Membahas tentang tiga Jenis Nafkah yg Wajib Dipenuhi Suami Kepada Istri

Pada kesempatan ini kami mau mengulas tentang Membahas tentang tiga Jenis Nafkah yg Wajib Dipenuhi Suami Kepada Istri,

Saat dua insan telah menuju ke jenjang pernikahan, tak dapat luput dari sejumlah kewajiban dalam hidup rumah tangga. Dalam Islam, laki-laki dan perempuan yg telah menjadi pasangan suami istri memiliki hak dan kewajibannya masing-masing.

Dalam tulisan kali, coba menjelaskan tentang salah satu kewajiban suami terhadap istri, yakni memberi nafkah.

Nafkah ialah sebuah kewajiban yg harus dilaksanakan. Nah, berikut penjelasan mengenai 3 nafkah yg harus diberikan suami kepada istri:

1. Nafkah Keluarga

Sebagai seorang kepala rumah tangga, suami wajib memenuhi semua kebutuhan hidup sehari-hari istri dan anak-anak. Mulai dari tempat tinggal, makanan, pakaian, obat-obatan serta pendidikan buat anak-anak.

Hal tersebut senada dgn perintah Allah dalam penggalan QS. Al-Baqarah ayat 233:

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dgn cara ma'ruf. Seseorang tak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”

2. Nafkah Barang Pribadi Istri

Selain itu, suami tak boleh melupakan nafkah barang pribadi istri. Perlu diketahui bahwa uang bulanan yg biasa diberikan kepada istri berbeda dgn nafkah pribadi. Yang mana uang bulanan masuk kepada nafkah keluarga yg biasanya digunakan buat kehidupan sehari-hari.

Sedangkan nafkah barang pribadi yaitu buat kepentingan pribadi sang istri, meskipun istri juga memiliki penghasilan sendiri.

Berdasarkan pendapat para ulama bahwa penghasilan istri ialah hak istri. Suami tak berhak atasnya kecuali dgn keridaan sang istri. Jadi nafkah pribadi yg diberikan suami tersebut dapat digunakan sesuai kebutuhan istri, atau mungkin tetap ditabung buat kebutuhan mendadak di lain waktu.

3. Nafkah Batin

Selanjutnya nafkah batin, yg mana nafkah tak melulu soal materi. Melainkan ketenangan jiwa dalam rumah tangga juga harus dilaksanakan. Ketenangan tersebut bukan sekedar hubungan intim suami istri saja. Melainkan cara bersikap suami terhadap istri seperti tak kasar, menjaga komunikasi yg baik, tak egois, serta menjaga komitmen pernikahan.

Beberapa nafkah di atas hendaklah senantiasa diingat dan dilaksanakan oleh para suami sebab telah menjadi kewajiban dalam rumah tangga. Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda:

“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yg menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud-Ibnu Hibban)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu kewajiban suami terhadap istri ialah memenuhi nafkah istri dgn kemampuan yg ia miliki, tanpa melihat penghasilan pribadi sang istri.

Hal ini disebabkan istri ialah tanggung jawab suami yg seharusnya ditanggung hidupnya. Seperti yg terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 233, suami memberikan nafkah sesuai batas kemampuannya, dan sebagai istri hendaknya juga menerima bagaimana pun keadaan suami tanpa memaksakan kehendak sendiri.

Demikianlah ulasan mengenai Membahas tentang tiga Jenis Nafkah yg Wajib Dipenuhi Suami Kepada Istri . apabila ada pertanyaan dapat dgn menuliskan pada kolom komentar dibawah ini.

terima kasih





Membahas tentang Fiqih Industri & Ruang Lingkup Kajiannya

Industri seringkali dimaknai sebagai sebuah kegiatan ekonomi buat menghasilkan produk berupa barang (ain) atau jasa (manfaat) yg bernilai lebih tinggi dibanding bahan bakunya.

 

Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi maka rukun industri pada dasarnya ada 5, yaitu:

 

  1. Adanya aktivitas pengolahan bahan baku menjadi barang jadi atau barang setengah jadi sehingga harganya lebih mahal dibanding aslinya
  2. Adanya pihak karyawan yg bekerja (‘ummal) sesuai dgn standar operating procedure (SOP) yg telah ditetapkan oleh pemilik modal (rabbu al-maal)
  3. Adanya modal yg disertakan oleh pemiilik modal, baik berupa bahan baku industri atau bahkan lokasi industri itu sendiri
  4. Adanya hasil berupa produk industri yg terdiri dari barang atau jasa.
  5. Adanya sistem bagi hasil (mudharabah) atau sistem pengupahan (ijarah), prestasi (ju’alah), dan sejenisnya.

 

Saat diksi industri ini dilekatkan dgn diksi fiqih, maka ada pengertian baru yg muncul di sana. Apa itu?

 

Sebagaimana kita ketahui, bahwa fiqih ialah sebuah ilmu yg berbicara mengenai hukum-hukum syara’ (al-ilmu bil ahkami al-syar’iyyah) yg digali lewat dalil-dalil tafshily (rinci) dgn mekanisme ijtihad.

