>
Seiring dengan berkembangnya ilmu hikmah yang ada di masyarakat secara luas, banyak sekali orang memanfaatkan ilmu hikmah untuk berbagai kepentingan tujuan hidupnya. Termasuk di dalamnya beragam media maupun doa-doa yang digunakan untuk memohon pertolongan kepada Allah agar diberi kemudahan dalam mencapai hal yang diinginkan. Tentunya hasrat yang dimaksud adalah untuk hal yang positif, demi kebaikan baik diri sendiri maupun orang lain.
Berbagai sarana spiritual yang digunakan untuk memperoleh tujuan tertentu sangatlah berguna bergantung pada pengguna dan pengamalnya. Salah satu media yang mampu dijadikan sebagai media untuk mendapatkan hajat yang diinginkan yaitu rajah. Di antara Anda mungkin ada yang belum tahu apa itu rajah.
Rajah sama artinya dengan wifiq yang memiliki definisi sebuah tulisan-tulisan tertentu yang mengandung energi sekaligus memiliki kekuatan ghaib dan berkhodam sebagai sarana azimat untuk maksud dan keinginan tertentu bagi yang menghendakinya. Rajah ditulis oleh seorang guru atau ahli ilmu hikmah. Penulisan rajah biasanya berupa tulisan arab, angka-angka, gambar, huruf-huruf tertentu atau simbol-simbol yang diketahui hanya oleh yang membuatnya. Selain itu, di dalam rajah terdapat kode sandi yang sangat banyak sekali kurang lebih sekitar 10.333 kode sandi.
Pendapat Ulama’ Tentang Rajah
Rajah termasuk azimat atau sering dikenal dengan istilah jimat. Para ulama’ berbeda pendapat akan hal ini. Sebagian pendapat para ulama ada yang mengatakan bahwa orang yang menggunakan jimat termasuk perbuatan syirik. Hal itu dikarenakan mereka meyakini adanya kekuatan selain di luar Allah.
Hal ini ditegaskan dalam sabda nabi yang berbunyi, “Barangsiapa yang bergantung kepada jimat, maka Allah tidak akan menyempurnakan (kesehatannya).” (HR. Ahmad dan alHakim). Ada juga riwayat lain yang mengatakan, “Barangsiapa yang memakai jimat, maka sungguh ia telah syirik.” (HR. Ahmad dan al-Hakim, dan dishahihkan al-Albani
Beberapa ulama’ yang melarang menggunakan jimat adalah Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Hudzaifah, Ugbah bi Amir, dan Ibnu Akim. Mereka berdalil pada hadits Ibnu Mas’ud yang mendengar Rasulullulah SAW bersabda, “Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan guna-guna termasuk asyirik.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Hadits merupakan perkataan nabi yang tidak bisa ditelan mentah-mentah. Orang yang menafsirkannya secara apa adanya tentu saja bisa salah paham akan hal ini. Ya, jimat bisa menjadi syirik apabila penggunaannya diyakini sepenuhnya sebagai sumber kekuatan dan mengesampingkan kebesaran Allah.
Salah seorang ulama ternama yaitu Imam Ath-Thayyibi mengatakan bahwa jika seseorang meyakini bahwa jimat tersebut mempunyai kekuatan dan bisa mempengaruhi (merubah sesuatu), tentu saja hal itu sangat bertentangan dengan kekuasaan Allah. Selain itu, Imam Al-Munawi menjelaskan bahwa pengguna jimat sama dengan melakukan pekerjaan ahli syirik apabila mereka meyakini jimat sebagai penolak takdirnya yang sudah tercatat.
Di sisi lain, Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan hukum orang menggunakan jimat (rajah) adalah mubah (boleh) jika digunakan untuk hal-hal yang diperbolehkan syari’at dan jika digunakan untuk melakukan hal haram, maka hukumnya adalah haram.
Dari beberapa pendapat tersebut, jelas sudah bahwa apabila seseorang yang memanfaatkan rajah hanya digunakan sebagai sarana saja dan Allah yang merupakan pusat pengabul segala keinginan, maka hal itu tidaklah menjadi soal. Sama halnya ketika seseorang yang sedang sakit kemudian meminum obat dari dokter, lantas menjadi sembuh, tentu saja bukan obat yang menyembuhkan, melainkan Allah yang memberikan kesembuhan. Sedangkan obat hanya sebagai sarana.
Menggunakan rajah sebagai sarana tentu saja bertujuan untuk memberikan manfaat, kebaikan, dan beragam hal positif lain dengan maksud menyelesaikan persoalan hidup yang sedang dihadapi. Orang yang menulis rajah bukanlah sembarangan. Dia harus mengetahui dan memahami setiap apa yang ditulisnya sekaligus hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya. Maka dari itu, penulis rajah adalah orang dekat dengan Allah yaitu seorang guru, spiritualis, atau ahli ilmu hikmah.
Aturan Menulis Rajah
Selain itu, menulis rajah pun terdapat beberapa aturan yang harus dipenuhi agar hikmah-hikmah maupun energi positif benar-benar merasuk ke dalam huruf-huruf, angka-angka, atau simbol-simbol yang dituliskan. Aturan tersebut bisa berupa tata cara penulisan, waktu, media yang digunakan untuk menulis.
Misalnya saja dalam menulis rajah sebelumnya harus berwudhu (dalam keadaan suci) atau melakukan salat sunah terlebih dulu, menulisnya pun menghadap kiblat, waktu-waktu tertentu seperti tengah malam atau sepertiga malam terakhir, penggunaan tinta maupun kertas atau media lain yang sesuai, sebelumnya membaca doa terlebih dulu, dan aturan lainnya. Penulisan rajah yang tidak berdasarkan aturan akan berpengaruh pada khasiat atau hikmah yang akan diperolehnya manfaatnya kelak.
