Membahas tentang Cara Menebus Dosa Ghibah

Ghibah ialah salah satu dosa besar dalam Islam. Ghibah mengandung daya rusak sosial luar biasa. Oleh sebab itu, dosa ghibah mesti ditebus supaya tak menjadi tanggungan kelak di akhirat yg dapat menguras perbendaharaan pahala kita.

Imam Al-Ghazali menyebutkan sejumlah cara atau langkah yg harus ditempuh bagi orang yg terlanjur melakukan dosa ghibah.

اعلم أن الواجب على المغتاب أن يندم ويتوب ويتأسف على ما فعله ليخرج به من حق الله سبحانه ثم يستحل المغتاب ليحله فيخرج من مظلمته وينبغي أن يستحله وهو حزين متأسف نادم على فعله

Artinya: “Ketahuilah, orang yg melakukan ghibah wajib menyesal, bertobat, dan bersedih atas perbuatan ghibahnya supaya ia dapat keluar dari hak Allah, kemudian ia meminta maaf kepada orang yg dighibahkan supaya korban merelakannya sehingga ia dapat keluar dari dosa kezalimannya. Ia seyogianya meminta maaf kepada orang yg dighibahkan buat merelakannya dgn keadaan bersedih dan menyesal atas perbuatannya,” (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439 H-1440 H], juz III, halaman 158).

Adapun permohonan ampun (istighfar) oleh pelaku ghibah buat korban ghibah sangat dianjurkan sebagai kafarat atau penebus dosa ghibah. Mendoakan korban merupakan salah satu jalan kafarat sebagaimana hadits berikut ini:

قال رسول الله صلى الله عليه و سلم كفارة من اغتبته أن تستغفر له

Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Kafarat (penebusan dosa) terhadap orang yg kau ghibahkan ialah kau memintakan ampunan Allah (istighfar) buatnya,’” (HR Ibnu Abid Duniya dan Musnad Harits bin Abi Usamah).

Orang yg membawa dosa ghibah tanpa penebusan mau diadili di akhirat. Pelaku kezaliman berupa ghibah salah satunya mau dituntut buat membayar kezalimannya dgn pahala yg dia punya. Kelak ketika pahalanya habis dan tak ada lagi pahala buat menebus kezalimannya, dosa korban mau ditimpakan kepada pelaku. Betapa malangnya nasib orang-orang zalim sebagaimana riwayat hadits berikut ini:

روي أنه صلى الله عليه و سلم قال من كانت لأخيه عنده مظلمة في عرض أو مال فليستحللها منه من قبل أن يأتي يوم ليس هناك دينار ولا درهم إنما يؤخذ من حسناته فإن لم يكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فزيدت على سيئاته

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa saja yg menyisakan kezaliman harga diri atau harta pada saudaranya, hendaklah ia meminta maaf kepada saudaranya sebelum tiba hari di mana tak ada lagi dinar dan dirham. Kelak pahala pelaku ghibah mau diambil (buat korban ghibahnya). Jika pelaku tak lagi memiliki pahala, maka dosa korban mau diambil dan dipindahkan ke dalam catatan dosa pelaku, ’” (HR Muttafaq alaih).

Adapun permohonan maaf (istihlal) kepada korban wajib dilakukan sekiranya ia mampu dan tak menimbulkan respons negatif. Sekiranya korban mau naik pitam dan berbuat kalap, permohonan maaf  sebaiknya tak dilakukan. Tetapi ia harus mengkompensasinya dgn istighfar, doa, dan amal ibadah lain yg pahalanya dimaksudkan buat korban.

فإذن لا بد من الاستحلال إن قدر عليه فإن كان غائبا أو ميتا فينبغي أن يكثر له الاستغفار والدعاء ويكثر من الحسنات

Artinya: “Kalau begitu, permintaan maaf pelaku (agar korban sudi merelakan ghibah terhadapnya) harus dilakukan bila mampu. Tetapi bila posisi korban entah di mana atau telah meninggal, maka pelaku seharusnya memperbanyak istighfar, doa, dan kebaikan (yg pahalanya dimaksudkan) buat korban ghibah,” (Al-Ghazali, 2018 M/1439 H-1440 H: III/158).

Demikian cara atau langkah penebusan dosa ghibah dan kezaliman secara umum kepada orang lain. Sekiranya diperlukan pelaku juga harus mengklarifikasi di publik sekiranya ghibah itu merupakan informasi hoaks. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.