 

Berangkat dari penggabungan dua diksi itu maka yg dimaksud sebagai fiqih industri, telah barang tentu memiliki wilayah cakupan ruang kajian yg terdiri dari hukum-hukum syara’ dgn objek hukumnya (mahkum bih) terdiri dari aktivitas perindustrian. Alhasil, kelima rukun industri di atas, secara tak langsung menjadi objek garapan pembahasannya.

 

Berangkat dari sini, maka pertanyaan yg seyogianya harus ditelaah dan dikupas berkaitan dgn fiqih industri ialah meliputii hal-hal yg secara tertib urutannya sebagai berikut:

  1. Apakah proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi telah memenuhi standar pengolahan sesuai syara’?
  2. Apakah relasi karyaawan dan pemodal telah memenuhi standar akad yg telah dilegalkan oleh syara’?
  3. Apakah tujuan dasar dari kegiatan industri ini merupakan yg legal dan dibenarkan oleh syara’?
  4. Apakah produk yg dihasilkan oleh industri itu telah memenuhi standar produk sesuai syara’?
  5. Apakah sistem bagi hasil dari industri ini telah sesuai dgn ikatan / relasi akad yg dibangun?

 

Kemampuan menelaah dan melakukan perincian terhadap kelima pertanyaan ini, secara tak langsung menjadi tugas utama guna menghadirkan fiqih produksi ke hadapan masyarakat umum secara luas, sehingga menjadi tepat sasaran dan tepat guna.

 

Namun, sebab ruang lingkup kajiannya ialah bab fiqih namun dgn background utama ialah dunia industri, maka alangkah lebih baik apabila susunan pengkajian menyesuaikan dgn tertib urutan fiqih muamalah yg selama ini telah kita kaji bersama. Apa saja?

 

Pertama, shighah akad yg memungkinkan berlaku dan terjadi dalam dunia industri antara sesama para investor, antara investor dgn karyawan produksi, antara investor dgn mitra lainnya, seperti toko retail, dan sejenisnya

 

Kedua, muta’aqidain (dua pihak yg berakad). Objek yg menjadi kajian telah pasti berkaitan dgn sah tidaknya kedua pelaku sebagai ahli tasharruf (pengelola) harta. Apabila akadnya berbasis kemitraan, maka objek yg dikajii ialah sah atau tidaknya kedua pihak yg berakad tersebut sah berlaku sebagai syarik, sebagai ‘amil qiradl, sebagai mudharib atau bahkan ‘amil murabahah.

 

Ketiga, objek kegiatan industri. Yang dikaji dalam wilayah ini telah pasti berkaitan dgn jenis-jenis kegiatan produksinya. Misalnya, industri itu bergerak di bidang perdagangan, ekspor impor, atau kegiatan produksi khamr, obat-obatan, racun serangga, kosmetik, dan lain sebagainya. Wilayah-wilayah pendistribusian, dan sumber pengambilan bahan mentah yg diwujudkan buat dijual, merupakan bagian dari objek garapan jenis kegiatan industri tersebut.

 

Keempat, produk industri itu sendiri. Misalnya Grab atau Gojek, maka produk yg dijanbilan ialah jasa transportasi. Jikalau produk itu berupa barang, apakah barangnya telah masuk kategori barang yg sah diperjualbelikan atau tidak.

 

Kelima, ialah sistem bagi hasil deviden, sistem pemberian kompensasi ganti rugi kerusakan terhadap lingkungan, sosial dan etika, yg secara tak langsung merupakan imbas terjadinya akad.

 

Demikianlah sekadar pengantar buat masuk dalam ruang yg lebih jauh guna membahas fiqih industri tersebut. Insyaallah, kita mau gali sedikit demi sedikit terkait dgn hal-hal yg telah penulis sebutkan di atas tadi.

 

Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur


Membahas tentang Tidur Pagi Penghalang Rezeki, Benarkah?

Pada kesempatan ini kami mau mengulas tentang Membahas tentang Tidur Pagi Penghalang Rezeki, Benarkah?,

Tidur memanglah salah satu aktivitas yg menyenangkan. Selain jadi media buat mengistirahatkan tubuh, tidur juga dapat mengembalikan semangat yg baru ketika ketika terbangun. 

Biasanya tidur dilakukan pada malam hari, dan ada juga yg menambah waktu tidurnya di siang hari setelah lelah beraktivitas sedari pagi. Tetapi tak sedikit juga mereka yg mengganti waktu tidurnya menjadi pagi hari disebabkan kelelahan begadang pada malam harinya.

Lalu bagaimana pandangan Islam terhadap kasus ini? Sedangkan telah sangat jelas firman Allah dalam QS. Al-Qashash ayat 73:

وَمِن رَّحْمَتِهِۦ جَعَلَ لَكُمُ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا۟ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِهِۦ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: Dan sebab rahmat-Nya, Dia jadikan buatmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan supaya kamu bersyukur kepada-Nya.

Segala aspek kehidupan telah diatur sebaik mungkin oleh Allah Swt, hal ini supaya manusia senantiasa bersyukur dgn apa yg diberikan oleh-Nya. Namun tak semua orang yg dapat mengamalkannya.

