Membahas tentang Wajah Asli Manusia dalam Pandangan Ilmu Hakikat

Dalam ilmu tasawuf, terdapat hal yg bersifat eksoterik (pengetahuan yg dapat dimengerti oleh siapa saja) dan yg bersifat esoteris (pengetahuan yg dimengerti oleh sejumlah orang secara terbatas). Demikian juga wajah manusia, dalam pandangan ilmu hakikat, mau tampak aslinya.

Dalam ilmu hakikat, wajah manusia dilihat dari sifat batinnya, bukan tampilan fisik lahiriyahnya. Bila memiliki hati yg suci penuh dgn sifat terpuji, yaitu syukur, sabar, ridha, qana’ah, murah hati, lapang dada, pemaaf, dan sifat terpuji lainnya (qalbin salim), maka wajah asli orang tersebut menampakkan cahaya kesucian. 

Adapun orang yg berhati busuk berisi kedengkian, kemarahan, ketamakan, kesombongan, dan sifat tercela lainnya, maka ia hakikatnya memiliki wajah yg buruk rupa meski wajah lahiriyahnya rupawan.

Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah dalam hadits berikut ini:

لا تدخل الملائكة بيتا فيه كلب

 
Artinya,: “Malaikat tak masuk ke dalam rumah yg terdapat anjing di dalamnya,” (Muttafaq alaih dari Abu Thalhah Al-Anshari).

Imam Al-Ghazali mengakui bahwa kata “baytun” (rumah) pada hadits tersebut tak diterjemahkan secara harfiah sebagai batin manusia dan kata “kalbun” (anjing) sebagai dendam, tamak, marah, dan sifat tercela lainnya. Tetapi menurutnya, hadits ini memberikan isyarat lebih jauh buat menelisik wajah asli kita sebagai manusia.

Imam Al-Ghazali kemudian memandang wajah manusia secara ilmu hakikat. Menurutnya, wajah asli manusia ditentukan oleh sifat terpuji dan sifat tercela di dalam batin manusia. 

واعلم أن القلب المشحون بالغضب والشره إلى الدنيا والتكلب عليها الحرص على التمزيق لأعراض الناس كلب في المعنى وقلب في الصورة فنور البصيرة يلاحظ المعاني لا الصور

Artinya: “Ketahuilah, batin manusia yg penuh dendam-kemarahan, ketamakan duniawi, keranjingan dunia, dan hasrat merusak kehormatan orang lain hakikatnya ialah anjing meski tampilan fisiknya ialah hati manusia. Sedangkan cahaya bashirah (mata batin) memandang hakikat, bukan bentuk fisiknya,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 68).

Kulit, artifisial, tampilan fisik, segala hal yg lahiriyah, dan kasatmata di dunia lebih dominan ketimbang substansi dan hakikat. Adapun hakikat tersembunyi di dalamnya. Sedangkan di akhirat nanti segala yg lahiriyah itu tunduk pada sifat asli manusia yg terdapat di dalam batinnya. Oleh sebabnya, setiap orang kelak mau dikumpulkan dalam bentuk aslinya yg hakiki. (Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: I/68).

فيحشر الممزق لأعراض الناس كلبا ضاريا والشره إلى أموالهم ذئبا عاديا والمتكبر عليهم في صورة نمر وطالب الرياسة في صورة 

Artinya: “Orang yg merusak kehormatan orang lain mau dikumpulkan di akhirat sebagai anjing predator, orang yg tamak atas harta orang lain sebagai serigala buas, orang yg arogan sebagai macan tutul, orang yg gila kekuasaan sebagai singa,” (HR Ats-Tsa’labi).

Menurut Imam Al-Ghazali, anjing dan binatang buas lain dipandang hina bukan sebab fisiknya. Anjing dan binatang buas lainnya dipinjam sebagai simbol keburukan sebab sifat kebuasan dan unsur “najisnya” (sifat dendam, tamak, serakah) yg mencemari batin manusia. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.