Membahas tentang Negara yg Didirikan Nabi Muhammad: Darul Mitsaq

Nabi SAW mendirikan negara setelah hijrah ke Yatsrib (Madinah). Dengan kata lain, Nabi mendirikan negara Madinah berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yg termaktub dalam Piagam Madinah. Kesepakatan tersebut dijalin oleh Nabi Muhammad dgn agama, kabilah, dan suku-suku lain yg berkembang di Madinah. Madinah kala itu memang berkembang menjadi kawasan yg majemuk atau pluralistik.

Konsensus atau kesepakatan yg tertuang dalam Piagam Madinah berdasarkan asas keadilan buat semua bangsa, baik Muslim, Yahudi, Nasrani, kabilah, dan suku-suku yg hidup di Madinah. Karena dalam halaman 7 disebutkan bahwa faktor penyusunan Piagam Madinah ialah pertama faktor universal, yaitu mengokohkan kemuliaan kemanusiaan (karomah insaniyyah). Kedua, faktor-faktor lokal, yaitu kemajemukan, kecenderungan bertanah air, dan semangat toleransi keagamaan dan kemanusiaan.

Khamami Zada, dkk dalam Meluruskan Pandangan Keagamaan Kaum Jihadis (2018) menjelaskan bahwa Piagam Madinah berisi 47 pasal. Ia merupakan supremasi perjanjian negara pertama dalam sejarah Islam yg didirikan oleh Nabi Muhammad. Dengan kata lain, Nabi SAW mendirikan Darul Mitsaq, negara kesepakatan antarkelompok-kelompok masyarakat yg berbeda-beda. Jadi bila dihubungkan dgn pembentukan dasar negara di Indonesia, para ulama seperti KH Wahid Hasyim, dan lain-lain telah tepat dalam meneladani Nabi sebab melahirkan Pancasila sebagai konsensus kebangsaan.

Karena sistem pemerintahan yg menempuh jejak kenabian ialah berdasarkan kebersamaan dan keadilan bagi semua bangsa dalam perjanjian dan kesepakatan yg termaktub dalam 47 pasal Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah) buat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama. 

Mitsaq al-Madinah menjadi bukti otentik dalam sejarah peradaban Islam bahwa negara pertama yg didirikan Nabi Muhammad SAW ialah negara Madinah, negara kesepakatan atau perjanjian (Darul Mitsaq).

Khilafah ISIS atau kampanye khilafah Hizbut Tahrir bukan khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Karena justru yg dilakukan kelompok ISIS mencederai nilai-nilai ajaran Islam yg menjunjung tinggi kasih sayg terhadap sesama. Mereka mengangkat senjata, menumpahkan darah, dan tak segan-segan membantai kelompok mana pun yg berbeda pandangan serta tak mengikuti daulah yg mau didirikannya.

Begitu juga dgn khilafah yg terus didengungkan oleh Hizbut Tahrir. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kelompok Hizbut Tahrir justru mau mengubah dasar negara dgn menolak Pancasila dan segala sistemnya. Layaknya Piagam Madinah, Pancasila merupakan konsensus kebangsaan yg disepakati oleh para pendiri bangsa (founding fathers) Indonesia.

Para pendiri bangsa di antaranya terdiri dari para ulama dan aktivis Islam. Mereka paham agama dan fikih siyasah sehingga negara berdasarkan Pancasila tak menyalahi syariat Islam. Justru syariat dan nilai-nilai Islam menjadi jiwa bagi Pancasila. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial merupakan nilai-nilai universal Islam yg terkandung dalam Pancasila.

Jika khilafah ‘ala minhajin nubuwwah diterjemahkan sebagai sistem pemerintahan yg mengikuti jejak kenabian, Indonesia merupakan negara yg mempraktikkannya. Ukurannya dapat dilihat bahwa Nabi Muhammad mendirikan negara kesepakatan (Darul Mitsaq) bersama umat beragama, suku, dan kabilah-kabilah di Madinah berdasarkan Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah).

 

Serupa, Indonesia juga mempunyai konsensus kebangsaan atau kesepakatan seluruh bangsa yg mendiami tanah air Republik Indonesia berupa Pancasila. Seluruh bangsa yg ada di dalamnya, tak terkecuali, dilindungi oleh negara selama mereka tak melanggar kesepakatan dan tak melanggar hukum yg berlaku secara norma, etika, dan legal.

Tentu saja penulis tak bermaksud membandingkan atau menyamakan antara produk kesepakatan Nabi Muhammad dalam Piagam Madinah dgn para ulama Indonesia dalam Pancasila. Ulama Indonesia hanya mengambil inspirasi dari praktik pendirian negara Madinah yg dilakukan oleh Nabi Muhammad.

Di sini, Nabi hanya memberikan inspirasi kepada umat Islam bagaimana membangun sistem pemerintahan Islami berdasarkan kesepakatan bersama warga bangsa. Kendati demikian, Islam tetap menjiwai praktik kepemimpinan yg dilakukan oleh Nabi Muhammad kala itu.

Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.