Sejatinya, rajah yang telah ditulis oleh seorang ahli ilmu hikmah dengan tata cara yang sesuai, dapat memiliki fadhilah luar biasa bagi penggunanya. Di dalamnya terdapat energi positif, khodam, serta kekuatan ghaib yang mampu memberikan perlindungan dan pertolongan berbagai permasalahan kepada para penggunanya.
Tentu saja hal itu digunakan hanya sekadar sebagai sarana memperoleh keinginan yang diharapkan. Sedangkan kekuatan terbesar hanyalah dimiliki Allah SWT. Dialah yang Maha berkuasa atas segala-galanya. Tetapkan dan yakinkan hati dengan memohon bantuan hanya kepada Allah melalui sarana rajah yang telah ditulis sesuai dengan aturan.
Akan tetapi, dalam menuliskan rajah harus memperhatikan beberapa hal agar bermanfaat dan tidak merusak akidah. Syarat-syarat tersebut adalah harus menggunakan kalam Allah, sifat Allah, asma (nama) Allah atau sabda nabi, menggunakan bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami makna atau artinya, dan tertanam keyakinan bahwa rajah yang digunakan sebagai jimat itu tidak dapat memberi pengaruh apa pun, tetapi hanya karena takdir dan kekuasaan Allah SWT hajat dapat terkabul.
Menggunakan Rajah Sekaligus Amalan Hikmah
Secara prinsip, antara rajah dengan amalan hikmah memiliki perbedaan. Rajah biasanya digunakan sebagai azimat yang berupa tulisan-tulisan arab, angka-angka, maupun simbol-simbol yang memiliki kekuatan ghaib dan bersifat positif. Aturan penggunaannya pun beragam, misalnya ditempelkan di dinding kamar, rumah, pintu, maupun tempat-tempat tertentu. Bisa juga harus selalu dibawa ke manapun kecuali ketika masuk ke dalam kamar mandi.
Adapun amalan hikmah merupakan sebuah amalan atau laku tirakat batin dengan melakukan ritual tertentu atau membaca doa-doa, wirid, maupun bacaan-bacaan tertentu yang telah diajarkan oleh para nabi, sahabat, wali, bahkan para ulama untuk memperoleh derajat kemakrifatan di sisi Allah. Tidak semua orang mampu mencapai tingkat makrifatullah (mengenal Allah).
Hanya orang-orang yang hati dan jiwanya bersih yang mampu mengenal Allah sehingga dapat memperoleh maunah (pertolongan) dari-Nya. Ketika seseorang telah mencapai makrifat, tentu saja Allah lebih dekat dengan hamba-Nya. Karena kedekatan itulah, segala rahmat, berkah, dan pertolongan akan terlimpah kepada hamba yang benar-benar taat dan berbakti kepada-Nya.
Pastinya untuk dapat melakukan amalan hikmah harus dibimbing oleh seorang guru, spiritualis, atau ahli ilmu hikmah. Karena amalan hikmah berkaitan dengan daya batin dan hati, maka harus ada seseorang yang ahli di bidangnya agar tidak terjerumus oleh kesesatan. Bisa juga nanti akan dapat berakibat buruk pada kondisi jiwanya.
Maka dari itu, peran guru ilmu hikmah sangatlah penting untuk dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada orang-orang yang ingin melakukan amalan hikmah. Orang-orang yang sering berdzikir (mengingat Allah) dengan cara membaca kalimat-kalimat toyibah dapat meningkatkan daya spiritualitasnya sehingga Allah akan dengan segera memberikan apa yang diinginkan hamba-Nya itu.
Sebenarnya, orang yang hanya menggunakan rajah saja sudah mampu merasakan hikmah luar biasa. Karena di dalam rajah termaktub berbagai tulisan-tulisan arab yang bersumber dari kalam Ilahi dan mengandung energi serta kekuatan ghaib positif. Sehingga dapat membantu memberikan pertolongan kepada orang yang memakinya dengan Allah sebagai pusat kekuatan dan kekuasaan.
Apalagi jika rajah tersebut disertai dengan sebuah amalan hikmah khusus yang dapat menunjang terwujudnya keinginan, tentu hal itu akan memberikan daya yang lebih kuat lagi. Dengan demikian, ketika rajah disertai dengan amalan hikmah khusus yang sesuai dengan keinginan para penggunanya sebagai media untuk memperoleh ridho dan pertolongan dari Allah, pastinya akan memberikan manfaat yang sangat dahsyat dan luar biasa.
Pada dasarnya, antara rajah dan amalan hikmah dapat berdiri sendiri digunakan atau diamalkan untuk dapat diambil berbagai manfaat yang terkandung di dalamnya. Masing-masing memiliki hikmah luar biasa bergantung pada tingkat keyakinan dan kepercayaan seseorang terhadap kekuasaan Allah dalam membantunya menyelesaikan segala persoalan yang sedang dihadapi. Akan tetapi, apabila keduanya dipadukan, tentu saja akan memberikan hikmah yang lebih besar lagi.
Gabungan kedua unsur tersebut antara rajah dan amalan hikmah, mampu memberikan penunjang daya energi positif yang lebih besar lagi sehingga mampu memberikan sumbangsih yang lebih tinggi dan besar. Sehingga dengan demikian, bukan hal mustahil keinginan dapat segera terwujud atau bahkan dapat memberikan manfaat-manfaat yang melebihi ekspektasi di luar dugaan pengguna maupun pengamalnya.