Mereka seakan meragukan pemberian Allah yg terdapat dalam ayat tersebut, sehingga tak menghiraukan waktu pagi yg sebenarnya sangat baik buat mencari rezeki. Tidak sedikit mereka yg kembali terlelap di pagi hari, padahal Rasulullah ﷺ bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَةُ تَمْنَعُ الرِّزْقَ

Artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Tidur pagi dapat menolak rezeki.” (HR. Ahmad)

Berdasarkan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa tidur pagi dapat menghalangi rezeki. Maka sebagai umat muslim yg beriman hendaklah mengamalkan segala perintah Allah dgn baik dan benar bila mau memiliki hidup yg baik dan diridai oleh-Nya.
 

Demikianlah ulasan mengenai Membahas tentang Tidur Pagi Penghalang Rezeki, Benarkah? . apabila ada pertanyaan dapat dgn menuliskan pada kolom komentar dibawah ini.

terima kasih





Membahas tentang tiga Kelompok Jahil yg Tak Perlu Digubris menurut al-Ghazali

Sebagai makhluk sosial, manusia tentu membutuhkan orang lain buat saling berinteraksi satu sama lain. Di antara interaksi tersebut ialah tanya jawab dan diskusi. Mengenai hal ini, Imam al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad menyebutkan ada 4 (empat) kelompok yg terinfeksi penyakit jahil (orang bodoh) yg dapat dikaitkan dgn aktivitas tanya jawab atau diskusi.

 

Satu dari empat kelompok jahil tersebut dapat diajak bicara buat menjawab pertanyaan atau menyampaikan ilmu. Adapun kepada tiga sisanya, lebih baik tak perlu memberi respons apa pun pada setiap pertanyaan yg mereka ajukan, sebab menyampaikan ilmu atau diskusi dgn mereka hanya mau menghabiskan waktu dan energi yg dapat berujung pada debat kusir.

 

 

Pertama, orang jahil yg menyimpan dengki dan benci dalam hatinya. Menurut Imam al-Ghazali, ketika orang seperti ini mengajukan pertanyaan kemudian dijawab dgn baik dan benar, jawaban tersebut mau dianggap salah bahkan justru dgn jawaban itu mau menambah kebencian, kedengkian, dan permusuhan kepada orang yg menjawab pertanyaannya. Bagi orang yg hatinya telah tertanam benci, benar dan salah mau dianggap sama: semuanya salah. Bahkan, kelompok ini dapat menjadi pihak yg mengadu domba antara ulama satu dgn ulama lainnya.

 

Kedua, orang jahil nan ngeyel. Dia punya setetes ilmu kemudian menyepelekan kapasitas keilmuan orang alim yg telah menghabiskan waktunya buat belajar dan mengaji dalam waktu yg cukup lama. Jika orang jahil semacam ini mengajukan pertanyaan, kiranya tak perlu dijawab sebab sejak awal si jahil ini telah membangun persepsi bahwa orang lain juga sama dgn dirinya sehingga tak mungkin dapat menjawab pertanyaan yg dilontarkan. Imam al-Ghazali menyebut kelompok ini dgn hamaqah (dungu).

 

Ketiga, jahil yg sulit diberikan penjelasan. Jawaban atau penjelasan apa pun tak dapat diterima sebab keterbatasan daya tangkap. Jahil jenis ketiga ini punya kesulitan dalam menangkap atau menerima ilmu yg disampaikan. Imam al-Ghazali menganjurkan buat tak memberikan jawaban atas pertanyaan yg mereka ajukan. Hal ini sesuai dgn sabda Rasulullah, “Kami, para nabi, diperintahkan buat berbicara kepada manusia menurut kemampuan akal pikiran mereka.”

 

 

Keempat, jahil yg punya kemampuan menangkap ilmu dan hatinya pun bersih tak terkontaminasi oleh hasut, dengki, amarah, mampu mengendalikan syahwat serta punya kemauan buat menghilangkan kebodohannya. Menurut Imam al-Ghazali, pertanyaan-pertanyaan yg diajukan oleh kelompok jahil ini harus dijawab sampai tuntas supaya dapat mendapatkan jawaban yg memuaskan.

 

Muhammad Aiz Luthfi, Redaktur NU Online


Membahas tentang Doa Naik Kendaraan

Kendaraan merupakan bagian dari keseharian orang hari ini. Saat berkendara, kita dianjurkan buat membaca doa berkendaraan sebagaimana keterangan berbagai riwayat yg dikutip Imam An-Nawawi dalam Kitab Al-Adzkar-nya.

 

Imam Nawawi mengutip riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasai dari Sayyidina Ali ra terkait doa berkendaraan. Orang yg berkendara dianjurkan buat membaca sejumlah doa berikut:

1. Bismillah.

2. Kemudian membaca doa berikut:

الحَمْدُ للهِ/سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ

Alhamdulillāhilladzī/subhānalladzī sakhkhara lanā hādzā wa mā kunnā lahū muqrinīna, wa innā ilā rabbinā lamunqalibūna.

Artinya, “Segala puji bagi Allah/maha suci Tuhan yg telah menundukkan semua ini bagi kami. Padahal kami sebelumnya tak mampu menguasainya. Sungguh, kami mau kembali kepada Tuhan kami.”

