Membahas tentang Bacaan Rasulullah Ketika Masuk Rumah & Kelancaran Rezeki

Membahas tentang rezeki, maka sama halnya membahas perihal suatu bagian yg tak terpisahkan dari siklus ketetapan, siklus penciptaan, serta bagian-bagian yg telah diatur oleh Allah swt dan tercatat di Lauhil Mahfudz, yg semuanya berkaitan dgn takdir.

Sebagai umat Islam, yg harus dipercaya dan diyakini pertama kali ialah janji Allah yg telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, bahwa semua makhluk yg ada di muka bumi telah memiliki jaminan masing-masing tentang rezeki.

Dalam ajaran Islam, rezeki sama sekali tak selalu berhubungan dgn materi. Ia murni sebagai nikmat dari Allah yg wajib disyukuri, baik berupa harta, sehat jasmani dan rohani, serta dapat hidup dgn taat kepada-Nya, semuanya ialah rezeki.

Hanya saja, beberapa orang masih memandang bahwa rezeki ialah tentang kekayaan dan uang yg melimpah, yg hal itu hanya dapat dirasakan oleh beberapa pihak saja.

Kaya dgn memiliki uang yg sangat banyak, tak lantas dapat dinikmati secara menyeluruh, begitu juga dgn hidup miskin, tak lantas membuatnya tak dapat menikmati apa yg dapat dirasakan oleh orang kaya.

Semuanya sama-sama berhak dan niscaya, hanya saja latar belakang miskin terkadang sering dijadikan alasan bahwa mereka tak mau pernah menikmati apa yg dirasakan orang kaya.

Jika kaya ialah suatu keniscayaan bagi manusia, maka miskin juga demikian, ia menjadi sesuatu keniscayaan yg dapat dirasakan oleh siapa saja. Semuanya berhak buat kaya, dan juga niscaya buat fakir dan miskin. Akan tetapi, hidup kaya dgn serba berkecukupan menjadi suatu kemauan setiap manusia.

Hidup dgn tak bergantung kepada orang lain merupakan dambaan setiap makhluk hidup, termasuk manusia.

Oleh sebabnya, dalam catatan sejarah, tak sedikit para sahabat yg mengadukan nasibnya kepada Rasulullah perihal kehidupan mereka yg mengalami kesulitan, hidup fakir miskin dan penuh kekurangan perihal materi.

Rasulullah juga tak menutup mata dan membiarkan mereka terus menerus hidup dalam kekurangan. Beliau memberikan beragam cara dan tips-tips supaya para sahabat terhindar dari kefakiran dan kemiskinan.

Kisah-kisah itu oleh para ulama diabadikan dalam suatu kitab karangan mereka, menjadi suatu bab secara khusus yg hanya menjelaskan tentang cara-cara supaya terhindar dari kemiskinan.

Misalnya, Sayyid Muhammad bin Ali Khirrid al-Alawi al-Husaini at-Tarimi, dalam salah satu kitab karyanya menceritakan tentang suatu riwayat dari sahabat Sahal bin Sa’ad tentang seorang laki-laki yg hidup dalam kefakiran dan kemiskinan.

Salam dan Al-Ikhlas sebelum Masuk Rumah

Dalam kitab tersebut, Sayyid Muhammad bin Ali menceritakan bahwa suatu ketika datang kepada Rasulullah seorang laki-laki, dgn tujuan buat mengadukan nasibnya.

Dalam pertemuannya, laki-laki itu menceritakan kepada Rasulullah bahwa dirinya tumbuh menjadi seorang fakir miskin yg hidupnya tak memiliki penghasilan sedikit pun, kebiasaannya sehari-hari selalu bergantung kepada orang lain; terkadang meminta, kadang juga berutang.

Mendengar kisah kehhidupan laki-laki tersebut, Rasulullah kemudian memberikan tips supaya terhindar dari hidup dalam keadaan fakir miskin. Rasulullah bersabda,

اِذَا دَخَلْتَ مَنْزِلَكَ فَسَلِّمْ، اِنْ كَانَ فِيْهِ أَحَدٌ، وَاِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ أَحَدٌ فَسَلِّمْ عَلَيَّ وَاقْرَأَ (قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ) مَرَّةً وَاحِدَةً

Artinya, “Apabila engkau memasuki rumahmu maka (ucakanlah) salam bila di dalamnya ada satu orang, dan bila tak ada seorang pun di dalamnya, maka (ucapkanlah) salam kepadaku (assalamu alaika ya Rasulallah) dan bacalah (qul huwa Allahu Ahad) satu kali.” (Sayyid Muhammad bin Ali Khirrid, al-Wasailusy Syafiyah fil Adzkarin Nafi’ah wal Auradil Jami’ah [cetakan pertama: 1405 H], halaman 471).

