Membahas tentang tiga Kelompok Jahil yg Tak Perlu Digubris menurut al-Ghazali

Sebagai makhluk sosial, manusia tentu membutuhkan orang lain buat saling berinteraksi satu sama lain. Di antara interaksi tersebut ialah tanya jawab dan diskusi. Mengenai hal ini, Imam al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad menyebutkan ada 4 (empat) kelompok yg terinfeksi penyakit jahil (orang bodoh) yg dapat dikaitkan dgn aktivitas tanya jawab atau diskusi.

 

Satu dari empat kelompok jahil tersebut dapat diajak bicara buat menjawab pertanyaan atau menyampaikan ilmu. Adapun kepada tiga sisanya, lebih baik tak perlu memberi respons apa pun pada setiap pertanyaan yg mereka ajukan, sebab menyampaikan ilmu atau diskusi dgn mereka hanya mau menghabiskan waktu dan energi yg dapat berujung pada debat kusir.

 

 

Pertama, orang jahil yg menyimpan dengki dan benci dalam hatinya. Menurut Imam al-Ghazali, ketika orang seperti ini mengajukan pertanyaan kemudian dijawab dgn baik dan benar, jawaban tersebut mau dianggap salah bahkan justru dgn jawaban itu mau menambah kebencian, kedengkian, dan permusuhan kepada orang yg menjawab pertanyaannya. Bagi orang yg hatinya telah tertanam benci, benar dan salah mau dianggap sama: semuanya salah. Bahkan, kelompok ini dapat menjadi pihak yg mengadu domba antara ulama satu dgn ulama lainnya.

 

Kedua, orang jahil nan ngeyel. Dia punya setetes ilmu kemudian menyepelekan kapasitas keilmuan orang alim yg telah menghabiskan waktunya buat belajar dan mengaji dalam waktu yg cukup lama. Jika orang jahil semacam ini mengajukan pertanyaan, kiranya tak perlu dijawab sebab sejak awal si jahil ini telah membangun persepsi bahwa orang lain juga sama dgn dirinya sehingga tak mungkin dapat menjawab pertanyaan yg dilontarkan. Imam al-Ghazali menyebut kelompok ini dgn hamaqah (dungu).

 

Ketiga, jahil yg sulit diberikan penjelasan. Jawaban atau penjelasan apa pun tak dapat diterima sebab keterbatasan daya tangkap. Jahil jenis ketiga ini punya kesulitan dalam menangkap atau menerima ilmu yg disampaikan. Imam al-Ghazali menganjurkan buat tak memberikan jawaban atas pertanyaan yg mereka ajukan. Hal ini sesuai dgn sabda Rasulullah, “Kami, para nabi, diperintahkan buat berbicara kepada manusia menurut kemampuan akal pikiran mereka.”

 

 

Keempat, jahil yg punya kemampuan menangkap ilmu dan hatinya pun bersih tak terkontaminasi oleh hasut, dengki, amarah, mampu mengendalikan syahwat serta punya kemauan buat menghilangkan kebodohannya. Menurut Imam al-Ghazali, pertanyaan-pertanyaan yg diajukan oleh kelompok jahil ini harus dijawab sampai tuntas supaya dapat mendapatkan jawaban yg memuaskan.

 

Muhammad Aiz Luthfi, Redaktur NU Online


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.