3. Alhamdulillāh (3 kali).

4. Allāhu akbar (3 kali).

5. Kemudian membaca doa berikut:

سُبْحَانَكَ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى فَاغْفِرْ لِى فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ

Subhānaka innī zhalamtu nafsī faghfirlī fa innahū lā yaghfiruz dzunūba illā anta.

Artinya, “Maha suci Engkau, sungguh aku menganiaya diriku, maka ampunilah aku. Sungguh, tak ada yg mengampuni dosa selain Engkau.”

Demikian kelengkapan doa berkendaraan. (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 188).

 

Tetapi umumnya orang menyingkat doa berkendaraan dgn membaca nomor 1 (basmalah) atau nomor 1 (basmalah) dan nomor 2 (Alhamdulillāhilladzī/subhānalladzī sakhkhara lanā hādzā wa mā kunnā lahū muqrinīna, wa innā ilā rabbinā lamunqalibūna). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)

Membahas tentang Negara yg Didirikan Nabi Muhammad: Darul Mitsaq

Nabi SAW mendirikan negara setelah hijrah ke Yatsrib (Madinah). Dengan kata lain, Nabi mendirikan negara Madinah berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yg termaktub dalam Piagam Madinah. Kesepakatan tersebut dijalin oleh Nabi Muhammad dgn agama, kabilah, dan suku-suku lain yg berkembang di Madinah. Madinah kala itu memang berkembang menjadi kawasan yg majemuk atau pluralistik.

Konsensus atau kesepakatan yg tertuang dalam Piagam Madinah berdasarkan asas keadilan buat semua bangsa, baik Muslim, Yahudi, Nasrani, kabilah, dan suku-suku yg hidup di Madinah. Karena dalam halaman 7 disebutkan bahwa faktor penyusunan Piagam Madinah ialah pertama faktor universal, yaitu mengokohkan kemuliaan kemanusiaan (karomah insaniyyah). Kedua, faktor-faktor lokal, yaitu kemajemukan, kecenderungan bertanah air, dan semangat toleransi keagamaan dan kemanusiaan.

Khamami Zada, dkk dalam Meluruskan Pandangan Keagamaan Kaum Jihadis (2018) menjelaskan bahwa Piagam Madinah berisi 47 pasal. Ia merupakan supremasi perjanjian negara pertama dalam sejarah Islam yg didirikan oleh Nabi Muhammad. Dengan kata lain, Nabi SAW mendirikan Darul Mitsaq, negara kesepakatan antarkelompok-kelompok masyarakat yg berbeda-beda. Jadi bila dihubungkan dgn pembentukan dasar negara di Indonesia, para ulama seperti KH Wahid Hasyim, dan lain-lain telah tepat dalam meneladani Nabi sebab melahirkan Pancasila sebagai konsensus kebangsaan.

Karena sistem pemerintahan yg menempuh jejak kenabian ialah berdasarkan kebersamaan dan keadilan bagi semua bangsa dalam perjanjian dan kesepakatan yg termaktub dalam 47 pasal Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah) buat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama. 

Mitsaq al-Madinah menjadi bukti otentik dalam sejarah peradaban Islam bahwa negara pertama yg didirikan Nabi Muhammad SAW ialah negara Madinah, negara kesepakatan atau perjanjian (Darul Mitsaq).

Khilafah ISIS atau kampanye khilafah Hizbut Tahrir bukan khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Karena justru yg dilakukan kelompok ISIS mencederai nilai-nilai ajaran Islam yg menjunjung tinggi kasih sayg terhadap sesama. Mereka mengangkat senjata, menumpahkan darah, dan tak segan-segan membantai kelompok mana pun yg berbeda pandangan serta tak mengikuti daulah yg mau didirikannya.

Begitu juga dgn khilafah yg terus didengungkan oleh Hizbut Tahrir. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kelompok Hizbut Tahrir justru mau mengubah dasar negara dgn menolak Pancasila dan segala sistemnya. Layaknya Piagam Madinah, Pancasila merupakan konsensus kebangsaan yg disepakati oleh para pendiri bangsa (founding fathers) Indonesia.

Para pendiri bangsa di antaranya terdiri dari para ulama dan aktivis Islam. Mereka paham agama dan fikih siyasah sehingga negara berdasarkan Pancasila tak menyalahi syariat Islam. Justru syariat dan nilai-nilai Islam menjadi jiwa bagi Pancasila. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial merupakan nilai-nilai universal Islam yg terkandung dalam Pancasila.

Jika khilafah ‘ala minhajin nubuwwah diterjemahkan sebagai sistem pemerintahan yg mengikuti jejak kenabian, Indonesia merupakan negara yg mempraktikkannya. Ukurannya dapat dilihat bahwa Nabi Muhammad mendirikan negara kesepakatan (Darul Mitsaq) bersama umat beragama, suku, dan kabilah-kabilah di Madinah berdasarkan Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah).

 

Serupa, Indonesia juga mempunyai konsensus kebangsaan atau kesepakatan seluruh bangsa yg mendiami tanah air Republik Indonesia berupa Pancasila. Seluruh bangsa yg ada di dalamnya, tak terkecuali, dilindungi oleh negara selama mereka tak melanggar kesepakatan dan tak melanggar hukum yg berlaku secara norma, etika, dan legal.