Sebagai umat Islam, ketika laki-laki tersebut mendengar penjelasan Rasulullah, ia sangat bangga dan bersedia buat melakukan apa yg telah dijarakah oleh nabi akhir zaman itu.

Ia pun pulang dgn sangat lega, meski materi berupa uang dan sesamanya tak ia terima dari Rasulullah, mau tetapi dgn bacaan itu telah melebih materi berupa dunia dan isinya.

Sampai di rumah, laki-laki itu langsung mengamalkan apa yg ia terima dari Rasulullah, bahkan ia dgn istiqamah membaca salam ketika hendak masuk ke dalam rumahnya, bila ia tahu di dalam ada orang, dan membaca salam kepada Rasulullah bila tak ada seorang pun, kemudian dilanjut dgn membaca surat Al-Ikhlas. Alhasil, Allah memberikan rezeki melebihi apa yg dimaukan sebelumnya,

فَأَدَرَّ اللهُ عَلَيْهِ الرِّزْقَ، حَتَّى أَفَاضَ عَلَى جِيْرَانِهِ وَقَرَابَاتِهِ

Artinya, “Maka Allah mengatur (memberi) kepadanya rezeki, hingga melimpah kepada tetangga dan kerabatnya.” (Muhammad bin Ali Khirrid: 471).

Membaca Shalawat

Masih dalam kitab yg sama, halaman yg sama, dan kisah yg juga sama, yaitu sama-sama fakir miskin. Namun kisah ini berasal dari sumber yg berbeda.

Sayyid Muhammad bin Ali Khirrid menceritakan kisah Imam al-Qasthalani yg dalam hidupnya juga berbanding lurus dgn kisah laki-laki di atas. Ia juga salah satu ulama yg sejarahnya juga hidup dalam keadaan fakir dan miskin. Sandang pangan sangat sulit baginya disebabkan tak adanya penghasilan sedikit pun dalam kesehariannya.

Demikian Imam al-Qasthalani dalam setiap harinya, hingga umurnya yg telah mendekati senja masih saja dalam hidup yg serba kekurangan. Akan tetapi, suatu ketika ia bermimpi didatangi oleh Rasulullah mimpinya.

Tanpa basa-basi, al-Qasthalani langsung menceritakan hidupnya yg sangat melarat kepada nabi pemberi syafaat itu. Rasulullah kemudian mengatakan kepadanya buat membaca shalat berikut:

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهَبْ لَنَا مِنْ رِزْقِكَ الْحَلَالِ الطَّيِّبِ الْمُبَارَكِ مَا تَصُوْنُ بِهِ وُجُوْهَنَا عَنِ التَّعَرُّضِ اِلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ

Artinya, “Ya Allah limpahkanlah kesejahteraan kepada Nabi Muhammad, dan berilah kepada kami dari rezeki-Mu yg halal, baik, diberkahi, yg dgn rezeki itu dapat menjaga wajah-wajah kami dari bergantung kepada seorang dari makhluk-Mu.”

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa dalam ajaran Islam juga diajarkan tentang cara menjadi orang-orang yg terhindar dari fakir miskin (kaya). Islam tak pernah menutup mata dan membiarkan pemeluknya hidup dalam keadaan melarat. Hanya saja, tolok ukurnya memiliki beberapa cara; ada yg dgn bekerja dan berusaha, dan ada juga yg bekerja disertai dgn zikir-zikir buat meningkatkan spiritual kepada pemberi rezeki, yaitu Allah.

Cara yg terakhir ini harus kembali ditumbuhkan dalam diri setiap muslim, bahwa rezeki tak selalu tentang usaha dan bekerja. Ada juga yg oleh Allah diberikan dgn cara membaca amalan-amalan tertentu dan bacaan khusus sebagaimana yg telah diajarkan Rasulullah kepada laki-laki dan Imam al-Qasthalani di atas.

Ustadz Sunnatullah, pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan, Kokop, Bangkalan, Jawa Timur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.