menjadi aset kita, bukan malah sebaliknya.

Baca Juga:  Duh, Ketum FPI Serukan Penegakan Khilafah di Indonesia

Pada kesempatan itu, KH. Imam Jazuli, Lc., MA menyebut TGB sebagai gubernur dgn pemikiran yg nasionalis religius serta segudang pengalaman dan prestasi menjadi gubernur dua periode berhasil membangun NTB , “Saya kira beliau layak kita dorong menjadi pemimpin nasional” pungkasnya

Indonesia ini, menurut Kyai Imam Jazuli, mau terperosok ke dalam jurang bencana yg sangat membayahayakan, apabila tokoh-tokohnya hadir buat memecah belah persatuan dgn mengedepankan kebenaran egoisme kelompoknya.

Sumber: Kompasiana.com





Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.