Tentu saja penulis tak bermaksud membandingkan atau menyamakan antara produk kesepakatan Nabi Muhammad dalam Piagam Madinah dgn para ulama Indonesia dalam Pancasila. Ulama Indonesia hanya mengambil inspirasi dari praktik pendirian negara Madinah yg dilakukan oleh Nabi Muhammad.

Di sini, Nabi hanya memberikan inspirasi kepada umat Islam bagaimana membangun sistem pemerintahan Islami berdasarkan kesepakatan bersama warga bangsa. Kendati demikian, Islam tetap menjiwai praktik kepemimpinan yg dilakukan oleh Nabi Muhammad kala itu.

Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon

Membahas tentang Perhatian, Inilah lima Hal Penyebab Mandi Wajib Tidak Sah

Pada kesempatan ini kami mau mengulas tentang Membahas tentang Perhatian, Inilah lima Hal Penyebab Mandi Wajib Tidak Sah,

– Mandi wajib atau mandi junub dilakukan ketika seorang Muslim memiliki hadas besar, seperti selesainya menstruasi, berhubungan suami istri, dan keluarnya mani. Banyak syarat sah yg harus dilakukan ketika mandi wajib supaya dianggap sah dan dapat menjalankan ibadah lainnya dgn sah.

Dilansir dari berbagai sumber, selain syarat dan rukun mandi ada beberapa hal yg harus diperhatikan dalam mandi wajib. Karena bila tanpa sengaja terlewat maka mandi wajib dapat dianggap tak sah dalam Islam.

Apa saja 5 yg menyebabkan mandi wajib tak sah? Yuk simak!

1. Tidak melaksanakan syarat dan rukun mandi

Islam telah mengajarkan umatnya tata cara mandi wajib dgn baik dan benar melalui syarat dan rukun mandi. Selengkapnya, dapat dibaca dgn klik tautan ini: 5 Sunah ketika Mandi Wajib!

2. Tidak membaca niat

Niat merupakan kunci utama supaya mandi wajib dianggap sah atau tidak. Sebagaimana hadis Rasulullah ﷺ:

إنما الأعمال بالنيات

“Sesungguhnya Amalan itu, wajib dgn niatnya” (HR. Bukhari)

Niat mandi wajib hendaknya diucapkan bersamaan dgn jatuhnya air ke bagian anggota mandi.

Bacaan Niat Mandi Wajib

“Bismillahirahmanirahim nawaitul ghusla liraf'il hadatsil akbar minal janabati fardlon lillahi ta'ala.”

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah aku niat mandi buat menghilangkan hadas besar dari jinabah, fardlu sebab Allah Ta'ala.”

3. Tidak menggunakan air yg bersih dan mensucikan

Banyak jenis air, bila hendak melakukan mandi wajib hendaknya memperhatikan kondisi air. Air yg dapat dipakai buat bersuci hanyalah air yg suci dan mensucikan, yaitu air yg bersih, lebih dari satu kulah, dan mengalir. Namun, bila dalam kondisi kekurangan air, bersuci dapat dilakukan dgn cara tayamum.

4. Air tak mengenai seluruh badan

“Dahulu, bila Rasulullah ﷺ hendak mandi janabah (junub), beliau membasuh kedua tangannya. Kemudian menuangkan air dari tangan kanan ke tangan kirinya lalu membasuh kemaluannya. Lantas berwudhu sebagaimana berwudhu buat salat. Lalu beliau mengambil air dan memasukkan jari-jemarinya ke pangkal rambut. Hingga beliau menganggap telah cukup, beliau tuangkan ke atas kepalanya sebanyak 3 kali tuangan. Setelah itu beliau guyur seluruh badannya. Kemudian beliau basuh kedua kakinya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

5. Menggunakan bahan yg tak dapat ditembus air dan terdapat kotoran pada kuku

Salah satu hal yg membuat mandi wajib seseorang dianggap tak sah yaitu terhalang masuknya air pada kulit disebabkan bahan seperti kutek, cat rambut, dan lain sebagainya. Jika seseorang menggunakan hal tersebut, maka wajib dibersihkan sebelum melakukan mandi wajib.

Lalu, kotoran pada bawah kuku juga dapat menyebabkan mandi wajib seseorang dianggap tak sah. maka wajib hukumnya buat menghilangkan kotoran tersebut, baik ketika sedang mandi ataupun sebelum mandi.

Demikianlah ulasan mengenai Membahas tentang Perhatian, Inilah lima Hal Penyebab Mandi Wajib Tidak Sah . apabila ada pertanyaan dapat dgn menuliskan pada kolom komentar dibawah ini.

terima kasih





Membahas tentang Bolehkah Membunuh Cicak dalam Islam? Ini Penjelasannya!

Pada kesempatan ini kami mau mengulas tentang Membahas tentang Bolehkah Membunuh Cicak dalam Islam? Ini Penjelasannya!,

Seperti yg kita ketahui, membunuh atau menghilangkan nyawa, baik itu nyawa manusia atau hewan mesti mendapat pandangan yg negatif. Karena membunuh ialah salah satu perbuatan yg dilarang dalam Islam.

Namun, ternyata tak semua pekerjaan membunuh dilarang oleh Allah Swt. Salah satunya membunuh seekor binatang, yaitu cicak.

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ berkata:

 رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا

Artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan buat membunuh cicak, dan beliau menamainya dgn fasik kecil. (HR. Abu Daud)

Selain hadis di atas, Rasulullah ﷺ juga bersabda dalam hadis lain yg berbunyi:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَتَلَ وَزَغَةً فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً وَمَنْ قَتَلَهَا فِي الضَّرْبَةِ الثَّانِيَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً أَدْنَى مِنْ الْأُولَى وَمَنْ قَتَلَهَا فِي الضَّرْبَةِ الثَّالِثَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً أَدْنَى مِنْ الثَّانِيَةِ

Artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa membunuh cicak dgn sekali pukulan maka ia mendapatkan pahala sekian dan sekian kebaikan. Barangsiapa membunuhnya dgn dua kali pukulan maka ia mendapatkan sekian dan sekian kebaikan, lebih rendah dari yg pertama. Dan barang siapa membunuhnya dgn tiga kali pukulan maka ia mau mendapatkan sekian dan sekian kebaikan, lebih rendah dari yg kedua.” (HR. Abu Daud)

Dua hadis di atas sangat jelas bahwa Rasulullah ﷺ memerintahkan umatnya buat membunuh cicak. Bahkan Beliau juga menjanbilan kebaikan bagi mereka yg membunuh cicak dgn beberapa ketentuan yg terdapat dalam hadis tersebut.

Syarat Membunuh Cicak

Hal ini serasa sedikit mengganjal, sebab yg kita ketahui Rasulullah ﷺ penyayg terhadap binatang. Tetapi mengapa dgn binatang yg satu ini Rasulullah seakan membencinya.

Imam An-Nawawi menjelaskan dalam Syarah Muslim-nya bahwa kata “auzagh” yg dimaksud ialah yg sejenis “saamul abrash”, yakni cicak yg dapat mendatangkan penyakit.

Jadi kata “auzagh” (cicak) bukan buat cicak yg hidup damai bersama manusia. Tetapi bila keberadaan cecak tersebut telah meresahkan, seperti menemukan berada di sekeliling makanan atau bahkan sampai mencicipi makanan kita, maka tak berdosa bagi manusia buat membunuhnya.

Bahkan, mau mendapat kebaikan bagi mereka yg membunuh cicak bila dgn satu kali pukulan. Karena semakin cepat membunuhnya, semakin cepat juga terhindar dari penyakit.

Asal Muasal Cicak Boleh Dibunuh

Dalam riwayat lain Rasulullah ﷺ juga menganjurkan buat membunuh cicak disebabkan telah membahayakan hidup Nabi Ibrahim dgn meniupi api buat membakar Ibrahim AS.

عَنْ أُمِّ شَرِيكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَقَالَ كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلاَم 

Artinya: Rasulullah ﷺ memerintahkan buat membunuh cicak. Beliau bersabda, ‘Dahulu cicak ikut membantu meniup api Ibrahim AS. (HR. Bukhari)

Demikianlah ulasan mengenai Membahas tentang Bolehkah Membunuh Cicak dalam Islam? Ini Penjelasannya! . apabila ada pertanyaan dapat dgn menuliskan pada kolom komentar dibawah ini.

terima kasih





Membahas tentang Khutbah Jum’at: Teguhkan Keyakinan Bahwa Allah Pencipta Segala Sesuatu

Naskah khutbah Jumat kali ini mengajak kepada khalayak buat mengingat kembali bahwa segala hal di dunia ini ialah ciptaan Allah swt. Dengan ini diharapkan, dalam diri kita dapat memasrahkan diri atas segala hal yg terjadi kepada-Nya sehingga beban musibah terasa ringan, sedangkan kebahagiaan juga dikembalikan kepada-Nya.

 

Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)
 

Khutbah I:

الحَمْدُ للهِ مُكَوِّنِ الْأَكْوَانِ، الْمَوْجُوْدِ أَزَلًا وَّأَبَدًا بِلَا مَكَانٍ، الْمُنَزَّهِ عَنِ الشَّكْلِ وَالْأَعْضَاءِ وَالْأَرْكَانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِصِدْقٍ وَإِحْسَانٍ، أَشْهَدُ أنْ لَا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَزَّهُ عَنِ الْأَيْنِ وَالزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ الَّذِي كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ،

أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: اَمْ جَعَلُوْا لِلّٰهِ شُرَكَاۤءَ خَلَقُوْا كَخَلْقِهٖ فَتَشَابَهَ الْخَلْقُ عَلَيْهِمْۗ قُلِ اللّٰهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (الرعد: 16)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah pada siang hari yg penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi buat senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah swt dgn melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yg diharamkan.

Hadirin jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah,

Khutbah pada siang hari ini mengambil tema “Teguhkan Keyakinan Bahwa Allah Pencipta Segala Sesuatu”.

Hadirin rahimakumullah,

Dalam ayat yg khatib baca di atas, Allah swt. memerintahkan kepada Nabi-Nya buat mengingkari kaum musyrikin yg menyembah berhala-berhala dan menjelaskan kepada mereka bahwa Allah ialah pencipta segala sesuatu, bahwa Allah Maha Esa, tak ada sekutu dan serupa bagi-Nya, dan tak ada yg menciptakan sesuatu apapun kecuali hanya Dia. Oleh sebabnya Dialah satu-satunya yg berhak disembah.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Salah satu prinsip akidah Islam ialah meyakini bahwa Allah subhanahu wata’ala ialah pencipta segala sesuatu. Dia-lah yg mewujudkan kita dari tiada menjadi ada. Dia juga-lah yg menciptakan seluruh perbuatan kita dan menampakkannya dari tiada menjadi ada. Diriwayatkan dari penghulu para sufi di masanya, Imam al Junaid al Baghdadi bahwa suatu ketika ia ditanya tentang tauhid, maka ia menjawab:

إِنَّهُ لَا مُكَوِّنَ لِشَيْءٍ مِنَ الْأَشْيَاءِ مِنَ الْأَعْيَانِ وَالْأَعْمَالِ خَالِقٌ لَهَا إِلَّا اللهُ تَعَالَى

“Tauhid ialah meyakini sepenuhnya bahwa tak ada yg menjadikan apapun, benda dan perbuatan-perbuatannya, tak ada yg menciptakannya kecuali Allah ta’ala.”

Benda yg dimaksud ialah segala sesuatu yg memiliki ukuran, kecil maupun besar. Jadi, wajib diyakini bahwa segala sesuatu yg masuk ke dalam wujud (yg awalnya tiada lalu ada), baik benda maupun perbuatan-perbuatannya, yg baik maupun yg buruk, semua itu adanya sebab diciptakan oleh Allah ta’ala sebagaimana Allah tegaskan dalam al Qur’an: 

وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ (الصافات: 96)

Yakni Allah yg menciptakan kalian dan menciptakan perbuatan-perbuatan kalian. Dalam akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, kita tak dapat menciptakan apapun. Kita bukanlah pencipta jasad kita. Kita juga bukanlah pencipta perbuatan-perbuatan kita. Kita dan perbuatan-perbuatan kita ialah ciptaan Allah swt. Dalam hal ini, tak ada perbedaan antara perbuatan-perbuatan kita yg ikhtiyari (yg dilakukan dgn kehendak dan ikhtiar) seperti makan, minum, shalat ataupun perbuatan-perbuatan yg tak ikhtiyari (yg terjadi tanpa kehendak dan ikhtiar) seperti menggigil sebab kedmauan. Itu semuanya diciptakan oleh Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman:

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ، لَا شَرِيْكَ لَهٗ ۚوَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ (الأنعام: 162-163)

Dalam ayat ini, Allah swt. memberitahukan bahwa shalat seorang hamba, sembelihannya yg ia sembelih buat mendekatkan diri kepada Allah seperti kurban, hidup dan matinya ialah milik Allah dan ciptaan-Nya. Tidak ada selain-Nya yg menyekutui-Nya dalam hal itu. Melalui ayat tersebut, Allah ta’ala menegaskan kepada kita bahwa dalam hal status diciptakan oleh Allah, tak ada bedanya antara perbuatan-perbuatan hamba yg ikhtiyari (yg dilakukan dgn kehendak dan ikhtiarnya) seperti shalat dan menyembelih hewan maupun sesuatu yg menjadi sifat hamba yg terjadi bukan dgn kehendaknya seperti hidup dan mati. Perbedaan antara keduanya ialah bahwa perbuatan-perbuatan yg ikhtiyari mau dipertanggungjawabkan dan mau ada konsekuensinya.

Perbuatan ikhtiyari yg baik, manusia mau memperoleh pahala darinya. Sementara perbuatan ikhtiyari yg buruk, manusia berhak mendapatkan siksa sebabnya. Hal itu sebagaimana Allah tegaskan dalam al Qur’an:
 

لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ (سورة البقرة: ٢٨٦)

Maknanya: “Bagi setiap jiwa balasan baik dari kebaikan yg ia lakukan dgn kasb-nya (usahanya), dan atas setiap jiwa balasan buruk atas keburukan yg ia lakukan dgn kasb-nya.” (QS al Baqarah: 286)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Kasb ialah ketika hamba mengarahkan kehendaknya buat melakukan suatu perbuatan, maka Allah menciptakan perbuatan tersebut. Jadi para hamba melakukan perbuatan-perbuatan mereka dgn kasb mereka dan Allah ialah Pencipta hamba, Pencipta perbuatan-perbuatan hamba. Dia juga-lah Pencipta niat-niat dan kehendak-kehendak hamba. Tidak ada yg menciptakan itu semuanya kecuali Allah subhanahu wata’ala. Tiada sekutu bagi-Nya. 

Hadirin jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah,

Seseorang yg telah membulatkan keyakinan di hatinya bahwa Allah ialah Pencipta segala sesuatu, tak ada yg mengenakan bahaya dan memberikan manfaat secara hakiki kecuali hanya Allah dan terus menerus menghadirkan keyakinan itu di hatinya, maka mau terasa ringan baginya berbagai musibah yg menimpanya di dunia. Terasa mudah kesulitan-kesulitan yg dia alami. Sirnalah dari dirinya rasa takut kepada sesama hamba pada ketika menjalankan ajaran agama. Ia mau digolongkan oleh Allah ke dalam golongan Ahlul yaqin, yaitu orang-orang yg diberikan keyakinan yg kuat kepada Allah swt. 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Begitu pentingnya akidah ini, pada siang hari yg penuh keberkahan ini, tema inilah yg khatib pilih buat disampaikan kepada jama’ah sekalian. Keyakinan bahwa Allah Pencipta segala sesuatu ialah salah satu ciri khas akidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Akidah yg benar ini harus terus menerus didengungkan supaya senantiasa terpatri di hati umat Islam.

 

Namun hadirin rahimakumullah, tidaklah cukup kita mendengarkan sekilas tema penting semacam ini melalui khutbah yg singkat ini. Untuk mendapatkan penjelasan yg lebih rinci, marilah kita datangi majelis-majelis ilmu yg diasuh oleh para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yg terpercaya dan memiliki sanad keilmuan yg bersambung hingga Baginda Nabi Muhammad saw

Demikian khutbah singkat pada siang hari yg penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.

 

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Ustadz Nur Rohmad, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Aswaja NU Center PCNU Kab. Mojokerto

Membahas tentang Nabi Muhammad Menghadapi Penyembah Berhala

Muhammad muda (12 tahun) kerap mengikuti pamannya Abdul Muthalib buat berdagang. Bahkan kadang-kadang ia ikut berdagang hingga ke negeri jauh seperti Syam (Suriah). Diceritakan dalam Sirah Nabawiyah, tak seperti pedagang pada umumnya, dalam berdagang Muhammad dikenal sangat jujur, tak pernah menipu baik pembeli maupun mabilannya.

Muhammad juga tak pernah mengurangi timbangan atau pun takaran. Muhammad juga tak pernah memberikan janji-janji yg berlebihan, apalagi bersumpah palsu. Semua transaksi dilakukan atas dasar sukarela, diiringi dgn ijab kabul. Muhammad pernah tak  melakukan sumpah buat menyakinkan  apa yg dikatakannya, termasuk  menggunakan nama Tuhan.

Pernah suatu ketika Muhammad berselisih paham dgn salah seorang pembeli. Saat itu Muhammad menjual dagangan di Syam, ia bersitegang dgn salah satu pembelinya  terkait kondisi  barang yg  dipilih oleh pembeli tersebut.

 

Calon pembeli berkata kepada Muhammad, “Bersumpahlah demi Lata dan Uzza!” Muhammad menjawab, “Aku tak pernah bersumpah atas  nama  Lata dan Uzza  sebelumnya.”

Kejujuran Muhammad kala itu cukup sebagai prinsip kuat yg dipegang secara mandiri tanpa melibatkan Tuhan sekali pun. Karena baginya, orang mau melihat dan merasakan sendiri terhadap kejujuran yg dipegangnya selama berdagang.

Dimensi sosial tak terlepas dari ibadah yg diamalkan oleh seorang Muslim. Dengan kata lain, keshalehan individual mau menjadi bermakna bila dapat mewujudkan keshalehan sosial. Hal ini terlihat ketika ibadah puasa yg bersifat sangat pribadi ujung-ujungnya harus diakhiri dgn mengeluarkan zakat, yaitu ibadah yg memiliki dimensi sosial.

Sama halnya shalat yg merupakan ibadah individual, tetap diakhiri dgn salam lalu menengok ke kanan dan ke kiri sebagai simbol memperhatikan lingkungan sosial. Hal ini membuktikan bahwa ibadah vertikal harus diamalkan secara horisontal sehingga tercipta kehidupan yg baik.

Sama halnya seperti ibadah yg berangkat dari individu, sikap jujur dan kejujuran harus berangkat dari individu. Jujur ini telah tentu berdampak pada kehidupan secara luas, sebab ke mana pun melangkah, apapun yg terucap, dan bagaimana pun berperilaku, penting bagi manusia menjunjung tinggi kejujuran.

Dalam buku Khutbah-khutbah Imam Besar (2018), Pakar bidang Tafsir Prof KH Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa Nabi Muhammad pernah menegaskan ‘ibda’ bi nafsik (mulailah dari diri sendiri). Dalam Al-Qur’an juga ada penegasan, kafa bi nafsik al-yauma hasiba (cukuplah dirimu sendiri sebagai penghisab, penentu terhadapmu).

Dari penegasan Nabi Muhammad dan wahyu Allah SWT tersebut menggambarkan bahwa pada akhirnya diri pribadi manusia yg lebih tahu, apakah sesungguhnya diri pribadi manusia menjadi faktor terjadinya sebuah konflik disebabkan kebohongan yg kita sebarkan. Apalagi di era digital seperti sekarang di mana informasi mudah kita dapat, mudah kita buat, dan mudah kita sebarkan sendiri.

Oleh kaum Quraisy pra-Islam, Nabi Muhammad saw mendapat julukan Al-Amin, orang yg dapat dipercaya, artinya manusia yg sangat jujur hingga mendapat predikat terhormat di antara kaumnya. Muhammad memulainya dari sendiri dan berdampak pada kebaikan buat orang lain dan orang-orang di sekitarnya.

Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon